Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Untuk Satu Orang Yang Sama
Nirmala keluar kamar saat dia merasa sudah cukup lama berada di dalam kamar. Berpikir jika Galen sudah pergi, tidak mungkin juga pria itu akan tetap diam disini. Namun, ketika dia melangkah menuju tangga, sudut matanya melihat sosok yang tertidur di sofa yang dia lewati.
"Dia tidak pulang?"
Nirmala berjalan ke arahnya, berlutut di lantai dan menatap wajah pria dingin yang tertidur ini. Wajahnya itu lebih terlihat tenang saat dia terlelap seperti ini. Perlahan Nirmala mengangkat tangannya, menyentuh hidung mancung milik Galen dengan jarinya.
"Ah Nirma, jangan terjebak lagi. Dia adalah kekasih Nona Muda"
Nirmala sudah siap berdiri untuk meninggalkan Galen disana, saat sebuah tangan tiba-tiba menahannya. Nirmala melirik ke arah Galen yang sudah terbangun.
"Kau mau pergi kemana?"
Galen bangun dari tidurnya, dia menatap Nirmala yang berada di hadapannya sekarang. Dengan cepat dia menarik tangan gadis itu hingga dia terjatuh di atas pangkuannya.
"Tuan, lepas" ucap Nirmala yang merasa sangat tidak nyaman dengan posisi ini.
Galen sama sekali tidak menghiraukan ucapannya. Dia tetap memeluk Nirmala dengan erat, tangan kekarnya melingkar di perutnya dengan dagu yang bersandar di bahu gadis itu.
"Jangan marah terus, aku tidak akan pergi selama kamu masih marah seperti ini"
Nirmala melirik sekilas pada Galen, dai menghela nafas pelan saat pria ini semakin menjadi saja. Dia tidak sadar jika yang dia lakukan semakin membuat Nirmala terjebak dengannya.
"Tuan, saya tidak bisa terus seperti ini. Janji kita hanya untuk menjadi teman cerita saja. Bukan seperti ini. Kita hanya bisa jadi teman saja, Tuan"
Galen mengecup bahu Nirmala dengan lembut. Lingkaran tanganya semakin erat. "Ternyata aku ingin lebih dari itu. Aku menemukan sebuah kehangatan saat bersamamu"
Tubuh Nirmala langsung membeku saat dia mendengar ucapan Galen barusan. Ingin melepaskan diri, namun dia tidak bisa. Pelukannya terlalu erat.
"Saya tidak bisa, Tuan. Karena selain karena Tuan adalah kekasih Nona Muda. Saya juga tidak punya perasaan apapun pada Tuan"
Deg... Kali ini ada hal yang membuat hatinya terasa sakit sekali. Lingkaran tangannya perlahan mengendur, membuat Nirmala langsung berdiri dan melepaskan diri dari pria itu.
"Maaf Tuan, tolong jangan berharap lebih. Saya sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun pada Tuan"
Nirmala segera pergi dari sana, masuk kembali ke dalam kamarnya. Mengurungkan niatnya untuk mengambil makan siang yang sudah terlambat ini.
Sementara Galen masih begitu terkejut dengan ucapan Nirmala. Benar-benar ada bagian dirinya yang seolah tidak terima dengan ucapan Nirmala barusan. Galen memegang dadanya sendiri, ada perasaan sesak tak menentu yang dia rasakan saat ini.
Ketika dia menuruni anak tangga dan memilih untuk pulang saat ini, Laura muncul di ruang tamu. Baru saja dia pulang. Laura juga terlihat terkejut melihat keberadaan Galen disana.
"Loh kamu disini, Galen?"
Galen hanya berdehem seadanya, dia berjalan menghampiri Laura. "Tadinya ingin menemuimu, tapi kau tidak ada di Rumah ternyata"
"Ah, aku ada urusan sebentar tadi. Untuk acara nanti di Luar Negara"
"Kamu berangkat sendiri? Biasanya semua persiapan untuk itu, Nirmala yang mengurusnya"
Laura langsung tegang, tangannya meremas rok yang dia kenakan. Bola matanya bergerak gelisah, sedang mencari jawaban dan alasan yang pas untuk itu.
"Em, ya sekalian aku cari kandidat model catwalk nya juga"
Galen hanya mengangguk kecil, tidak lagi bertanya apapun. Dia percaya saja dengan ucapan Laura barusan. "Kalau gitu aku harus kembali sekarang"
"Tunggu!" Laura memegang tangan Galen dan menahannya yang ingin pergi. "... Bisakah kita bicara dulu? Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu"
Galen menghela nafas pelan, dia mengelus pelan tangan Laura yang memegang tangannya. Lalu melepaskan dengan perlahan. Saat ini keadaan hati dan pikirannya sedang tidak baik-baik saja. Jadi, Galen tidak mungkin bisa berbicara dengan Laura sekarang.
"Nanti saja, aku sedang ada urusan sekarang"
"Ah begitu ya, baiklah"
Akhirnya Laura membiarkan Galen pergi sekarang. Dia menatap punggung pria itu dengan tatapan penuh arti. Rasanya ini bukan seperti pasangan yang mempunyai komitmen bersama. Semakin ada jarak yang memisahkan diantara mereka saat ini.
"Sebenarnya hubungan seperti apa yang sedang kami jalani saat ini?"
*
Nirmala hanya berdiam di dalam kamar sampai malam hari. Mengabaikan makan siang, dan makan malam. Hanya secangkir kopi yang baru masuk ke dalam perutnya. Dia benar-benar kehilangan selera makan.
Hanya diam di dalam kamar dengan menonton drama saja. Hari ini adalah jadwal episode terbaru drama yang dia tonton dengan Galen tayang. Namun kali ini dia menontonnya seorang diri.
"Nirma, kamu kenapa? Kok gak keluar kamar?" Laura yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya, dia menghampiri Nirmala yang sedang duduk bersandar dengan laptop di pangkuannya.
"Loh kamu menangis? Kenapa?" tanya Laura kaget saat melihat saudaranya mengusap air mata di pipinya.
Nirmala menggeleng pelan, dia menoleh pada Laura. "Aku hanya sedih dengan drama ini. Ada apa kamu datang kesini?"
"Ck, aku kira kamu kenapa. Ah, aku kesini karena bosan saja di kamar sendirian" ucap Laura yang lansgung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Nirmala. Menatap langit-langit kamar dengan hembusan nafas pelan.
Nirmala lanjut fokus pada drama yang dia tonton yang hanya tinggal beberapa menit lagi. "Kenapa lagi? Masalah dengan Tuan Benji lagi? Atau apa kali ini?"
Laura menoleh pada Nirmala, dia menatap saudaranya dengan menyangka kepalanya dengan satu tangannya. Tersenyum tipis karena NIrmala selalu mengerti apa yang dia rasakan.
"Menurut kamu, hubungan aku dan Galen apa bisa berlanjut?" tanya Laura.
Nirmala langsung mengalihkan pandangannya dari layar laptop ke arah Laura. "Apa maksudnya? Kau ingin mengakhiri hubungan kalian? Apa karena kehadiran Tuan Benji?"
Laura kembali merebahkan kepalanya di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang. Menembus pada setiap momen dirinya bersama Benji.
"Bukan. Tapi aku merasa jika semakin kesini, hubungan ini semakin hambar saja. Tapi, tidak ada kesalahan apapun dari Galen yang bisa membuat aku memutuskannya. Apalagi dengan dua keluarga kami yang begitu berharap atas hubungan ini"
Nirmala menutup layar laptop, menyimpannya di atas nakas disamping tempat tidur. Langsung menatap fokus pada Laura yang tiduran di depannya.
"Memang kalian tidak mungkin terpisah, Daddy dan Mommy saja sudah begitu berharap padamu, Nona. Janganlah membuat mereka kecewa"
"Nah itu dia, aku jadi bingung dengan semuanya. Ah, pusing sekali"
Nirmala hanya menghela nafas pelan, dia mengelus kepala Laura dengan lembut. Kasih sayangnya yang penuh ketulusan pada gadis ini. Kasih sayang seorang Kakak pada adiknya.
"Mau tidur disini malam ini?" tanya NIrmala.
Laura langsung bangun terduduk dan menatap Nirmala dengan penuh semangat. "Yeay, aku sudah lama tidak tidur bersamamu. Kau jahat sekarang, suka mengusirku kalau aku mau tidur sama kamu"
Nirmala terkekeh pelan, dia menoyor dahi Laura pelan. "Sudah besar, masih saja manja seperti ini"
Laura malah merangkul tangan Nirmala dengan erat. "Biarin, nanti kalau aku atau kau yang menikah duluan, waktu kita berdua pasti udah jarang banget"
"Kamu duluan yang akan menikah. Kalau aku mau nikah sama siapa? Pacar saja tidak punya. Haha"
"Balikan lagi sama Willy, dia ganteng loh. Haha"
Nirmala hanya terkekeh saja, mengingat bagaimana pria yang pernah menjadi pacar pertamanya saat kuliah dulu.
Rasanya tidak mungkin, karena sejak awal hatiku hanya untuk satu orang yang sama.
Bersambung
Aku sih keburu baper sama Galen. Gak tahu kalo kalian, yang jelas aku sedang merayap meraih pembaca saat ini. Hiks..
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪