Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
"Maksudnya?" Gita tidak berani memutar tubuhnya. Detak jantungnya semakin berdegup kencang. Apa yang akan Arnav lakukan?
"Kalau tidak ada, kamu punya charging wireless?" tanya Arnav sambil menahan tawanya.
"Ada kok." Gita mengambil kabel charger yang jatuh lalu memberikannya pada Arnav. Setelah itu dia berjalan jenjang keluar dari rumah karena tiba-tiba dia merasa gerah.
Setelah mengisi daya ponselnya, Arnav mengikuti Gita keluar rumah. Dia masih saja tersenyum kecil karena dia tahu apa yang ada dipikiran Gita saat ini.
"Anak-anak lama sekali." Gita terus menatap jalanan berharap mereka cepat pulang ke rumah agar dia tidak salah tingkah terus pada Arnav.
"Mungkin masih ada urusan sama teman-teman Arvin. Kamu sudah lapar?" tanya Arnav.
"Eh, tidak. Aku masih belum lapar." Gita akhirnya duduk di kursi teras rumahnya. Terlalu berbahaya bagi jantungnya jika hanya berdua dengan Arnav di dalam rumah.
Arnav membiarkan Gita duduk di teras rumah. Dia justru melihat halaman rumah Gita lalu dua tetangga kanan dan kiri rumah Gita yang berpagar rapat. "Rumah kamu kenapa belum dipagar?"
"Aku sudah pesan pagar. Nunggu jadi. Makanya waktu itu tidak sengaja Arvin duduk di teras rumah ini lalu pingsan," cerita Gita.
"Waktu itu aku habis bertengkar hebat sama Arvin. Setelah itu aku menyesal." Kemudian Arnav duduk di anak tangga teras.
"Kamu duduk sini saja," kata Gita.
"Tidak apa-apa. Aku mau lihat bintang."
Gita hanya tersenyum kecil melihat punggung Arnav.
"Itu anak-anak," kata Arnav sambil berdiri.
"Makasih Papa. Aku belikan teman-teman di basecamp juga," kata Arvin.
Vita turun dari motor Arvin lalu masuk ke dalam rumah sambil membawa dua kantong makanan. "Mama, aku beli pizza, hamburger, fried chicken, french fries, sama es krim."
Mendengar hal itu membuat Gita berdiri dan mengikuti Vita. "Vita, banyak sekali. Siapa yang mau habiskan? Itu junk food semua."
"Ih, kapan lagi beli. Mama sering melarang beli ginian. Tenang saja, nanti pasti habis kalau makan sama-sama. Aku juga beli salad buat Mama dan smothies." Vita menata makanan itu di atas meja ruang tengah.
"Kita pesta." Arvin duduk di sebelah Vita dan langsung menyomot seiris pizza.
"Arvin kamu juga kesempatan beli junk food segini banyaknya," kata Arnav.
Arvin hanya tertawa karena dia tahu papanya juga sering melarangnya membeli makanan yang katanya tidak baik untuk kesehatan itu. "Papa tenang saja. Papa makan salad saja kalau mau sehat. Aku mau mukbang sama Vita."
"Papa juga mau." Mereka berempat menikmati makan malam bersama untuk pertama kalinya.
"Baru kali ini aku merasa sangat senang," kata Vita.
"Sama. Semoga kita selalu bersama seperti ini. Ayo Papa semangat dekati Mama!"
Hal itu membuat Gita hampir tersedak. Dia meletakkan sendok saladnya dan akan mengambil minum tapi Arnav dengan cepat mengambilkan untuknya.
Gita mengambil segelas air mineral itu dan segera meneguknya.
"Ciee, mama salbrut," kata Vita menggoda mamanya.
"Apa tuh?"
"Salting brutal," sahut Arvin sambil tertawa.
Arnav hanya tertawa. Dia tahu sedari tadi Gita sangat salah tingkah. "Kamu tidak banyak berubah," kata Arnav. Dia menatap Gita yang duduk di sebelahnya.
Gita mengambil saladnya lagi dan memakannya. Dia memang tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Tapi dia sangat bahagia melihat tawa lepas kedua anaknya.
"Senang melihat mereka tertawa. Sebelumnya Arvin sangat murung. Kita hampir tidak pernah bercanda. Dia selalu melawan apa yang aku bilang," kata Arnav sambil melihat kedua anaknya yang sedang makan dengan lahap sambil sesekali bercanda.
Gita menganggukkan kepalanya. "Vita juga. Dia seringkali menangis tanpa sebab. Aku tahu dia sangat ingin merasakan kasih sayang papanya. Seberapa besar kasih sayangku tidak bisa menggantikan peran kamu."
"Setelah ini kita nonton bareng ya," kata Arvin. "Kalau kemalaman kita menginap di sini saja ya, Pa."
Gita menelan salivanya sendiri. Arnav menginap di rumahnya? Yang benar saja.
"Kenapa? Tidak boleh menginap?" tanya Arnav.
"Eh, bukan begitu. Tapi ....'
"Nanti aku dan Papa tidur di ruang tengah saja. Ada kasur busanya kan." Arvin sudah menyiapkan tempat mereka untuk menonton bersama sedangkan Vita kini tengah sibuk mencari film.
Gita tidak mungkin memupuskan kebahagiaan mereka. "Ya sudah. Biar Mama bereskan dulu makanannya. Tuh kan masih sisa. Aku taruh kulkas, nanti kalau lapar kalian ambil sendiri."
Gita membereskan kekacauan di atas meja yang dibantu oleh Arnav.
"Kamu duduk saja sama anak-anak," kata Gita sambil memasukkan makanan ke dalam kulkas.
Tapi Arnav justru mengambil lap dan membersihkan meja yang kotor terkena minyak, saus dan lainnya.
Gita tersenyum kecil menatap Arnav. Ternyata Arnav tidak berubah. Buru-buru Gita mengalihkan pandangannya saat Arnav tiba-tiba menatapnya.
Setelah itu Gita bergabung dengan Vita dan Arvin. Dia merebahkan dirinya di sebelah Vita.
"Mama mau lihat film apa?" tanya Vita.
"Terserah kamu saja. Mama mengantuk. Nanti kamu bangunkan ya kalau Mama ketiduran," kata Gita.
"Iya, Ma."
Benar saja, baru 30 menit melihat drama, Gita sudah tertidur dengan nyenyak. Vita memberi kode pada kakaknya agar segera masuk ke dalam kamar.
"Aku mau tidur di kamar Mama, Kak Arvin tidur di kamar aku saja. Aku sudah mengantuk." Kemudian Vita berdiri yang disusul oleh Arvin. Mereka berdua ke kamarnya masing-masing.
Arnav hanya tersenyum kecil. Kedua anaknya selalu bisa memberikan momen berdua untuknya dan Gita. Perlahan dia mendekat dan menatap wajah yang tertidur pulas itu. Dia tidak juga tidur meskipun sudah lewat tengah malam dan terus memandangi wajah itu.
Sudah 17 tahun lamanya aku tidak melihat tidurmu. Kamu tetap cantik.
Tiba-tiba Gita membuka kedua matanya tepat di depan wajah Arnav. Mereka saling bertatapan.
"Arnav ...."