Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD17
Abirama buru-buru berbalik badan ketika sang kapten membuka pakaian tanpa aba-aba.
'DASAR PEREMPUAN GILA!' umpat Abirama di dalam hati, kedua telinganya sudah semerah tomat.
Abirama kira setelah ia menyerahkan pakaian ganti pada kaptennya, wanita itu akan menuju ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Namun, yang terjadi selanjutnya justru membuatnya nyaris kejang-kejang. Dengan santai, Bella melucuti pakaiannya di depan pria itu.
"Apa barusan kau mengatai aku perempuan gila?" tebak Bella bak cenayang.
"Aku dari tadi diam saja!" bantah Abirama yang salah tingkah. Cara interaksinya dengan sang kapten, sekarang sedikit lebih santai.
"Begitukah? Bukannya kau berteriak di dalam hati? Dasar wanita gila, dasar perempuan gila, dasar gadis gila, seperti itu kan?" Tebak Bella lagi, membuat pria yang membelakangi nya berdecak kesal.
"Kenapa mendadak buka baju seperti itu sih?! Mata ku bisa rusak!" cicit pria itu.
"Aku membuka pakaian di sini karena aku tau kau pasti akan segera berbalik badan," jelas Bella santai. "Aku sudah selesai, ayo kita berangkat."
Bella berjalan melewati Abirama yang masi terpaku di tempatnya menjejakkan kaki. Namun, langkah wanita itu seketika terhenti ketika Abirama mencekal pergelangan tangannya.
"Anda belum pulih, Kapt. Sebaiknya, anda di rumah sakit saja. Biar anggota anda yang bekerja," saran pria itu dengan sudut mata berkerut.
Abirama turut cemas dengan keputusan Bella yang akan kembali ke kantor, setelah Taufik memberi informasi bahwa pria itu sedang menuju ke kantor bersama korban. Apalagi, ia sudah berjanji kepada Harun, akan menjaga Bella dengan baik.
Bella menoleh dengan tatapan penuh keyakinan. Ia menggeleng dan menatap pria itu dengan sorot mata tegas. "Aku memang belum pulih, tapi, aku sudah baik-baik saja. Sudah cukup aku berkencan dengan ranjang. Sekarang, waktunya aku bekerja."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Rinol bergidik ngeri, menatap wanita yang di bawa Taufik ke kantor pada tengah malam kini. Rongga nya mendadak penuh liur akibat ngilu, seolah ikut merasakan sakit yang di derita Davina.
"Hey, kenapa kau tidak membawanya ke rumah sakit? Kenapa malah dibawa kemari?" Tanya Rinol pada Taufik, setelah mereka menjaga jarak dari wanita malang dengan penampilan acak-acakan tadi.
"Kau kira tiba-tiba saja aku membawa nya kemari? Aku sudah membujuknya untuk ke rumah sakit, tapi, wanita itu malah menangis histeris. Bahkan, dia nyaris lompat dari mobil saat mengetahui aku nyaris membawanya ke sana," sahut Taufik.
"Jadi, sekarang bagaimana?" Rinol meraup wajahnya yang frustasi. Ia kembali melirik Davina.
"Untuk saat ini, berikan saja obat anti nyeri sambil menunggu Dokter datang. Kau punya kan?" tanya Taufik.
"Dokter akan datang?" Rinol balik bertanya.
Taufik mengangguk. "Aku sudah menghubungi Abirama dan Kapten. Mereka sedang dalam perjalanan menuju kemari bersama dengan tim medis."
"Syukurlah," Rinol manggut-manggut. "Sepertinya aku masih memiliki satu butir."
Rinol memberanikan diri untuk kembali masuk ke ruangan, mengambil sebutir obat di dalam laci meja kerjanya, lalu mendekati Davina yang dijaga oleh Tim 2. Malam itu memang merupakan jadwal Tim 2 yang berjaga di kantor.
Para anggota Tim 2 menatap Rinol dengan mimik tak senang. Bukan rahasia lagi, Tim 2 acap kali tak pernah akur dengan Tim 1. Mereka selalu bersaing demi kenaikan pangkat. Bedanya, jika Tim 1 berjuang untuk menemukan para pelaku kejahatan, Tim 2 justru sibuk menjilat kepada para atasan.
"Rinol, otak mu di dengkul ya? Kau tidak lihat pisau di dalam rongga mulut wanita itu? Dan ... kau ingin memberikan wanita itu obat dan segelas air?" salah satu anggota Tim 2 tertawa remeh.
"Tim 1 memang rata-rata selalu begitu. Bertindak duluan sebelum berpikir," timpal anggota lainnya tak kalah remeh.
Wajah masam Rinol semakin membuat Tim 2 tertawa bersahut-sahutan. Rinol pun menoleh pada Taufik yang cengengesan dari kejauhan.
"Sorry," ucap Taufik yang bersandar di sudut ruangan, tanpa suara.
Rinol hanya mengacungkan jari tengah dengan senyuman kecut. Meskipun hinaan dari Tim 2 terdengar menjengkelkan, tapi, ucapan mereka juga sangat masuk akal. Bagaimana bisa ia menawarkan obat dan segelas air pada wanita dengan sebuah pisau yang bersarang di dalam mulutnya. Rinol menyadari betapa konyolnya saran yang diberikan Taufik.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah Bella berhasil meyakinkan korban untuk menjalani pengobatan terlebih dahulu, Davina akhirnya setuju untuk ditangani oleh tim medis di Rumah Sakit Mangkujiwo dengan penjagaan ketat.
Lukanya cukup banyak mendapat jahitan. Davina sempat tak sadarkan diri, kritis akibat pendarahan. Namun, dengan pertolongan para ahli, Davina mampu melewati masa-masa gentingnya.
Setelah kondisinya berangsur membaik, Davina kembali dibawa ke kantor polisi untuk menjalani penyelidikan resmi. Kini Davina duduk bersedekap di depan meja kerja Bella. Mata besarnya terlihat bergetar, nampaknya ia masih ketakutan.
Diteguk nya segelas air yang diberikan Rinol, guna mengurangi rasa takut dan gugup yang menguasai.
"Saya berkenalan dengan pria itu melalui aplikasi kencan X. Namanya Tommy, profesinya seorang dokter. Pria itu memiliki tatto di pergelangan tangannya ...," jelas Davina kemudian terdiam sejenak. Lalu, pupil matanya melebar. "Oh, ya, Tommy juga merupakan anak dari pemilik rumah sakit di kota ini."
Wanita itu memberi keterangan dengan kedua kaki yang lemas dan gemetar. Wajahnya juga tampak pias dan berpeluh. Napasnya berat, suaranya sedikit parau.
'Sepertinya, dia sangat trauma. Kasihan,' batin Taufik iba.
Sementara Bella, ia memperhatikan gerak gerik Davina dengan saksama. Menurutnya, Davina tampak kurang sehat. Lekas saja Bella mengajukan pertanyaan selanjutnya, agar Davina bisa lekas pulang dan beristirahat.
Bella meletakkan empat potret wajah yang di anggapnya masuk dalam daftar pelaku, ke atas meja. Lalu menyodorkan ke empat potret tersebut kepada Davina. "Apa salah satu pelaku ada di antara mereka?"
Davina melirik sekilas, kemudian memejamkan mata sembari menghirup napas sebanyak-banyaknya. Wanita itu meraih kembali sisa air pada gelas di depannya, dan meneguk hingga kandas. Ia nyaris tak bernapas.
Ragu-ragu Davina mengangkat telunjuk, takut-takut pula ia mengarahkan ujung jarinya itu. Bella hampir hilang kesabaran.
Namun, ketika ujung jarinya nyaris memberi jawaban, kedua tangan Davina tiba-tiba mencengkram erat lehernya sendiri. Wajahnya memerah, terlihat jelas menahan sakit.
"Anda baik-baik saja?!" Tanya Bella panik, ia bangkit dari kursi dan berlari mendekati Davina.
"Ugghhh! Hugggh!" Davina mengerang kesakitan.
Tak ada udara yang masuk ke saluran pernapasan nya, Davina terbatuk-batuk dan ambruk ke lantai. Kedua kakinya bergetar, tubuhnya mengejang hingga menubruk kursi-kursi di ruangan tersebut. Mulutnya mengeluarkan banyak buih, denyut jantung nya pun berpacu cepat.
Davina meremas kuat dadanya yang serasa akan meledak. Buih-buih dari mulutnya membasahi lantai. Matanya membeliak dan memerah, urat-urat di lehernya menyembul tegang.
Seisi ruangan panik dan berusaha memberi pertolongan. Namun, kesadaran Davina perlahan menghilang. Perubahan suhu tubuhnya begitu cepat.
Bella memeriksa denyut nadi Davina. Bola mata milik Bella menatap anggotanya secara bergantian, lalu ia menggeleng lemah.
*
*
*
Edwin psikopat yang udah ... entahlah sulit menjelaskannya 😀
Keren kamu Kak❤️
tolong triple up 🤭
jantungku kicep tor 😩
udah kyk nonton film Hollywood.
sama film horor korea, yg cowoknya jatuh ke dalam peti yg ada pakunya itu looo, lgsg nancep ke muka 😩