Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Rama dan Pak Burhan kini duduk berhadapan dengan dokter tadi, wajah kedua nampak tak sabar menunggu penjelasan atas kondisi Syarin saat ini.
"Sepertinya Bu Syarin mengalami Amnesia Restrograde, ia mengalami gejala ini sepertinya ditimbulkan karena kurangnya asupan nutrisi yang diperoleh Bu Syarin selama ini."
"Apa ingatannya akan bisa kembali Dok?" Tanya Rama cemas.
"Tergantung kondisi pasien dan lingkungannya, kondisi ini bisa disembuhkan dengan merangsang kembali ingatan Bu Syarin dengan hal-hal yang membekas pada ingatannya, atau juga bisa dilakukan dengan menjalani terapi."
"Apa biayanya mahal Dok?" Tanya Pak Burhan polos.
"Biayanya cukup variatif, tergantung psikiater yang menangani." dokter itu mengulas senyum.
"Bapak gak usah memikirkan soal biaya, semuanya saya yang tanggung karena saya masih berstatus Suaminya Syarin." Rama menoleh ke arah Pak Burhan.
"Kamu cuma suami kontraknya aja, status kalian akan berakhir setelah dua tahun, sekarang gak perlu waktu dua tahun untuk mengakhiri hubungan kalian, saya akan membawa Syarin pulang dan memutus kontrak yang kalian lakukan sekarang juga, saya akan membayar semua uang yang sudah kamu keluarkan untuk membiayai pengobatan saya meski harus menyicilnya seumur hidup saya." Ucap Pak Burhan tegas.
"Dari mana Bapak tau semua perjanjian saya dengan Syarin?" Rama menautkan kedua alisnya.
"Pak Bram sudah menjelaskan semuanya pada saya, saya sudah salah karena membiarkan Syarin tersiksa dirumah besar itu." ujung mata Pak Burhan kini mulai mengeluarkan bulir bening.
"Rupanya Papi dalang dibalik semua ini, lihat saja apa yang akan aku lakukan karena Papi sudah mengusik kehidupan pribadiku." tangan Rama tekepal erat.
"Kalau begitu saya akan membawa Syarin pulang sekarang juga, saya akan melakukan perawatan Syarin dirumah berapapun biayanya." Rama segera bangkit dari duduknya lalu meninggalkan Pak Burhan yang masih termangu disana.
"Tunggu dulu, kamu mau membawa Syarin pulang kemana?" Pak Burhan kini ikut bangkit sesaat setelah tersadar.
"Kerumah ku, Bapak gak berhak memutus hubungan kami begitu saja karena meskipun kami melakukan pernikahan kontrak, status kami sah dimata hukum dan agama." Rama terus berjalan tanpa menoleh.
Pak Burhan hanya bisa menghela napas kasar, karena yang diucapkan Rama ada benarnya.
Terlebih ia kini tak punya tempat tujuan untuk membawa pulang Syarin, karena selama ini ia juga tinggal disalah satu rumah milik Rama.
"Pergi, kenapa kalian balik lagi? Pergi sana." Syarin kembali memeluk selimut dengan satu tangannya melakukan gerakan mengusir.
"Kita pulang kerumah sekarang juga" jawab Rama datar.
"Pulang? Pulang kerumah siapa? Aku mau pulang kerumah kedua orang tuaku, tolong jangan sakiti aku, aku cuma anak orang miskin yang gak punya apa-apa, aku hanya punya kedua orang tuaku yang kini sedang menungguku dirumah." tolak Syarin dengan tatapan mengiba.
"Kamu nurut sama Bapak ya, ini Bapak Nak, Pak Burhan, Bapak kamu, kamu gak akan dimarahi karena nalai rapormu yang merah, justru Ibu akan marah kalau kamu gak pulang kerumah." Mau tak mau Pak Burhan harus berkerja sama dengan Rama untuk memulihkan kembali ingatan Syarin.
"Beneran ini Bapak? Kenapa Bapak jadi tiba-tiba jadi tua gini, apa yang sudah mereka lakukan sama Bapak?" Syarin masih mengira kalau dirinya sedang diculik.
"Bapak emang sudah tua sekarang, dan kamu juga sudah dewasa saat ini, usia kamu kini sudah 25 tahun dan itu benar Suami kamu, kalian baru menikah beberapa bulan ini." Pak Burhan menaruh kedua tangannya dipipi Syarin dengan terus menatapnya lekat.
Air mata Syarin kini mulai luruh, ia tau betul seperti apa tatapan Ayahnya itu, ia yakin kalau orang dihadapannya ini benar Ayahnya.
"Syarin kangen banget sama Bapak, andai Bapak tau kehidupanku selama ini." Syarin segera berhambur memeluk Ayahnya, apa yang selama ini terpendam dalam hatinya keluar begitu saja.
"Bapak tau Nak, Bapak sudah tau semuanya, maafin Bapak ya karena sudah menyusahkan hidup kamu selama ini." Pak Burhan mengusap lembut punggung Syarin.
"Syarin sayang banget sama Bapak, jangan tinggalin Syarin lagi ya Pak, Syarin takut kalau harus tinggal berdua sama Om itu." Syarin semakin mengeratkan pelukannya.
"Baiklah, Bapak kamu akan tinggal bersama kita mulai sekarang." Rama menyela obrolan dua orang yang kini sedang bersedih.
*****
Mobil yang mereka tumpangi kini sudah terparkir didepan sebuah rumah mewah, setelah tadi melewati sebuah gerbang yang kokoh dan tak kalah mewah.
Syarin kembali berdecak kagum melihat rumah yang selama ini ia tinggali bersama Rama, dan ia merasa cukup familiar dengan rumah ini.
"Jadi kita selama ini tinggal disini Pak?" Syarin mengedarkan pandangannya menatap sekeliling.
"Enggak, cuma kamu sama Nak Rama yang tinggal disini, Bapak tinggal disalah satu rumah milik Nak Rama juga." jelas Pak Burhan pelan, ia tak ingin memaksa Syarin untuk segera mengingat semuanya.
"Kenapa dia tega sekali misahin kita sih?" jawab Syarin ketus, membuat Rama sedikit mendelikan matanya.
"Bapak yang meminta itu sama Nak Rama, karena Bapak gak mau menggangu privasi kalian." Pak Burhan mengulas senyum lalu mengusap bahu Syarin.
"Tuh denger!!" Rama seolah merasa puas dengan jawaban Pak Burhan. Sementara Syarin hanya mendelik malas.
"Jadi selama ini kalian tidur terpisah?" Tanya Pak Burhan saat Rama mengantar Syarin ke kamar yang berbeda.
"Iya, awalnya kami gak mau terikat oleh seorang anak saat kontrak pernikahan kami habis, tapi sekarang aku berubah pikiran, aku akan sungguh-sungguh mencintai Syarin." Rama dan Pak Burhan mengobrol dibelakang Syarin yang kini sedang loncat-loncat diatas ranjang.
"Pak sini Pak, kasurnya empuk loh." Syarin melambaikan tangannya pada Pak Burhan.
"Kalau Bapakmu ikut naik kasurnya bisa jebol nanti." jawab Rama sambil tertawa kecil.
Hal itu berhasil membuat Syarin menghentikan aksi melompatnya.
Ia menatap Rama lekat seolah sedang mengingat kapan ia pernah melihat senyum itu.
"Kenapa? Udah mulai ingat aku sekarang?" Rama menaikan sebelah alisnya.
"Cuma ingat senyumnya aja." jawab Syarin yang kini duduk ditepi ranjang.
"Mau aku bantu ingatkan lebih banyak?" Kali ini Rama ikut duduk disamping Syarin.
"Boleh." Syarin mengangguk lirih.
Tak dapat dipungkiri kalau Syarin cukup mengagumi pria dihadapannya ini, meski dimatanya ia terlihat lebih tua tapi tetap tak menghilangkan pesona ketampanannya.
Membuat dia semakin merasa tak percaya kalau ia mau menikahi wanita miskin seperti dirinya.
"Ayo ikut aku." Rama meraih tangan Syarin pelan lalu mengajaknya keruangan semacam bioskop kecil dirumah itu.
Rama mengulas senyum tipis dihadapan Pak Burhan seolah meminta ijin darinya dan dibalas dengan anggukan lirih.
Setibanya diruangan itu Rama menayangkan video acara pernikahan mereka, video berdurasi 30 menit itu berhasil membuat mata Syarin seketika berkaca-kaca.
Ia tak menyangka kalau benar dirinya dinikahi oleh seorang pria kaya raya dengan pesta pernikahan yang sangat mewah.
"Kenapa video itu gak menayangkan proses pernikahan kita sampai selesai?" Syarin bertanya sambil menyeka ujung matanya.
"Karena ada sedikit insiden disana, yang membuat kita gak bisa melangsukan pernikahan sampai selesai." Rama menjawab dengan hati-hati.
"Insiden apa emangnya?" Syarin menatap Rama lekat seolah menunggu jawaban.
"Nanti aku jelaskan pelan-pelan ya, tunggu sampai kondisi kamu benar-benar lebih baik, aku takut akan mempengaruhi kondisi kamu kalau terus memaksa kamu untuk mengingat semuanya dengan cepat." Rama mengulas senyum tipis.
"Hmm baiklah kalau gitu, setidaknya sekarang aku sudah yakin kalau kalian bukan sindikat ilegal yang sedang menculikku." Syarin kembali menyandarkan tubuhnya dikursi.
"Kenapa aku sama sekali gak terlihat bahagia disana? Apa kita menikah karena terpaksa?" Ekspresi Syarin berubah murung saat video itu kembali terulang.
"Kamu tau sendirikan kalau kamu gak suka tempat yang ramai dan pakaian seperti itu, mungkin kamu cuma merasa gak nyaman aja, bukan gak bahagia." jawab Rama gelagapan mencoba menyembunyikan fakta yang sebenarnya.
"Iya sih, aku emang gak suka hal seperti itu, terus gimana kita bisa ketemu?" Syarin kembali menoleh dan menatap Rama lekat.
Kali ini Rama benar-benar kehilangan kata-kata.
*************
*************