NovelToon NovelToon
Menjadi Istri Muda Bosku

Menjadi Istri Muda Bosku

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: Cecee Sarah

Karin, terpaksa menikah dengan Raka, bosnya, demi membalas budi karena telah membantu keluarganya melunasi hutang. Namun, setelah baru menikah, Karin mendapati kenyataan pahit, bahwa Raka ternyata sudah memiliki istri dan seorang anak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cecee Sarah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tujuh Belas

"Namaku Karin." Karin pun mengulurkan tangannya, merasakan kelembutan kulit Aeri saat jari-jari mereka bersentuhan.

"Apakah kamu bekerja di sini?" tanya Aeri dengan senyum ramah yang tampak berusaha memecahkan suasana.

"Dia sekretaris baruku yang akan menggantikan posisi Reva." kata Raka tanpa basa-basi, membuat Karin sedikit tersentak. Dia tidak menyangka akan dikenalkan begitu terbuka di depan Aeri.

"Semoga kamu bisa membantu meringankan pekerjaan suamiku. Reva dulu sangat handal dalam pekerjaannya," ujar Aeri sambil meraih lengan Raka dengan lembut, lalu menyentuh wajahnya. Sentuhan itu tampak begitu penuh kasih sayang, seolah ingin menegaskan hubungan mereka di depan Karin.

Raka menelan ludah, dan perlahan-lahan mencoba melepaskan genggaman Aeri. Ada kecemasan yang jelas terlihat di matanya. Dia mengintip ke arah Karin, seakan takut melihat ekspresi yang mungkin akan muncul di wajahnya. Apa pun yang dirasakan gadis itu, dia tahu situasi ini akan semakin rumit.

Karin merasakan tangannya mengepal di bawah meja tanpa sadar. Berusaha keras menahan rasa tidak nyaman yang merayap, hatinya serasa bergetar melihat kemesraan di depannya. Dalam hati, ia berusaha keras mengingatkan dirinya bahwa Raka dan Aeri adalah suami istri. Tidak ada alasan baginya untuk merasa terusik.

Namun, perasaan yang mengganggu itu tak kunjung hilang. Tatapan Aeri yang tampak begitu percaya diri dan sempurna, begitu berbeda dengannya. Meski usianya sudah kepala tiga, Aeri menjaga penampilannya dengan sempurna, memancarkan aura keanggunan yang membuat Karin merasa kecil di hadapannya.

"Maaf, saya harus pergi." Tanpa menunggu tanggapan, Karin beranjak dari tempat duduknya, menunduk sekilas, dan melangkah cepat menuju pintu. Perasaannya campur aduk antara malu, marah, dan entah apa lagi yang begitu rumit untuk diuraikan. Setibanya di luar ruangan, Karin menghela napas panjang, merasakan dadanya yang terasa sesak dan penuh amarah yang tak mampu ia jelaskan.

Raka hanya mampu menatap punggung Karin yang perlahan menghilang di balik pintu. Hatinya mencelos, tidak menyangka bahwa Aeri akan datang tanpa pemberitahuan. Ada perasaan bersalah yang mendalam dalam dirinya, karena tahu pasti bahwa Karin mungkin merasa terluka atau bahkan membenci dirinya lebih dari sebelumnya.

"Sayang," suara lembut Aeri memanggil Raka, menyadarkannya dari lamunan sejenak. Aeri menatap Raka dengan tatapan penuh tanya, bertanya-tanya kenapa suaminya tampak begitu teralihkan.

"Aeri, aku harus kembali bekerja. Jika tidak ada hal penting lagi, mungkin kau bisa pergi dulu," jawab Raka sambil menundukkan pandangannya, mencoba fokus pada dokumen-dokumen di mejanya.

"Apa kau lupa? Hari ini kita sudah berjanji memilih pakaian untuk acara besok. Aku juga mengajak Rio," ujar Aeri sambil tersenyum manis, berusaha mengingatkan Raka tentang rencana yang sudah disusunnya dengan rapi.

"Aku akan menyusul sebentar lagi. Kau dan Rio bisa mulai duluan," jawab Raka singkat, mencoba menghindari kontak mata. Ada ketegangan yang masih menyelubungi pikirannya.

"Baiklah." Aeri akhirnya meninggalkan ruangan, menutup pintu dengan lembut, meninggalkan Raka yang masih larut dalam pikirannya.

Begitu Aeri pergi, Raka segera menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba meredakan pikiran yang kalut. Perlahan, ia membuka laci dan mengambil ponselnya, dengan cepat mencari nama Karin di daftar kontaknya. Namun, teleponnya tidak diangkat, membuat rasa frustasinya semakin menjadi.

---

Di vila, Karin meringkuk di bawah selimut tebal, tubuhnya terasa berat dan pikirannya terasa lelah. Seharian ini ia mengurung diri di kamar, mencoba menghilangkan perasaan sesak yang masih melekat di hatinya. Ia tenggelam di balik bantal, mencoba mematikan semua suara dan pikiran yang mengganggu.

Ketukan lembut terdengar dari luar pintu. "Karin, bolehkah aku masuk?" suara lembut Bibi Xia terdengar dari balik pintu, tetapi Karin tetap diam, tidak ingin menjawab.

Mendengar tidak ada balasan, Bibi Xia akhirnya membuka pintu perlahan. Dia membawa nampan berisi makanan yang sedari tadi ia persiapkan.

"Karin, bangunlah. Kamu belum makan sejak pagi," ujar Bibi Xia, menaruh nampan di meja samping tempat tidur. Ia melirik botol minuman keras yang kosong di lantai, menahan napas saat menyadari apa yang mungkin terjadi semalam.

Karin akhirnya menyingkap selimut, membuka matanya yang terasa berat dan lelah. Suaranya parau saat menjawab, "Aku tidak lapar, Bibi Xia. Kamu bisa menghabiskan semuanya."

Bibi Xia menatap Karin dengan penuh prihatin, melihat sekilas kesedihan yang terpancar dari wajah gadis itu. Perlahan, dia menyentuh dahi Karin dengan punggung telapak tangannya, memastikan suhu tubuhnya. "Apa kamu mabuk semalam?" tanyanya pelan.

Karin mengalihkan pandangan, merasa sedikit malu. "Aku hanya minum sedikit."

Bibi Xia hanya bisa menggelengkan kepala. “Kamu tahu, itu bukan cara yang sehat untuk melupakan rasa sakit, sayang.”

Karin diam, tatapannya menerawang, kembali mengingat adegan antara Raka dan Aeri yang masih terbayang jelas. Tanpa pikir panjang, semalam ia menghabiskan minuman keras yang ia temukan di ruang kerja Raka, seolah ingin menenggelamkan semua perasaan yang bergejolak dalam pikirannya.

"Apakah kamu yakin tidak akan pergi ke pesta malam ini? Pasti Tuan Raka akan kecewa jika kamu tidak hadir," bujuk Bibi Xia dengan lembut, mencoba meyakinkan Karin untuk mengurungkan niatnya.

Karin tersenyum tipis, namun tidak ada keceriaan di balik senyuman itu. "Dia sudah memiliki Aeri di sisinya. Apa gunanya aku di sana?"

Bibi Xia memandang Karin dengan tatapan sayang, membelai rambutnya dengan lembut. "Ingat, kamu juga istri Raka. Tempatmu seharusnya berada di sisinya."

Karin menghela napas panjang, lalu menggelengkan kepala pelan. "Aku hanyalah istri yang tidak terlihat, Bibi. Tidak ada yang memperhitungkan keberadaanku."

"Karin... kamu tahu Tuan Raka sangat memperhatikanmu, kan?" Bibi Xia berusaha untuk melanjutkan, tapi Karin langsung memotong.

"Bibi, lebih baik tinggalkan aku sendirian. Aku hanya ingin tidur."

Bibi Xia menghela napas panjang, lalu bangkit dengan berat hati. "Baiklah, tapi jangan lupa makan nanti, ya."

Karin hanya menjawab dengan gumaman pelan, lalu kembali menutup matanya. Begitu Bibi Xia keluar, meninggalkan kamar, gadis itu perlahan membuka matanya lagi, tatapannya hampa menatap langit-langit kamar. Rasa sepi yang mendalam perlahan merasuk ke hatinya, membawa ke dalam kesedihan yang entah kapan akan berakhir.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!