Menikah dengan pria yang bahkan belum pernah ia temui? Gila!
Ceira Putri Anggraini tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang gadis yatim piatu yang berjuang di tengah kemiskinan, kini ia menjadi istri dari Daniel Dartanto, pria berusia 30 tahun yang kaya, dingin, dan penuh misteri.
Pernikahan ini terjadi karena utang budi. Tapi bagi Daniel, Ceira hanyalah kewajiban.
Satu atap dengan pria yang nyaris tak tersentuh emosi, Ceira harus bertahan dari tatapan tajam, sikap dingin, dan rahasia besar yang disembunyikan seorang Daniel.
Namun, semakin lama ia mengenal Daniel, semakin banyak pertanyaan muncul.
Siapa sosok yang diam-diam Daniel kunjungi di rumah sakit?
Kenapa hatinya mulai berdebar di dekat pria yang awalnya ia benci?
Dan yang paling penting—sampai kapan ia bisa bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nedl's, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 Cheesecakes
Ceira tersenyum lebar, matanya berbinar-binar menatap cheesecake berukuran jumbo yang ada di hadapannya. Wajahnya penuh kegembiraan, seolah dunia hanya terdiri dari dirinya dan kue lezat yang baru saja diberikan oleh mertuanya.
“Mah, ini boleh Ceira makan semuanya?” tanyanya dengan suara riang, hampir seperti anak kecil yang baru saja diberi permen favoritnya.
Gina, sang ibu mertua, hanya tersenyum hangat sambil mengangguk. “Boleh dong, sayang. Ini kan memang buat kamu.”
Tanpa basa-basi, Ceira mengambil garpu dan segera menyendok cheesecake itu dengan penuh antusias. Gina yang melihatnya hanya bisa tersenyum geli. Dia sudah terbiasa dengan sifat menantunya yang penuh energi dan sedikit dramatis. Padahal, sebelumnya Ceira sempat menangis meminta maaf atas kekacauan yang dia buat. Tapi Gina tidak mempermasalahkannya sama sekali.
"Buat apa dipikirin? Kamu mau menghancurkan rumah ini sekalipun, mama gak apa-apa. Lagian uang mama banyak untuk memperbaiki semuanya," ujar Gina dengan santai tadi.
Hanya saja, Ceira tetap merasa bersalah dan malah menangis lebih dramatis, membuat Gina semakin yakin bahwa menantunya ini terlalu mudah terbawa perasaan.
"Wah, ini enak banget, Mah!" seru Ceira setelah suapan pertama. "Gak terlalu manis, gak bikin eneg, pas banget. Top deh pilihan mama!"
Gina tertawa kecil dan mengusap puncak kepala Ceira dengan sayang.
Mereka pun larut dalam obrolan ringan, sesekali Gina tertawa melihat tingkah Ceira yang polos. Di usia 18 tahun, wajar saja jika gadis itu masih kekanak-kanakan. Seiring berjalannya waktu, dia pasti akan tumbuh dewasa.
Namun, kebahagiaan kecil itu sedikit terusik ketika suara pintu utama terbuka. Langkah kaki terdengar mendekat ke ruang makan.
Daniel Dartanto akhirnya pulang.
Setelah menghilang beberapa hari tanpa kabar, pria itu kini berdiri di ambang pintu, masih dalam balutan setelan kerja yang rapi. Wajahnya tetap dingin seperti biasa, tetapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit ditebak.
Gina langsung menatapnya dengan tatapan tajam. "Dari mana aja? Sibuk kerja melulu sampai lupa kalau punya istri?" sindirnya.
Daniel menghela napas panjang. “Banyak kerjaan, Mah. Lagian kan masih ada Mama yang nemenin Ceira.”
Gina mendengus pelan. "Tapi bagaimana pun kamu itu suaminya, Daniel."
Sementara itu, Ceira sama sekali tidak peduli dengan perdebatan antara ibu dan anak itu. Dia masih fokus menikmati cheesecake-nya, benar-benar menikmati setiap gigitan. Seakan tidak terjadi apa-apa dalam hidupnya.
Daniel melirik Ceira sekilas, lalu duduk di sampingnya. Gadis itu belum sadar bahwa suaminya kini duduk di sebelahnya, hingga beberapa detik kemudian dia menoleh dan terkejut.
"Eh, kamu!" katanya riang. “Mau gak? Ini enak loh, tadi dibawain sama Mama. Kamu harus coba.”
Sebelum Daniel bisa menolak, Ceira langsung menyuapkan sesendok cheesecake ke mulutnya. Daniel sedikit terkejut dan tidak sempat menghindar. Krim keju yang lembut menyentuh bibirnya, sedikit belepotan di sudut mulutnya.
Gina tertawa geli melihat putranya yang biasanya dingin dan berwibawa kini diperlakukan seperti anak kecil oleh Ceira.
“Nah, enak kan?” Ceira bertanya dengan mata berbinar.
Daniel mengunyah pelan, lalu mengangguk sambil mengambil tisu dan mengelap sudut bibirnya. “Lumayan,” jawabnya singkat.
Dalam hati, dia mengakui kalau Ceira memang lucu ketika sedang seperti ini. Seolah dia sudah melupakan kejadian di apartemen beberapa hari lalu. Baguslah, pikir Daniel.
Ceira melanjutkan makannya dengan penuh semangat, sementara Gina mulai menanyakan berbagai hal pada putranya.
Namun, Daniel tidak menjawab semua pertanyaan ibunya dengan serius. Pikirannya sedang dipenuhi oleh sesuatu yang lain. Tentang wanita di rumah sakit. Tentang rahasia yang selama ini terkubur.
Saat itu, ponselnya bergetar di saku. Sebuah pesan masuk.
“Wanita itu ingin bertemu lagi." Pesan itu dikirim kan oleh asisten pribadinya.
Daniel menghela napas panjang.
Dia harus segera menyelesaikan ini sebelum semuanya berantakan.
...----------------...
Daniel duduk di bangku taman, membiarkan angin malam yang sejuk menerpa wajahnya. Langit di atasnya begitu luas, dihiasi bintang-bintang yang bertaburan, seolah menawarkan ketenangan yang selama ini sulit ia dapatkan.
Di saat seperti ini, Daniel bisa berpura-pura bahwa hidupnya tidak serumit yang sebenarnya. Bisa berpura-pura bahwa dia hanyalah seorang pria biasa yang menikmati malam tanpa beban.
Sayangnya, kenyataan tidak sesederhana itu.
Langkah kaki halus terdengar mendekat, lalu seseorang duduk di sampingnya. Gina.
Ibunya tidak langsung bicara. Dia hanya duduk di sana, menatap putranya yang masih menatap ke arah langit.
Daniel tahu, ibunya tidak datang ke sini hanya untuk menikmati pemandangan malam.
Keheningan mereka bertahan beberapa saat sebelum akhirnya Gina membuka suara, suaranya tenang namun penuh makna.
"Dia sudah sadar?"
Daniel sedikit terkejut. Ia tidak pernah menceritakan ini kepada Gina. Namun, dia tidak naif—keluarganya punya banyak mata-mata. Jika Gina tahu, pasti ada seseorang yang memberitahunya.
Dia tidak menjawab, hanya menghela napas panjang.
Gina mengamati putranya dalam diam. Dia tahu Daniel adalah pria yang kuat, yang selalu berusaha menyelesaikan segala sesuatu sendiri. Tapi sebagai seorang ibu, dia juga bisa melihat betapa lelah anaknya itu.
"Mama sebenarnya gak mau ikut campur dalam urusan kamu. Tapi kalau sampai hal itu membahayakan Ceira, mama akan turun tangan. Mama gak mau Ceira kenapa-kenapa."
Daniel terdiam. Rahangnya mengatup rapat.
"Mah...," lirihnya, seolah tidak tahu harus berkata apa.
Gina tersenyum tipis. "Kamu tahu, Daniel, tidak semua masalah harus kamu tanggung sendirian. Kadang, berbagi beban itu tidak membuatmu lemah. Justru, itu menunjukkan bahwa kamu cukup bijak untuk tidak membiarkan dirimu hancur sendirian."
Daniel masih tidak menjawab. Dia hanya menatap lurus ke depan, tetapi hatinya sedikit bergetar.
"Ceira itu gadis yang baik," lanjut Gina. "Dia memang masih muda, sifatnya masih kekanak-kanakan, tapi mama tau dia punya hati yang tulus. Mama gak mau dia tersakiti karena sesuatu yang dia bahkan gak tahu apa-apa."
Daniel menundukkan kepalanya.
"Saran mama, kalau memang ada sesuatu yang harus kamu selesaikan, selesaikanlah dengan benar," Gina menepuk lembut bahu putranya. "Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari, Nak."
Daniel memejamkan matanya sesaat, menarik napas dalam. Malam ini, di hadapan ibunya, dia tidak perlu berpura-pura tegar.
"Ma, kalau aku bilang aku gak tahu harus gimana?" tanyanya pelan.
Gina tersenyum, matanya penuh kasih sayang. "Kamu anak mama. Kamu pasti tahu harus gimana. Kamu cuma butuh keberanian untuk menghadapinya. Mama percaya sama kamu."
Daniel menatap ibunya lama, sebelum akhirnya kembali menatap bintang di langit.
Mungkin, Gina benar.
Mungkin, dia hanya perlu keberanian.
"Makasih mah."
Gina mengangguk sambil tersenyum lembut.
"Aku boleh minta sesuatu gak?"
"Apa sayang?"
"Tolong jaga Ceira di saat aku gak ada di sisi nya."
Bersambung.......
maka nya aku baru baca prolog nya
oh ya kak jangan lupa baca novel aju judul nya Istri kecil tuan mafia