Gagal menikah dengan calon tunangannya tidak membuatnya putus asa dan tetap kuat menghadapi kenyataan.
Kegagalan pertunangannya disebabkan karena calon suaminya ternyata hanya memanfaatkan kebaikannya dan menganggap Erina sebagai wanita perawan tua yang tidak mungkin bisa hamil.
Tetapi suatu kejadian tak terduga membuatnya harus menikahi pemuda yang berusia 19 tahun.
Akankah Erina mampu hidup bahagia dengan pria yang lebih muda darinya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18
Erina dan Arshaka tersenyum canggung karena kedapatan sedang berciu*man.
Pak Jarwo menatap mencemooh ke arah Shaka, “Astaghfirullah aladzim Shaka apa kamu sudah tidak punya rumah sampai-sampai melakukannya di tempat seperti ini!?” sarkas Pak Jarwo suaminya ibu Jamila.
“Pak Jarwo sewot amat Pak, kayak bapak tidak pernah menjadi pengantin baru saja,” balasnya Adit sambil memperbaiki letak sarungnya yang melintang di tubuhnya.
“Iya nih Pak Jarwo lemes amat itu mulut. Apa bapak tidak pernah diposisinya Nak Arshaka jadi pengantin baru? Wajarlah mereka berbuat seperti itu lagian mereka sepasang suami istri, hanya saja mereka berdua melupakan tempat yang seharusnya mereka pakai untuk berciuman,” sanggah Pak Joko sambil terkekeh melihat kedua pasutri itu.
Erina memegangi tangannya Arshaka karena dia cemas kalau suaminya sampai marah mengingat usia Arshaka yang terbilang masih sangat muda.
“Gue enggak apa-apa santai saja istriku,” cicitnya Arshaka.
Arshaka menatap Erina sambil tersenyum seolah memberikan kode kalau dia baik-baik saja.
“Alhamdulillah kalau suamiku tidak esmosi karena ucapan pedes mereka,” balasnya yang berbisik pula.
Pak Jarwo melotot melihat Arshaka yang tidak terprovokasi oleh hinaannya, “Mau dia sudah menikah atau belum apa yang mereka lakukan sudah tidak sesuai dengan norma-norma sosial di kampung kita. Ini sudah tidak benar dan tidak boleh ditoleransi!” Tegasnya Pak Jarwo yang menatap nyalang ke arah Arshaka.
“Maafkan saya Pak Jarwo dan bapak-bapak saya terbawa suasana syahdu malam ini sehingga kami berciuman di tempat rondanya bapak-bapak. Insha Allah saya berjanji hal seperti ini tidak akan pernah terjadi dan terulang kedua kalinya,” ucapnya Shaka yang menyesali kekhilafannya.
“Maaf kami sudah membuat bapak-bapak terganggu dengan keromantisan kami ini, saya dengan suamiku berjanji tidak akan melakukannya di tempat umum seperti ini!”
Erina menundukkan kepalanya karena tidak enak hati kepada masyarakat yang melihatnya.
“Ada-ada saja anak muda jaman now! Mereka kayaknya mencari suasana baru dan sedikit menantang sehingga mereka memilih tempat ini,” celetuk pak Sopo geleng-geleng kepala.
“Kita tidak boleh memaklumi apapun yang warga kita perbuat! Siapapun itu pantas mendapatkan sanksi sosial yang tegas meskipun Arshaka adalah cucunya Tuan Tanah Pak Umar Jauhari,” ujarnya Pak Jarwo.
Pak Jarwo bersikeras dengan pendiriannya yang tidak terima dengan keputusan bapak-bapak lainya yang menganggap apa yang diperbuat oleh kedua pasangan suami istri adalah hal lumrah sehingga tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Astaganaga! Pak Jarwo kami akan mempermasalahkan apa yang mereka telah perbuat kalau mereka adalah pasangan mesum bukan suami istri! Kira-kira hukuman apa yang patut dan pantes kita berikan kepada mereka yang halal melakukan ciuman!?” bantah Adit.
Adit sedikit meninggikan volume suaranya karena terheran-heran melihat sikapnya pak Jarwo.
“Apa karena bapak punya dendam pribadi sehingga selalu sentimen kepada semua anggota keluarganya Pak Raffi yah?” tuduh Pak Joko yang to the points.
Pak Jarwo menunjuk-nunjuk wajahnya Erina bergantian dengan Arshaka. Semua orang kebingungan dengan sikap pak Jarwo yang akhir-akhir ini sering julid, kasar, dan keras kepala dari calon bibit kepala desa ditujukan kepada keluarganya pak Raffi.
Erina dan Arshaka malah semakin berpelukan erat dan memperlihatkan kemesraannya di hadapan pak Jarwo tanpa takut atau gentar sedikitpun. Arshaka terkadang memainkan hidung bangirnya Erina begitupun juga dengan Erina yang sesekali menyentuh bibirnya Arshaka yang memerah karena tak pernah me*rokok. Sehingga pak Jarwo semakin naik pitam.
Pak Jarwo berdecih, “Mentang-mentang dia anak orang kaya dan menantunya pak Raffi pemilik ribuan hektar are sawah dan ladang,” cibirnya Pak Jarwo yang menatap nyalang Erina.
Semua orang semakin dibuat kebingungan dengan sikapnya Pak Jarwo.
Pak Jarwo menunjuk ke wajahnya Erina yang santai saja tidak termakan omongan julid Pak Jarwo.
“Kau Erina, sebagai seorang aparatur negara seharusnya memberikan contoh yang baik, tapi kenapa malah melakukan tindakan asusila! Jadi, lantas kita harus menganggap ini hal lumrah!?” bentak Pak Jarwo
Semua orang kembali dibuat geleng-geleng kepala melihat sikap egois dan keras kepalanya pak Jarwo yang tetap ngotot ingin mempermasalahkan dan memperumit masalah sepele tersebut.
“Pak Jarwo berkat kebaikan dan ketulusan hatinya Pak Umar Jauhari yang jadi Tuan Tanah satu-satunya di desa Mekarjaya kita tercinta, sehingga tidak ada satupun masyarakat yang pernah mengalami kelaparan dan semua hidup dengan layak,” ujarnya Pak Sopo.
Erina yang mendengar nama pak Umar Jauhari disangkutkan dengan kesalahannya mendongak menatap ke arah pak Jarwo bergantian dengan suaminya. Terutama ketika mereka berbicara kalau Arshaka adalah cucu laki-laki satu-satunya pak Umar Jauhari.
“Maksudnya Pak Umar Jauhari Tuan Tanah itu kakeknya Arshaka?” Tanyanya Erina yang bingung sekaligus tidak percaya.
Arshaka menepuk keningnya,” ketahuan juga akhirnya,” batinnya Arshaka.
Pak Sopo memperbaiki pecinya sebelum menjawab pertanyaan Erina, “Benar sekali Bu Polwan, Nak Arshaka adalah cucu laki-laki tunggal Tuan Besar Pak Umar Jauhari pemilik semua sawah yang terbentang luas sepanjang mata memandang dan almarhum beliau lah yang memiliki hati seluas samudra yang rela membantu kami yang kesulitan tanpa pamrih,” jelas Pak Sopo.
“Bukan cuma sawah dan ladang tapi masih banyak usaha lainnya termasuk di ibu kota Jakarta juga ada beberapa cabang usaha pak Raffi yang dikelola oleh adik iparnya beliau namanya Pak Riswan,” jelas Pak Sopo yang tidak mau ketinggalan menjelaskan beberapa kekayaan keluarga pak Umar.
Pak Umar dan anaknya Tuan Tanah yang berhati mulia dan ringan tangan menolong orang yang kesulitan hidupnya. Kekayaan yang dimiliki mereka lantas tidak membuat mereka sombong dan tamak tidak seperti Pak Desa dan pak Jarwo sekeluarga.
“Kalau kami mau sebut dan jelaskan usaha dan kebaikan almarhum kakeknya suamimu Nak itu tidak akan habis diceritakan dalam sehari mungkin bakalan lama kayak buku yang berjilid-jilid banyaknya. Intinya Pak Raffi bapak mertuamu itu orang tajir,” jelas Adit.
Erina terkagum-kagum mengetahui kebaikan Kakek dan ayah mertuanya. Erina bangga Karena mereka orang kaya tapi tidak pernah sombong, ria dan bergaya hidup hedon meskipun mereka sangat mampu untuk melakukannya.
Di rumahnya saja semua orang hidup sederhana tidak berniat untuk membuang-buang uang dengan membeli barang-barang yang tidak penting dan tidak berguna untuk kehidupan mereka.
“Masya Allah berarti suami brondong gue bukan orang miskin ternyata anak sultan dan memilih hidup sederhana kayak dari kalangan rakyat biasa saja,” batinnya Erina yang terkagum-kagum dengan kebaikan Kakek mertuanya.
Arshaka memahami maksud dari tatapan istrinya,” Mas akan jelasin semuanya setelah Kita balik dari sini.”
Kaki Arshaka sedikit pegal dan kram karena sedari tadi berdiri layaknya pada saat upacara bendera.
“Bapak-bapak bolehkah saya dengan istri duduk? Sedari tadi kami berdiri, pegal ini kaki soalnya,” pintanya Shaka sambil memijit-mijit betisnya.
“Iya yah silahkan duduk Nak Shaka, kamu harus butuh banyak istirahat karena besok kalian akan mengadakan pesta rakyat,” ujarnya Pak Budi yang baru saja muncul.
“Masalah kecil dibesar-besarkan! Semoga saja Romi putranya dan Galih tidak bakalan bikin malu-maluin kampung kita nanti,” sindir Adit.
“Sepertinya pembicaraan ini sudah selesai, silahkan pulang untuk istirahat Nak Shaka, Bu Erina,” titahnya Pak Budi.
Shaka tersenyum smirk, “Semoga putra Pak Jarwo tidak mencontoh apa yang saya dan istri perbuat!” ejek Arshaka kemudian meninggalkan tempat tersebut dengan menggandeng tangannya Erina.
Erina berhenti sejenak di depannya Pak Jarwo,” “Kalau anak bapak berbuat diluar batas dan ketahuan oleh warga kampung! Saya orang pertama yang akan mengadili anak bapak seadil-adilnya!”
Semua orang bubar barisan setelah pasangan pengantin baru itu meninggalkan balai-balai kecil tersebut.
Adit dan Sopo saling sikut ketika melihat kepergian pak Jarwo,” Kamu kan pernah melihat putranya si Romi berboncengan dengan perempuan yang tidak kamu ketahui masuk ke salah satu hotel, kita tunggu saja bakal kebongkar itu sifat bobroknya Romi dan saya adalah orang yang pertama yang akan menjatuhkan hukuman yang berat kepadanya!”
“Saya juga sangat kesal melihat sikapnya yang terlalu sombong dan tidak pernah bersikap baik kepada masyarakat. Anehnya selalu saja menjatuhkan pak Raffi. Tetapi, saya heran sepertinya dia pro kepada Pak desa bakil kita karena akhir-akhir ini mereka selalu sering jalan bersama,” jelasnya Adit.
“Apa kalian lupa kalau tidak lama lagi akan diadakan pemilihan kepala desa kayaknya dia ingin mencari dukungan agar dia yang bisa menggantikan Pak CcccccccC,” terka Pak Joko.
“Kalau aku mah mendingin pilih anaknya Pak Adnan Muhammad namanya Nak Ehsan Khalil Muhammad dia sarjana lulusan S2 dari ibu kota Jakarta dan berprestasi, anaknya juga baik dan santun serta rajin berbagi juga, bukannya orang-orang seperti itu yang layak jadi pemimpin?” Jelasnya Adit.
“Saya juga pasti akan memilih Nak Ehsan menjadi calon kepala desa periode selanjutnya, karena kita mengharapkan pemimpin yang amanah dan pintar agar desa kita ini semakin maju dan sejahtera,” ucap Pak Sopo.
“Setuju, kalau perlu saya akan menjadi tim sukses dari Ehsan,” Adit ikut menambahkan.
Erina dan Shaka berjalan sambil bergandengan tangan dan menyaksikan indahnya bulan purnama. Keduanya sudah melupakan apa yang barusan terjadi kepada mereka.
Bahkan mereka tidak mempermasalahkan dan memusingkan ucapan-ucapan kasar yang bernada tuduhan dan hinaan dari Pak Jarwo.
Erina tiba-tiba menghentikan langkah kakinya karena tertarik melihat hewan yang bisa mengeluarkan cahaya dari tubuhnya.
“Mas, itu yang terbang berkelap-kelip di atas pohon namanya apa?” Tanyanya Erina sambil menunjuk ke arah atas pohon mangga yang berbuah lebat.
Erina melompat-lompat ingin menangkap hewan yang bisa memancarkan cahaya dari tubuhnya.
Arshaka tertawa melihat istrinya yang seperti anak kecil ingin menangkap kunang-kunang.
“Itu namanya hewan kunang-kunang, apa kamu belum pernah lihat hewan cantik itu?” Tanyanya Arshaka sambil menangkap seekor kunang-kunang agar Erina bisa melihat langsung hewan kecil itu.
“Aku belum pernah lihat Mas hewan ginian lagian kayaknya gak ada kunang-kunang deh di kota Jakarta,” Erina memegangi kunang-kunang yang berhasil ditangkap oleh Arshaka.
“Mas lucu, gemes dan indah banget. Aku suka lihatnya,” Erina menusuk-nusuk tubuh imut dan kecil sang kunang-kunang.
Keduanya berjongkok sambil memperhatikan kunang-kunangnya.
“Mas, kita lepaskan saja yah kasihan jangan sampai kunang-kunangnya mati lagi,” pintanya Erina.
Arshaka dan Erina berdiri kemudian melepaskan kunang-kunang ke udara.
“Selamat jalan kunang-kunang semoga kamu panjang umur dan bertelur banyak yah agar kelak anak-anakku bisa melihat kalian!” teriak Erina.
Arshaka memeluk tubuh tinggi semampai istrinya dibalik mukenah yang dipakainya.
“Kamu sudah siap hamil anakku?” Tanyanya Arshaka yang tangannya sudah menelusup masuk ke dalam mukenahnya Erina.
Erina mengangguk,” aku sudah siap kapanpun dipercaya oleh Allah SWT pasti Aku akan menyambutnya dengan bahagia.”
Tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi hampir saja menabrak keduanya. Untungnya Arshaka bergerak cepat dan menarik tangannya Erina.
“Aargh!” jerit Arshaka.
“Ahhh!” pekik Erina.
Keduanya melompat ke pinggir badan jalan untungnya tidak terjatuh ke dalam parit yang cukup dalam airnya.
Bruk!!
Brak!!
Suara hantaman benda keras menabrak sebuah pohon jati yang berjejer di sepanjang jalan tersebut.