Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Dari sejak lebih dekat dengan Rosa, sejak itu pula Adrian semakin penasaran dengan pria yang mirip dirinya itu. Beberapa kali ia melamun hingga sore hari memutuskan pulang dan meminta para suster berjaga secara bergantian di kliniknya.
Adrian duduk di dalam mobil, berpikir dengan ragu sebelum akhirnya menyalakan mesinnya. Ia memilih pergi ke pasar terlebih dahulu, ingin membeli makanan untuk malam ini sekalian ingin menjemput Hana, jika perempuan itu masih di toko miliknya. Namun Adrian tak yakin, karena saat ini sudah hampir pukul lima sore.
Ia memesan makanan sambil menilik toko dua lantai milik Hana, sudah tertutup rapat. Artinya benar, Hana sudah pulang. Ia pun kembali melakukan mobilnya pulang.
Hingga berada di halaman rumahnya, ia memarkirkan mobilnya perlahan. Matanya melirik halaman rumah Rosa yang sedikit ramai. Dua perempuan itu sedang bermain bulu tangkis di halaman sambil tertawa-tawa.
Tampak pula seorang tetangga yang bertubuh pendek datang mendekati keduanya.
Adrian ingat, dia adalah laki-laki yang menolong Hana, tapi pingsan karena melihat dirinya.
"Apa aku menemui mereka saja ya?" gumam adrian, belum membuka pintu mobilnya, ia malah asyik memandangi tetangganya itu.
Namun urung, ia memilih untuk beristirahat dan akan datang bertamu nanti malam.
Malam pun tiba, Adrian sudah siap datang bertamu dengan sebuah alasan. Tapi pintu rumahnya terdengar di ketuk dari luar.
Adrian yang sejak beberapa saat sudah berdiri di belakang pintu itu segera membukanya.
"Masuklah." ucapnya, tentu kedatangan asisten pribadinya itu membuat ia harus menunda.
"Aku sudah menemukan keberadaan Bu suti, pembantu Nyonya Mila ketika masih muda. Dia masih hidup dan berada di sebuah gang kumuh." kata Pria bernama Ogi itu.
"Lalu?" tanya Adrian. Ia tampak sangat penasaran.
"Bu suti memberikan ini." Ogi merogoh saku jaketnya, lalu memberikan sebuah foto usang tapi masih dapat di lihat.
Foto itu menggambarkan suasana rumahnya, rumah milik Mama Adrian yang belum di renovasi. Namun Adrian dapat mengenali Ruangan itu adalah ruang tamu yang luas, dengan anak tangga yang lumayan banyak. Adrian memperhatikan dengan seksama foto tersebut.
Tampak ibunya yang bernama Kamila atau di panggil Mila, perempuan yang memakai jas putih khas dokter itu tersenyum sambil merangkul dua orang perempuan. Yang satunya sudah paruh baya , dan yang satunya masih muda. Yang menarik perhatian Adrian adalah perempuan muda di samping kirinya itu sedang hamil besar. Wajahnya cantik, putih dengan rambut ikal di urai namun tampak seperti orang miskin, sama dengan perempuan paruh baya di samping kanan ibunya.
Adrian seperti tak asing melihatnya, tapi dimana?
Ia kembali memandangi perempuan yang tangannya memegang perut, tampak sudah menginjak sembilan bulan.
"Wanita yang sudah tua ini adalah Bu suti. Dan yang ini aku tidak tahu, Bu Suti lupa. Perempuan itu sudah tua dan mulai Pikun, aku kesulitan berbicara dengannya. Dia akan bicara jika dia sedang mengingat dengan sendirinya."
Adrian tercengang, ia menilik wajah asisten kepercayaannya itu dengan sejuta tanya. Tangannya yang tadi terlihat mantap, kini sedikit gemetar.
"Gi." panggilnya pelan.
"Ya?"
"Aku jadi takut mengetahuinya kenyataan kalau sebenarnya aku bukan anak mama." kata Adrian.
"Sudah sejauh ini Adrian, kau sudah menghabiskan banyak sekali uang untuk berada di sini." kata Ogi.
Adrian mengangguk, kemudian mengusap wajahnya beberapa kali.
Adrian pun beranjak dari duduknya, ia semakin yakin untuk mendatangi rumah Rosa.
Tok...tok...tok.
Tak lama kemudian, pintu terdengar di buka, dan dia sudah tahu bahwa Rosa yang membukakan pintu untuknya.
"Mana Makanan ku?" Rosa langsung menadahkan tangannya di ambang pintu.
"Kau ini, apa kau hanya akan meminta makanan mu?" kesal Adrian, membiarkan Ros menadahkan tangannya lebih lama.
"Siapa Ros?" terdengar suara Bu Susi dari dalam. Hanya hitungan detik, langkah perempuan tua itu terdengar menapak lantai semen. Lalu meraih daun pintu lebih lebar.
"Bu." sepatah kata yang menggantung, Adrian langsung menatap wajah ibu Susi.
"Rayan!" pekik Bu Susi, tubuhnya langsung bergetar, mengulurkan tangannya memegangi kedua lengan Adrian dengan tatapan yang sedih.
Hana dan ayah mertuanya pun keluar menghampiri Bu Susi dengan khawatir.
"Ada apa Bu?" tanya suaminya. Namun kemudian tercengang melihat pria yang sedang di pegangi istrinya. "Yan!" lirihnya.
"Bu, pak! Sia bukan Mas Rayan. Tapi dokter yang Ros ceritakan waktu itu. Sekarang dia yang bangun klinik di sini. Tempat Ros bekerja." jelas Rosa, memegangi tangan ibunya agar tidak semakin menjadi memegangi Adrian.
"Tapi ini benar Rayan, kamu Rayan kan?" ibu Susi langsung menangis, kemudian memeluk Adrian sambil meraung-raung.
Adrian menelan ludahnya dengan susah payah, dadanya merasa sesak melihat kesedihan yang ditumpahkan kepadanya. Tapi ia berusaha tenang, bahkan tujuannya datang ke sini adalah menemui orang tua dari pria yang mirip dirinya.
"Maaf Dok." Rosa merasa tak enak hati.
Adrian mengangguk, menandakan ia tak masalah. ia pun membalas pelukan ibu, lalu meraih bapak yang sejak tadi diam, mereka berpelukan seperti sedang melepas rindu.
"Ayo nak, duduk." ajak bapak pada akhirnya. Mengurai pelukan serta menghapus air mata istrinya yang sudah banjir.
Sejenak suasana canggung memenuhi ruangan bernuansa hijau muda itu. Masing-masing larut dalam pikiran masing-masing, hingga Ros memecahkan kesunyian tersebut, gadis itu kembali menadahkan tangannya kepada dokter Adrian.
Plak!
Adrian menepuk telapak tangan Rosa. Sehingga gadis itu meringis dan menarik lagi tangannya.
Tentulah kedua orang tuanya itu tercengang melihat interaksi Ros dan Adrian. Sepertinya mereka sudah sangat dekat, begitulah kira-kira yang ada dalam pikiran mereka.
"Maaf." ucap Adrian merasa kelakuannya di perhatikan. Ia segera meraih sesuatu di dalam kantong jaketnya. Lalu memberikan kepada Rosa. Sebuah cokelat almond berukuran besar.
"Heheh." Rosa mengambilnya dengan senang sekali.
"Adik!" tegur Hana yang sejak tadi hanya diam, kini meringis memandangi Rosa.
"Ros mau ambil wedang jahe dulu. Sebenarnya ini dokter Adrian mau minta wedang jahe. Sejak kemarin dia Ndak enak badan." kata Rosa, tentu Adrian hanya bisa melotot.
"Kamu sakit Nak?" tanya Bu Susi, menatap Adrian dengan sendu.
"C..cu... Cuma masuk angin Bu." jawab Adrian gugup.
"Oh. Pantesan Rosa dari tadi sibuk di dapur marut-marut jahe." ucap Ibu, membersihkan sisa air mata yang terasa lengket. Dia pun berusaha tersenyum, mengabaikan perasaan yang tadi sempat sangat bersedih sekaligus bahagia.
Adrian mengangguk, sungguh dia merasa tak enak hati.
"Bu, aku Adrian. Bekerja di klinik baru itu, dan tinggal di sebelah rumah Ibu." kata Adrian kemudian mengenalkan dirinya.
"Oh, jadi kamu yang membeli rumah Susanto. Ibu dari kemarin penasaran sama penghuninya." kata Bu Susi.
Adrian mengangguk dengan senyum tipis nan canggung. Ia mengangkat wajahnya, menatap gorden yang menutupi pintu dapur dimana Ros sedang sibuk di dalamnya. Lalu memberanikan diri untuk memandangi dinding rumah itu, dimana ada banyak hiasan dan foto.
Dan dia mendapatkan salah satu foto yang dia cari. Foto seorang pria yang memakai seragam militer terpampang lumayan besar. Pria yang terlihat tampan dengan baret lengkap di kepalanya. Dia memandanginya sedikit lama.
"Dia anak Ibu. Namanya Rayan." ucap Ibu mengikuti dimana mata Adrian terpaku.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..