NovelToon NovelToon
My Stepbrother

My Stepbrother

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa / Bad Boy
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Heyydee

Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Kami sampai di sebuah hotel tempat diadakan pernikahan aura dan Erik. Revandra turun duluan lalu membukakan pintu untukku. Aku keluar dengan dress yang sangat cantik.

Revandra menggandeng tanganku.

"Revandra, jangan gandengan kayak gini! Nanti apa kata mereka?" ucapku.

"Kau kira aku peduli?" tanyanya dengan senyuman miring.

Aku dan Revandra menaiki lift menuju lantai atas tempat di adakannya pesta pernikahan. Pernikahan diadakan di sebuah aula besar hotel tersebut.

"Revandra, lepasin tangan aku! pegel tau di pegangin terus kayak gini," aku menjadi kesal.

Revandra pun melepaskan pegangannya yang cukup erat itu.

"Haduh, kenapa sih gue gak bisa jauh-jauh dari nih orang? Kenapa dia selalu dekat-dekat sama gue?" batinku heran.

Drrt

Drrt

Ponselku berdering dari dalam tas. Aku mengeluarkan ponselku dan melihat siapa yang menelpon. Ada dua kali panggilan tak terjawab dari Nina.

Ting~

Pesan WhatsApp masuk.

Naura, lo udah sampai belum sih?

Aku membalas, udah!

Ya udah buruan keatas! Bentar lagi mau keluar nih!

Aku membalas, iya bentar!

"Siapa yang mengirimi mu pesan?" tanya Revandra.

"Temen," jawabku.

"Temen?" Revandra menaikkan alisnya.

Ting

Lift terbuka,

"Rev, aku gak ikut kesana ya! Aku mau ke lantai atas ke tempatnya Aura," ucapku.

"Baiklah," Revandra keluar dari lift.

Aku segera pergi ke lantai berikutnya untuk bertemu mereka.

Tampak para tamu undangan sudah memenuhi hampir seluruh tempat. Musik-musik indah terdengar merdu di telinga. Dengan banyaknya sajian makanan dan minuman yang beragam. Hiasan yang begitu mewah dan menawan membuat mata terpana saat melihatnya.

Pernikahan diadakan dengan mewah dan berkelas. Dengan mengundang beberapa partner penting perusahaan termasuk Revandra. Revandra ternyata adalah teman dari Erik calon suaminya Aura. Revandra, Billy, dan Erik adalah teman se-geng waktu di SMA. Mereka sudah jarang bertemu apalagi berkumpul karena kesibukan masing-masing.

Billy yang melihat Revandra datang pun segera menghampirinya.

"Heii bro!" sapanya dengan senyuman manisnya.

"Loh, lo sendiri aja nih? Gak di temenin sama Aura?" tanyanya.

"Dia ada, tapi dia ke lantai atas sama temen-temennya," jawab Revandra.

"Lo sendiri, gak sama pacar?" tanya Revandra.

"Gue mah udah putus," jawab Billy.

"Putus? Perasaan lo baru seminggu pacaran sama dia? Kok udah putus aja?" tanya Revandra tidak habis pikir.

"Dia terlalu pick me sama semua laki-laki! Gue jadi gak srek lagi sama dia! Mending putus daripada harus di lanjutkan,"

"Terus lo mau cari yang baru lagi?" tanya Revandra.

"Ya iyalah, gue mah kalau nyari cewek gampang! Gak kayak lo, udah di deketin sama cewek-cewek cantik tapi malah sok jual mahal," ucap Billy.

"Kalau di jual murah, rugi dong gue! Mending jual mahal biar dapet cewek yang mahal juga," ucap Revandra.

"Maksud lo si Aura kan?"

"Sok tau lo," ketus Revandra.

"Lo emangnya sesuka itu sama dia?" tanya Billy.

"Bukan urusan lo!"

"Revandra, gue tau sih perasaan lo kayak mana ke dia! Tapi....lo itu sama dia kan saudara tiri? Jadi gak mungkin kalian bisa bersama," ucap Billy.

"Gimana kalau orang tua lo tau tentang ini? Mereka pasti bakal kecewa," ucap Billy.

"Udah deh diem, gak usah sok ceramahin gue," ucap Revandra seketika moodnya hancur.

"Oh iya dan satu lagi, kalau Aura sampai tau tentang kejadian waktu itu, bisa-bisa dia makin benci sama lo," ucap Billy.

"Billy, bisa gak sih lo gak usah buat mood gue jadi jelek? Kita bahas yang lain, jangan bahas tentang Aura," ucap Revandra kesal.

"Sorry bro, gue kan cuma ngingetin lo," ucap Billy.

Orang tua Erik yang melihat Revandra pun menghampiri mereka. Mereka tampak berbincang-bincang santai.

***

Tok

Tok

"Misi!!" ucapku.

Karina membuka pintunya dan aku masuk ke dalam. Mataku langsung terpesona kala melihat Aura dengan gaun putih yang menjuntai indah. Rambut yang di sanggul dan ada sebuah mahkota di atas kepalanya. Dia tampak seperti princess dari dunia dongeng.

"Ya ampun Au, lo cantik banget," pujiku.

"Gak usah lebay deh," ucap Aura.

"Sumpah, lo kayak princess tau! Pasti si Erik langsung terpana," ucapku.

"Ngomong-ngomong lo kok agak lama sih?" tanya Nina.

"Hah, sorry! Gue tadi ada masalah sedikit," ucapku.

"Eh ngomong-ngomong, lo cantik juga pakai baju itu," ucap Aura.

"Ya cantik lah, body gue kan mendukung banget maka nya keliatan sexy dan cocok," ucapku sedikit menyombongkan diri.

"Iya deh si paling body goals," ucap Nina.

"Kalian juga keliatan cantik pakai dress kayak gini," pujiku.

"Haduh, kok susananya jadi dingin gini ya?" tanya Aura yang merasa kedinginan.

"Enggak ah, biasa aja kok!" ucap Karina.

Aura tampak jadi gugup dan grogi.

"Ya ampun, belum apa-apa lo udah keringatan aja sih? Bisa-bisa make up lo jadi luntur," ucapku lalu mengambil tisu untuk mengelap keringatnya.

"Ih, gue jadi deg-degan banget!" ucap Aura tampak sangat gugup.

"Hah, udahlah santai aja! Bawa santai biar gak terlalu grogi," ucap Nina.

"Lo mah enak asal bilang aja, lah gue yang ngerasain gimana gugupnya mau nikah rasanya gak karuan," ucap Aura.

"Lo harus bisa nenangin diri biar gak gugup! Coba lo tarik nafas terus buang," ucap Karina.

Aura mengikuti saran demi Karina. Dia menarik nafas dan menahannya beberapa detik lalu mengeluarkannya.

"Gimana?" tanya Karina.

"Udah lumayan sih, tapi masih sedikit grogi!" ucap Aura.

"Oh iya, kalian ada rencana bulan madu kemana?" tanya Naura penasaran.

"Belum tau sih! Kita belum bahas tentang itu. Tapi gue maunya ke Swiss sih," jawab Aura.

"Wah view disana memang keren sih! Kalau beneran kesana pasti bakal jadi moment terindah," ucap Karina.

"Hmm, nanti malam pertama nya kira-kira gimana ya?" tanya Nina di otak mesvm.

"Otak lo mah isinya kayak gitu melulu Nin? Belum juga sah jadi suami istri," ucap Naura.

"Ihh, gue kan penasaran!" ucap Nina.

"Ya udah kalau penasaran nanti malam lo datang aja ke kamar gue, biar lo liat kita ngapain," ucap Aura.

"Nona, bener-bener dah lo!" ucap Karina.

"Oh iya, gue penasaran habis ini siapa ya yang bakalan nyusul ke jenjang pernikahan?" tanya Nina.

"Hmm, bisa aja lo!" ucap Karina.

"Gue? Calon gue aja kagak ada? Terus gue nikah sama siapa?" tanya Nina.

"Ya, lo lupa sama Jamal? Dia kan cinta mati banget sama lo," ucap Naura.

"Hah, enak aja! Gak mau gue nikah sama tuh orang sakit! Bisa-bisa gue ikutan gil4 karena nikah sama orang gil4," ucap Nina kesal.

"Ih, gak boleh gitu tau! Biarpun otak dia agak geser dikit, tapi dia keliatannya sayang sama kamu," ucap Aura.

"Apaan sih? Kok kalian malah jodoh-jodohin gue sama dia?" Nina sangat kesal.

"Woah, jangan ngambek dong! Kita kan cuma bercanda," ucapku.

"Mungkin aja lo Nau yang bakal nikah," ucap Nina.

"Apa? Lah kok jadi gue? Mau nikah sama siapa?" tanyaku kesal.

"Ih lo mah bener-bener ya, masa si Leo lo lupain? Dia kan pacar lo? Emangnya lo gak mau nikah sama dia? Apalagi hubungan kalian udah lumayan lama juga? Masa mau pacaran terus sih?" tanya Nina.

"Gue udah putus dari dia," jawabku cukup membuat Karina dan Nina terkejut.

"Apa? Lo serius? Kok bisa?" tanya Nina.

"Iya Nau, padahal kan Leo itu sayang banget sama lo?" tanya Karina.

"Lo mutusin dia karena udah bosan ya?" tanya Nina.

"Leo selingkuh," jawab Aura.

"Apa? Selingkuh? Gak mungkinlah Leo kayak gitu? Dia itu kan cowok baik-baik?" tanya Nina kaget.

"Cowok baik-baik apaan? Buktinya dia mendua kok," ucap Aura.

"Huh, paling males nih gue bahas tuh orang lagi," ucapku kesal.

"Sejak kapan?" tanya Karina.

"Udah agak lama sih," jawabku.

"Kok lo baru kasih tau ke kita sih?" tanya Nina.

"Sorry, gue sebenarnya mau ngomong sama kalian, tapi gue lupa," ucapku.

"Ya ampun, kasihan banget sih lo!" ucap Nina.

"Dia selingkuh sama siapa?" tanya Karina.

"Sama Lisa," jawabku.

"Lisa? Dia bukannya sekretarisnya si Leo ya?" tanya Nina.

"Iya," jawabku kesal.

"Astaga, jadi dia selingkuh sama sekretarisnya sendiri toh! Bener-bener gak nyangka gue," ucap Karina.

"Hah, udah ah jangan di bahas lagi! Gue jadi kesel lagi nih," ucapku jadi kesal.

"Hmm, ya udah lo sama si Bryan aja! Dia kan suka tuh sama lo! Lagian ya, si Bryan kan lebih ganteng dan mapan juga, jadi apa salahnya lo nerima dia," ucap Nina.

"Gak mau ah, gue lagi gak mau berurusan sama yang namanya cinta! Pusing kepala gue mikirnya," ketusku.

"Belum lagi skripsi gue masih kosong," ucapku.

"Hmm, oh iya lo kesini sama siapa?" tanya Aura.

"Nah itu yang mau gue tanyain sama lo," ucapku.

"Lah?"

"Lo ngundang si Revandra ya?" tanyaku.

"Revandra? Maksudnya Abang lo?" tanya Aura.

"Ya iya lah, jadi Revandra yang mana lagi," ucapku kesal.

"Kok lo gak manggil dia kakak atau Abang sih?" tanya Karina.

"Gue belum terbiasa buat manggil dia kakak atau abang! Lagian dia gak marah kok kalau gue manggil namanya aja," ucapku.

"Lo ngundang dia Au?" tanyaku kembali.

"Enggak sih! Gue juga gak ngurusin soal undangan. Yang tau mah di Erik aja, soalnya dia yang ngatur pernikahan ini," jawabnya.

"Berarti si Erik kenal sama Revandra?" tanyaku.

"Mungkin aja sih! Siapa tau mereka rekan bisnis," ucap Aura.

"Emang kenapa kalau Abang lo di undang, kok lo kayak gak suka gitu?" tanya Nina.

"Ya...gak ada sih! Cuma kaget aja kok dia di undang," ucapku.

"Jadi lo kesini bareng dia?" tanya Aura.

"Iya,"

"Eh ngomong-ngomong Abang Lo udah punya kekasih belum sih?" tanya Nina.

"Belum. Kenapa, lo mau sama Abang gue?" tanyaku.

"Ya, kalau Abang kamu mau, aku mah gas aja!" ucap Nina.

"Jangan harap deh! Dia tuh orangnya susah, apalagi kalau soal cewek," ucapku.

"Lagian gue juga gak mau punya ipar kayak lo," ucapku.

"Heh, kenapa? Segitu gak sukanya lo sama gue?" tanya Nina.

"Ya bukannya gitu sih! Cuma lo kurang cocok sama Abang gue! Soalnya gue tau banget gimana sifat dia," ucapku.

"E-eh, kok malah jadi ribut gini sih?" tanya Aura.

"Iya ih, jangan gitu dong! Tahan dulu keributannya, kan ini hari bahagia Aura masa pada ribut begini sih?" ucap Karina.

"Kita gak ribut kok! Kita cuma berdebat kecil aja," ucap Nina.

"Ya sama aja Bambang," ucap Aura.

"Nama gue bukan Bambang," ucap Nina.

"Iya gue tau kok,"

Lalu ada seseorang datang dan memberitahu kalau kami harus segera turun karena acara sudah di mulai.

Aura tampak sulit berjalan karena rok gaunnya yang sangat panjang. Kami pun membantunya dan memegangi ujung gaunnya agar dia tidak sudah jalanannya. Kami masuk kedalam lift menuju area pernikahan. Kami naik lift yang berbeda dari yang ku naikin tadi. Lift ini langsung tertuju pada area belakang altar pernikahan.

Ting

Lift terbuka dan kami berjalan ke area belakang altar.

Ada beberapa Bridesmaid lain yang sudah menunggu. Termasuk ada dua anak kecil yang akan membawakan bunga. Aura di beri bunga untuk di pegangnya.

"Aura, anak kecil itu siapa?" tanyaku penasaran.

"Dia ponakan gue," jawab Aura.

"Gemoy banget ya," ucapku gemas saat melihat anak kecil berusia lima tahun.

"Naura, gue jadi main grogi nih," ucap Aura.

"Jangankan lo, gue yang cuma jadi Bridesmaid aja lumayan grogi," ucapku jujur.

Tak berapa lama kemudian, akhirnya tirai terbuka lebar dan menunjukkan pengantin beserta para Bridesmaids nya sedang berjalan menuju ke tengah area altar. Kedua anak kecil itu berjalan duluan sambil menebarkan bunga-bunga dari keranjang yang mereka bawa.

Erik sudah berada di tengah dengan senyuman manisnya saat melihat pengantin cantiknya datang kepadanya. Sedangkan aku dan teman-teman memegang buket bunga yang ukurannya sedang. Aura berada di tengah-tengah kami sebagai seorang princess.

Setelah beberapa langkah, kami tidak ikut ke tengah area. Kami berhenti dan membiarkan sang pengantin mendekat ke pangerannya.

Akhirnya mereka berdua bertemu. Mereka tersenyum satu sama lain dengan perasaanku yang bahagia.

Pernikahan pun dilakukan dengan hening dan khidmat. Mereka saling mengucap janji pernikahan. Setelah melakukan berbagai prosesi pernikahan, saat yang di tunggu-tunggu pun akhirnya muncul.

Semua mata tertuju pada mereka berdua. Mereka berdua berc1uman manis di hadapan semua orang sebagai suami istri yang sah. Semua orang memberikan tepuk tangan yang meriah.

Setelah itu barulah semua tamu di persilahkan untuk menikmati hidangan dan hiburan yang tersedia disana.

Pada saat aku akan mengambil kue, tiba-tiba pandanganku tertuju pada suatu hal.

"Loh, kok mereka juga ada di sini?"

Aku melihat ada Leo dan Lisa di tempat para tamu. Mereka tampak berbincang asik bersama beberapa orang. Aku di buat salah fokus saat Revandra datang lalu Lisa memeluknya. Mereka tampak seperti sudah saling kenal dan dekat.

"Kok si Revandra di peluk sama tuh cewek?" tanyaku heran.

"Astaga, kenapa mereka kayak akrab gitu? Kayak udah saling kenal? Bahkan Revandra senyum-senyum gitu?" tanyaku heran.

"Naura!" Karina mengangetkan ku.

"Lo ngapain bengong gitu?" tanya Karina.

"Hah, gak papa kok!" ucapku.

"Lo lagi liatin apa sih kok serius banget?" tanya Karina heran.

"Gak ada kok, udah ah yuk kita pergi dari sini," aku menarik tangannya menuju tempat lain.

Aku tidak jadi mengambil kue karena melihat pemandangan tadi yang tidak biasa.

***

Erik dan Aura duduk bersama dengan beberapa hidangan yang tersedia di atas meja.

"Erik, gue ganti baju ya! Udah gerah soalnya," ucap Aura.

"Ya udah, tapi jangan lama-lama ya,"

"Iya suamiku," ucapnya bucin.

Aura berjalan ke arah lift. Aku yang melihatnya pun buru-buru menghampirinya.

"Aura!" panggilku.

"Iya,"

"Lo mau kemana?" tanyaku.

"Mau ke kamar,"

"Gue ikut ya! Gue kebelet nih," ucapku.

"Ya udah ayo," kami pun naik lift bersama.

"Naura, tadi gue lihat ada Leo sama selingkuhannya datang ke sini," ucapnya.

"Lah terus apa hubungannya sama gue?" tanyaku.

"Lo gak papa ngeliat mereka?" tanyanya.

"Biasa aja! Gue udah gak ada urusan sama mereka," ucapku kesal.

"Bagus deh, gue juga gak tau kalau di Leo di undang sama Erik," ucapnya.

"Iya mungkin si Leo itu masih rekan bisnis jadinya di undang sama dia! No problem lah, masa lalu biarlah jadi masa lalu dan di buang sejauh-jauhnya," ucapku bodoh amat.

Lift terbuka dan kami menuju kamar Aura. Sesampainya di dalam, aku langsung meletakkan tas dan masuk ke dalam toiletnya.

"Pasti dia udah gak tahan banget," ucap Aura.

Setelah membuang hajat kecilnya akhirnya perutku terasa lega.

"Ahh, barulah lega! Udah aku tahan dari tadi sampai hampir gak kebelet lagi," ucapku.

Aku keluar dari toilet menuju kamar utama.

"Naura, bantuin gue buat lepasin gaunnya dong, sudah nih," ucap Aura sedang kesusahan.

"Oke," aku membantunya untuk melepaskan gaun indah dari tubuhnya.

Melorotkan resleting belakang lalu gaunnya bisa terlepas dari badannya.

"Sayang banget sih di lepas," ucapku.

"Ya udah kalau gitu lo yang pake! Lo kira gak berat apa? Udah gitu badan gue keringetan jadi lengket dah tuh gaunnya," ucapnya.

"Gue gak mau bekas lo, gue maunya yang baru dan lebih indah lagi dari gaun lo,"

"Maka nya cepet cari jodoh biar bisa ngerasain pakai gaun pernikahan sekali seumur hidup," ucapnya.

"Hah, lagi malas cari cowok! Lagian gue belum siap buat nikah. Banyak yang di pikirin," ucapku.

"Iya deh,"

"Gue mau ke kamar mandi dulu ya," ucapnya.

"Ya udah sana," ketusku.

Aura masuk ke dalam toilet karena gantian kebelet. Aku duduk di sofa kecil sambil main ponsel. Saat tengah fokus main hp, tiba-tiba Naura tidak sengaja melihat sesuatu. Pintu tampak terbuka sedikit seperti ada yang mengintip kami.

"Eh apa itu?" tanyaku kaget.

Aku langsung keluar untuk memastikannya. Aku membuka pintunya dan saat di lihat tidak ada siapapun disana.

"Gak ada siapa-siapa? Tapi....tadi aku kayak ngeliat ada orang yang ngintip? Dan pintunya juga sedikit terbuka?" tanyaku heran.

Aura yang baru saja keluar dari toilet pun terheran karena aku tidak ada di sana.

"Lo, si Naura kemana? Kok ngilang?" tanyanya heran.

Aura pun membuka pintu dan melihat Naura sedang mengawasi sesuatu.

"Naura!!" panggilnya mengagetkanku.

"Eh, lo ngagetin aja deh! Untung jantung gue gak copot," ucapku.

"Lo ngapain di luar? Lagi ngeliatin apa? Kok kayak lagi ngawasin gitu?" tanyanya.

"Hah, gak ada kok! Gue tadi cuma pengen liat keluar aja," jawabku bohong.

"Udah ah, masuk yuk," ajak ku lalu menutup pintunya kembali.

"Udah buruan ganti baju, nanti acaranya keburu selesai loh," ucapku.

"Iya, iya bawel!" ucapnya.

Aura mengambil baju yang sebelumnya sudah di persiapkan dan dia segera ganti baju. Sedangkan aku duduk sambil berpikir tentang yang ku lihat tadi.

"Tadi apaan ya? Apa gue salah liat ya?" batinku bertanya-tanya.

"Masa iya sih gue salah liat? Tapi tadi gue liat dengan jelas kalau ada yang lagi ngintip," batinku melihat ke arah pintu itu.

Tak butuh waktu lama, Aura pun siap dengan penampilan yang lebih santai dan anggun. Dengan balutan dress warna merah menyelaraskan warnanya dengan dress yang kami pakai hanya saja modelnya yang beda. Dia juga membawa tas untuk pemercantik tambahan.

"Udah selesai?" tanyaku.

"Udah, yuk pergi!" ajaknya.

Aku mengambil tasku dan langsung memasukkan ponsel kedalamnya. Setelahnya kami langsung menuju lift.

Awalnya lift berjalan dengan baik-baik saja. Namun saat pertengahan jalan, tiba-tiba saja lampu padam dan lift terhenti. Aku dan Naura pun tampak panik.

"E-eh, kok liftnya berhenti?" tanyaku panik.

"Astaga, kenapa kayak gini?" Aura juga panik.

Lift menjadi gelap gulita dan suasana berubah jadi mengerikan. Aku langsung mengambil hp untuk menghidupkan senternya.

"Gimana dong?" tanyaku panik.

Aura mencoba memencet tombol bantuan, namun karena mati lampu jadinya tidak berfungsi.

"Gak bisa! Kita kejebak disini," ucap Aura.

"Aduh, ya ampun kok begini sih? Aura, terus gimana sekarang?" tanyaku.

"Ya mana aku tau, sekarang yang penting kita jangan panik," ucapnya.

"Gak panik gimana? Mana bisa gak panik di situasi menegangkan gini?" tanyaku.

Naura melihat ponselnya dan berusaha menelpon seseorang untuk meminta bantuan. Namun, jaringannya tidak stabil dan hilang.

"Si4l, jaringannya macam bod4tt! Bisa-bisanya di situasi begini pakek hilang segala," ucapku marah.

"Ya ampun, mungkin karena ini ruangan yang sudah terjangkau maka nya jaringannya gam stabil," ucapnya.

"Coba pakek hp lo, siapa tau bisa?"

"Oke," Aura mengeluarkan ponselnya dan ternyata ponselnya malah tertinggal di kamar.

"Loh kok gak ada sih?" Aura merogo-rogo tasnya.

"Oh iya, tadi ponsel gue kan masih gue cas sebentar! Gue kelupaan buat ngambil," ucapnya.

"Astaga, mampus nih kita sekarang!" ucapku panik.

Di sisi lain, di area acara pernikahan juga menjadi gelap gulita karena listrik padam. Padahal sebelumnya semua listrik sudah di periksa dan tidak ada kerusakan ataupun pemadaman.

Saat di periksa oleh timnya, ternyata tidak ada kerusakan. Gedung dan tempat lainnya selain hotel itu tidak terjadi pemadaman.

"Loh, terus kenapa bisa mati lampunya?" tanya Erik heran.

Timnya pun berusaha memeriksa ke seluruh ruangan untuk mengetahui penyebab pasti listrik yang tiba-tiba padam.

"Si Aura sama Naura masih di atas kan?" tanya Karina.

"Kayaknya iya,"

"Coba deh telpon mereka," ucap Karina karena ada kekhawatiran di hatinya.

Saat di telpon ternyata sedang di luar jangkauan.

"Gak bisa," ucap Nina.

"Kok perasaan gue gak enak ya?" tanya Karina heran.

"Gak enak gimana?" tanyanya.

"Ya gak enak aja! Gue takut terjadi sesuatu sama mereka," ucapnya.

"Lo jangan mikirin yang macam-macam deh," ucap Nina.

"Bukan gitu, tapi beneran deh perasaan gue gak tenang sama mereka berdua," ucap Karina tambah khawatir.

Di sisi lain, Revandra juga khawatir dengan Naura. Iya tampak gelisah saat memikirkannya.

"Di mana Naura?" batin Revandra.

Karena lampu padam akhirnya mereka menggunakan baterai cadangan untuk menghidupkan lampu. Lampu yang hidup hanya di ruangan-ruangan khusus saja.

Semua orang merasa lega saat lampu hidup kembali.

Di sisi lain, lift jadi bergetar karena kami banyak gerak.

"Aura, lo jangan gerak-gerak dong!! Nanti kalau lift nya jatuh, bisa meninggoy kita," ucapku.

"Ih, lo juga gerak-gerak ya Nau!" ucap Aura kesal.

"Haduh, kok lampunya kagak hidup-hidup sih?" tanyaku.

"Udah deh, mending kita diam dulu! Biar lift nya kagak goyang-goyang," ucap Aura.

"Ya tapi mau sampai kapan kita jadi patung begini terus?" tanyaku.

"Ya sampai semua normal lagi,"

"Jadi kalau gak normal-normal, kita bakal selamanya terjebak disini? Terus kita kehabisan nafas terus akhirnya meninggoy juga? Gue gak mau m4ti cepat-cepat! Gue mau nikmati dunia ini dulu, gue belum siap m4ti," omelku panik.

"Nau, bisa gak sih lo itu jangan mikir yang macam-macam? Jangan bikin suasana jadi makin panik deh," ucapnya kesal.

"Huh, gue mau keluar dari sini!" aku menjadi takut.

"Siapapun tolong!!" teriakku.

"Mau lo teriak pun itu gak bakalan ada yang denger Nau," ucap Aura.

Semua orang yang ada di sana kembali menikmati pesta yang di buat.

"Kita samperin mereka yuk," ajak Karina.

"Mau dari mana? Kan masih mati lampu?" tanya Nina.

"Ya dari tangga darurat gitu,"

"Karina, dari sini ke atas kalau naik tangga mau berapa lama? Bisa-bisa keburu pesta selesai," ucap Nina.

Erik juga merasa khawatir dengan Aura yang sedari tadi tidak kembali ke sana. Dia menghampiri Karina dan Nina.

"Nina, Karina! Aura belum balik ya?" tanya Erik.

"Belum! Mereka kayaknya masih di atas," jawab Nina.

"Kok aku telpon gak di angkat ya?" tanya Erik.

"Gue nelpon Naura juga gak terhubung," ucap Nina.

Di sisi lain, Revandra juga menelponku. Namun, hp ku tidak terhubung. Dia pun mencari teman-temanku untuk menanyakan diriku. Melihat ada Erik sedang bersama Karina dan Nina, Revandra segera menghampiri mereka.

"Di sini tidak ada Naura?" tanya Revandra.

"Eh bang Revandra, Naura nya lagi sama Aura! Mereka berdua kayaknya masih di atas deh," jawab Nina.

"Di atas? Tapi kenapa hp Naura tidak terhubung?" tanya Revandra curiga.

"Hmm, mungkin hp nya lagi lobet! Mungkin juga masih di cas, jadi di hidupkan mode pesawat sama Naura," jawab Nina.

***

Naura dan Aura benar-benar menjadi patung di dalam lift yang berhenti. Mereka tampak sangat was-was dan panik. Keringat dingin mulai menetes dan suasana menjadi hening lebih menyeramkan dari sebelumnya.

"Aura, gue takut!" ucapku takut.

"Gue juga takut, tapi setidaknya kita harus bertahan," ucap Aura.

"Hah, kayaknya gue udah pasrah deh! Kalaupun kita gak selamat, mungkin ini udah jadi takdir buat kita!" ucapku pasrah.

"Gue juga Nau, gue minta maaf ya kalau selama ini gue ada salah sama lo! Di saat yang menegangkan begini gue jadi keinget dosa-dosa yang udah gue perbuat," ucapnya sedih.

"Gue juga! Semoga aja tuhan bisa memaafkan kesalahan yang pernah kita perbuat," ucapku.

Pikiran kami menjadi kacau dan pasrah dengan keadaan. Tiba-tiba saja, ada goncangan yang begitu kuat terjadi di dalam lift dan membuat kamu ketakutan sampai kami terduduk karena goncangan yang keras itu. Lift juga meluncur jatuh ke bawah membuat kami berteriak kencang.

"E-eh, kenapa lagi nih?" goncangan terasa kuat sampai aku dan Aura terjatuh duduk.

Aahkkkkaakkkhh

Brukk

Awww

Kami kesakitan karena goncangan itu sangat kuat.

"Aura lo gak papa kan?" aku mendekati Aura yang kesakitan juga.

"Gue gak papa kok! Lo juga gak papa kan?" tanya Aura.

"Gue juga gak papa,"

Kami duduk saling berdekatan dan bersender ketakutan di dalam lift itu.

"Naura, lo ngerasa gak sih kalau udaranya mulai agak aneh?" tanya Aura.

"Aneh?"

"Gak tau kenapa nafas gue kayak sesak gitu," ucapnya.

"Kayaknya udara disini menyempit deh," ucapku.

"Gue juga sedikit sesak! Dada gue rasanya sedikit sakit," ucapku mulai merasakannya.

Aku dan Aura berusaha mengatur nafas supaya tidak kehabisan.

"Nau, gue gak bisa! Dada gue sesak banget rasanya," ucapnya.

"Aura, lo harus netralin pernafasan lo lagi biar bisa sedikit bertahan," ucapku.

Lampu di dalam lift sama sekali belum hidup dan hanya menggunakan senter hp untuk membuat ruangan menjadi terang.

Aku mencoba untuk memencet tombol bantuan di lift tapi tetap tidak bisa. Aku melihat ponsel dan baterainya hampir habis, tinggal 11% lagi.

Ada dua titik jaringan di ponselku. Aku langsung berusaha menghubungi teman-teman untuk meminta bantuan.

"Huh, ada jaringan! Aku harus menelpon bantuan," ucapku sedikit senang.

***

"Jujur perasaan gue makin gak enak," ucap Karina.

"Gue takut mereka kenapa-kenapa," ucap Karina semakin khawatir.

Drrt

Drrt

Ponsel Nina bergetar. Nina segera mengangkatnya.

"Nau, lo masih di atas kan?" tanya Nina.

"Nina, tolongin kita!" ucapku dengan nada getir.

"Nau, kalian kenapa? Kok suara lo geter gitu?" tanya Nina.

Aku terbatuk karena udara di dalam yang menurun. Dadaku semakin sesak dan aku mulai susah untuk berbicara.

"Nin, to-tolong!" ucapku.

"Nau, lo kenapa sih? Jelasin ke gue, kalian kenapa?" tanya Nina dengan suara meninggi.

"Kita kejebak di lift. Gue sama Aura, kita udah gak tahan! Please buruan keluarin kita dari sini," ucapku lemas.

"Ya ampun, oke gue sama yang lain bakal ngeluarin kalian kok, kalau gitu lo sama Aura....

Belum selesai bicara, tiba-tiba sambungan terputus.

"Halo Nau, Naura!!"

"Semuanya, Naura dan Aura ternyata kejebak di dalam lift! Tadi Naura nelpon dan ngasih tau," ucapnya.

"Apa?" Revandra tampak terkejut.

Tanpa basa-basi, Revandra dan Erik pun langsung mengambil tindakan cepat. Mereka menyuruh seluruh anak buah masing-masing untuk membantu menyelamatkan mereka berdua.

Di sisi lain, baterai ponsel hanya tersisa 3% lagi. Senternya juga mulai tidak terang. Aku panik ketika melihat Aura yang mulai kehilangan kesadarannya.

"Aura, lo harus bertahan! Kita harus bertahan sedikit lagi! Kita masih bisa selamat," ucapku menangis sambil memeluk tubuh Aura yang mulai dingin.

"Naura, gue....gue gak sanggup lagi! gue....gue....dada gue sesak banget," ucapnya.

Sesak nafas Aura semakin menjadi dan akhirnya dia tidak sadarkan diri.

"Aura!! Aura bangun Aura!!" teriakku panik.

"Aura, jangan kayak gini dong!" teriakku sambil menangis ketakutan setengah mati.

Baterai hp yang sekarat pun akhirnya mati. Ruangan kembali gelap gulita dan membuat udara semakin menyempit. Dadaku juga mulai terasa berat untuk bernafas.

"Apakah ini akhir dari segalanya?" batinku.

"Apakah aku dan Aura akan pergi selamanya meninggalkan dunia yang indah ini?" batinku dengan pandangan yang mulai kabur.

"Sejujurnya aku belum siapa untuk menghadap yang maha kuasa, karena dosaku sangat banyak dan besar!" batinku dengan tubuh lemas.

"Aku juga tidak tega meninggalkan mama! Mama pasti sedih liat aku meninggal," batinku.

"Aku....aku....

Saat aku mulai tak sadarkan diri, tiba-tiba pintu lift terbuka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!