NovelToon NovelToon
Nekat Ngelamar Gus Tamvan

Nekat Ngelamar Gus Tamvan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

dengan gemetar... Alya berucap, "apakah kamu mau menjadi imam ku?? " akhirnya kata kata itu pun keluar dari lisan Alya yg sejak tadi hanya berdiam membisu.

"hahhh!!! apa!!... kamu ngelamar saya? "ucap afnan kaget
sambil menunjuk jari telunjuknya ke mukanya sendiri.
dengan bibir yg ber gemetar, Alya menjawab" i ii-iya, saya ngelamar kamu, tapi terserah padamu, mau atau tidaknya dgn aku... aku melakukan ini juga terpaksa, nggak ada pilihan.... maaf kalo membuat mu sedikit syokk dgn hal ini"ucap Alya yg akhirnya tidak rerbata bata lagi.
dgn memberanikan diri, afnan menatap mata indah milik Alya, lalu menunduk kembali... karna ketidak kuasa annya memandang mata indah itu...
afnan terdiam sejenak, lalu berkata "tolong lepaskan masker mu, aku mau memandang wajahmu sekali saja"

apakah Alya akan melepaskan masker nya? apakah afnan akan menerima lamaran Alya? tanpa berlama-lama... langsung baca aja kelanjutan cerita nya🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dendam yang menghancurkan

Keesokan Paginya

Alya bangun dengan rasa gelisah. Pikirannya terus dipenuhi suara pesan dari Ibu Rodiyah semalam—tentang suara laki-laki di kamarnya ketika ia pergi.

Sekitar pukul tujuh pagi, suara langkah kaki terdengar mendekati kamar kos. Pintu kamar Alya terbuka perlahan, dan Nila masuk dengan wajah lelah.

“Eh, kamu baru pulang, Nil?” tanya Alya dengan nada datar sambil menatap tajam.

Nila terlihat kaget mendengar pertanyaan Alya. “Iya, Al. aku nginep di rumah temen ku semalem. Kenapa sih kamu kayak nyari masalah pagi-pagi?”

Alya menyilangkan tangan di dada, lalu menunjuk meja kecil di dekat jendela. Di sana, sekotak rokok dan benda panjang mirip balon masih tergeletak jelas.

“kamu bisa jelasin nggak ini apa? aku nemuin ini di kamar kita waktu aku balik dari Surabaya. Terus, kenapa jendela kamar kita nggak terkunci?”

Wajah Nila langsung pucat. Ia mendekati meja, melihat barang-barang itu dengan ekspresi bingung dan panik. “Ini… ini bukan punya aku, Al. aku serius!”

“Bukan kamuuu!!!?” Alya mendekat selangkah, suaranya naik. “Terus, dari mana semua ini? aku pergi seminggu lalu, kamu bilang kamu nginep di rumah temen mu. Tapi Ibu Rodiyah bilang denger suara laki-laki dari kamar kita! kamu mau bilang siapa yang masuk ke kamar ini, Nil?”

Nila semakin panik, kedua tangannya gemetar. “Al, aku sumpah nggak tahu apa-apa. aku beneran nginep di tempat temen aku semalem. kamu bisa tanya mereka kalau nggak percaya!".

Alya akhirnya menghela napas dalam-dalam. “Kalau bukan lo, lalu siapa? Ini kamar kita berdua, Nil. Nggak ada yang punya kunci selain kita,dan bukti kalo kamu bohong juga ,kamu minggu lalu ada kok disini!!...malahan aku dtg...kamu masih tertidur pulas.mana nggak pake baju lagii...”

Nila semakin pucat mendengar perkataan Alya. Ia menunduk, bibirnya bergetar seakan ingin membantah, tetapi tidak ada satu pun kata yang keluar. Alya terus menatapnya dengan sorot mata tajam penuh kecurigaan.

“Nila, kamu bisa jelasin itu semua nggak?” suara Alya lebih pelan namun penuh tekanan. “Kalau kamu memang nggak bohong, kenapa aku nemuin kamu tidur di kamar kita pagi itu... tanpa baju sama sekali?”

Nila menggigit bibirnya, tangannya mulai mencengkram ujung kausnya. “Al, aku… aku nggak tahu. Aku beneran nggak ingat apa-apa. Malam itu aku pergi ke rumah temen, tapi pagi-pagi aku balik ke sini. Entah kenapa aku ketiduran… kayak tiba-tiba udah di kamar aja.”

Alya mengernyit. “Kamu ketiduran? Maksudnya gimana? Jangan bikin cerita aneh, Nil!”

Wajah pucat temannya kini berubah, bukan lagi panik—melainkan penuh amarah yang coba ditahan. Alya sadar, ada sesuatu yang ditutupi Nila.

“Nila,” ujar Alya tegas, “kamu nggak usah bohong lagi. Barang-barang ini jelas bukan dari orang luar. Ini dari kamu dan... siapa laki-laki itu?” Alya menunjuk rokok dan benda panjang mirip balon di meja. “Ibu Rodiyah dengar suara laki-laki malam itu! Aku cuma mau tahu kebenarannya.”

Nila mengangkat wajahnya perlahan, mata yang tadi tampak takut kini menatap Alya dengan tajam.

Rahangnya mengeras. “Apa urusan kamu, Al?” suaranya dingin. “Kamu mau ngerecokin hidup aku, ya?”

Alya terkejut melihat perubahan sikap Nila. “Urusan aku? Kamu sadar nggak ini kamar kita berdua! Kamu tahu nggak, yang kamu lakuin itu bikin aku ikut kebawa masalah?”

Nila melangkah mendekat, suaranya meninggi. “Masalah? Kamu terlalu ikut campur, Alya! Aku capek dengar omongan kamu yang sok suci. Aku nggak ngelakuin apa-apa yang nyangkut hidup kamu, jadi kenapa kamu ribet?”

Alya mundur selangkah, hatinya berdegup kencang. “Kamu bilang nggak ngelakuin apa-apa? Tapi kamu bawa laki-laki ke kosan, ke kamar ini! Ini kosan santri, Nil, kamu sadar nggak perbuatan kamu itu keterlaluan?”

“Diam, Al!” bentak Nila, matanya berkilat marah. “Kalau kamu cerita ke Ibu Rodiyah atau siapapun, aku nggak akan tinggal diam!”

Alya tertegun mendengar ancaman itu. “Kamu mau ngancam aku? Aku cuma nyari kebenaran, Nil. Kamu bawa orang ke kamar ini pas aku nggak ada, terus kamu nyalahin aku? Kamu kira aku bakal diam aja?”

Nila mendekat lebih dekat, suaranya rendah namun menusuk. “Aku kasih tahu, Al. Jangan macem-macem sama aku. Kamu pikir kamu siapa, hah? Cuma karena kamu punya muka polos, kamu sok jadi pahlawan di sini?”

Alya mengepalkan tangannya. “Aku nggak peduli kamu mau bilang apa, Nil. Aku tetap akan ngomong sama Ibu Rodiyah. Aku nggak bisa diam aja lihat kamar kita dijadiin tempat kayak gitu!”

Nila tertawa sinis, tetapi sorot matanya penuh kebencian. “Kamu bakal nyesel, Al. Aku janji, kamu bakal nyesel.”

“Ngancam aku lagi?” Alya menyahut tajam. “Terserah kamu, Nil. Kalau kamu masih punya hati nurani, kamu harusnya malu sama perbuatan kamu sendiri.”

Nila diam, tetapi tatapannya penuh amarah. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia meraih tasnya dan keluar dari kamar, membanting pintu keras-keras. Alya memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan dirinya.

“Aku nggak akan biarin hal ini berlarut-larut,” gumam Alya pelan. Dengan langkah mantap, ia mengambil barang bukti—rokok dan benda panjang mencurigakan itu—dan pergi menuju rumah Ibu Rodiyah untuk menceritakan nya.

Setelah percakapan tegang itu, Alya merasa keputusan untuk mengungkapkan kebenaran harus segera diambil.

Ia tidak ingin ada lagi keraguan yang mengganggu pikirannya.

Pagi itu, Alya menghadap Ibu Rodiyah di ruang tamu rumah kost. Suasana di rumah ibu kost terasa lebih serius dari biasanya, dengan kedatangan Alya yang membawa bukti-bukti tersebut.

“Ibu, saya sudah mengonfirmasi semuanya. Nila dan pacarnya berbuat hal yang sangat tidak pantas di kamar saya. Saya minta agar tindakan tegas diambil,” ujar Alya, suaranya datar namun tegas.

Ibu Rodiyah menghela napas panjang. “Alya, Ibu sudah tahu. Setelah mendengar cerita kamu, Ibu sudah mempertimbangkan semuanya dengan baik. Nila sudah melanggar banyak aturan, dan Ibu tak bisa membiarkan itu berlarut-larut.”

Alya menatap Ibu Rodiyah dengan serius. “Jadi, Ibu setuju kalau Nila harus dikeluarkan?”

Ibu Rodiyah mengangguk dengan ragu, tetapi kemudian matanya penuh tekad. “Iya, Alya. Meskipun sangat berat, Ibu harus mengambil tindakan tegas demi menjaga kehormatan kosan dan pondok darus Solihin ini.”

Tidak lama kemudian, Nila dipanggil oleh Ibu Rodiyah untuk menghadap. Wajahnya yang biasa terlihat santai kini tampak penuh amarah. Ia tahu bahwa dirinya dalam masalah besar.

“Kenapa saya harus diusir? Saya nggak ngelakuin apa-apa yang salah!” Nila membentak dengan keras.

Alya tidak menunjukkan rasa gentar sedikit pun. “Kamu melanggar aturan yang jelas, Nila. Kamu bawa laki-laki ke kamar kosan, dan ini tidak bisa diterima. Kalau kamu masih punya rasa malu, kamu harusnya sudah mengerti akibat dari perbuatanmu.”

Nila melotot ke Alya dengan penuh kebencian. “Ini semua gara-gara kamu! Kalau bukan karena kamu, semua ini nggak bakal terjadi! Kamu nggak ada urusannya, Alya!”

Alya tidak terpengaruh dengan kemarahan Nila. “Ini bukan soal saya, Nila. Ini soal apa yang kamu lakukan. Kamu sudah merusak ketenangan di sini. Ibu Rodiyah sudah memutuskan untuk mengeluarkanmu dari kosan dan memberitahu kepada pengasuh pondok tersebut.”

Ibu Rodiyah menambahkan dengan suara tegas, “Kamu harus segera mengemas barang-barangmu dan pergi dari sini, Nila. Ini adalah keputusan terakhir.”

Nila tampak terdiam sejenak, tetapi kemarahan di matanya semakin membara. “Kamu akan menyesal, Alya! Aku nggak akan diam!” ancam Nila, sebelum pergi dengan terburu-buru.

Setelah Nila pergi, Ibu Rodiyah menatap Alya dengan ekspresi cemas. “Alya, Ibu khawatir Nila akan melakukan sesuatu yang lebih buruk. Dia sangat marah sekarang.”

Alya tetap tenang, meskipun ia bisa merasakan ketegangan dalam dirinya. “Saya tahu, Bu. Tapi saya tidak akan mundur. Jika Nila memang berniat buruk, saya akan hadapi. Yang penting, kita sudah melakukan hal yang benar.”

Alya menyadari bahwa Nila tidak akan membiarkan ini begitu saja. Dendam Nila akan menjadi ancaman yang harus dihadapi dengan hati-hati.

1
nana_eth
suka bangettt sama part yang ini, soalnya ada poin yang bisa diambil
Rudi Rudi
aku sukaaa bgt cerita kok, yaa kadang aku ketawa" sendiri 😍😭
Rudi Rudi
semangat kk buat novelnya/Smile//Drool/
DZX_ _ _@2456
ahhhhhhh
baper
Edgar
Mengurangi stress dengan membaca cerita ini, sukses thor!
Trà sữa Lemon Little Angel
Mantap banget ceritanya, thor! Bener-bener bikin gue terhanyut!
Kieran
Makin seru aja, gak kerasa udah baca sampai akhir!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!