Ayla tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah karena sebuah kalung tua yang dilihatnya di etalase toko barang antik di ujung kota. Kalung itu berpendar samar, seolah memancarkan sinar dari dalam. Mata Ayla tertarik pada kilauannya, dan tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya ke kaca etalase, tangannya terulur dengan jari-jari menyentuh permukaan kaca yang dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Worldnamic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Pertaruhan Cinta
Malam telah tiba dengan tenang di Eradel, tetapi ketegangan yang menanti di luar sana terus membayangi setiap langkah Ayla. Dengan ancaman Noir yang semakin dekat, Ayla tahu bahwa dirinya tidak bisa terus berlarut-larut dalam kebingungannya. Namun, perasaan di dalam hatinya tidak semudah itu disingkirkan. Di satu sisi, ada Kael, yang selalu mendampinginya dengan penuh pengertian dan ketulusan. Di sisi lain, ada Arlen, yang meskipun misterius, memikat hatinya dengan cara yang tidak bisa ia jelaskan.
Di ruang latihan, Ayla berdiri di hadapan Kael dan Arlen. Keduanya menatapnya dengan harapan yang tak terucapkan, namun Ayla tahu bahwa mereka masing-masing memiliki perasaan yang dalam terhadap dirinya. Saat ini, lebih dari segalanya, ia harus mengatasi kekhawatiran yang lebih besar: melawan Noir dan ancaman yang mengancam dunia mereka. Namun, perasaan ini—perasaan cinta, keinginan, dan keraguan—terus mengusik pikirannya.
“Ayla,” suara Kael memecah keheningan. “Kita tahu ini tidak mudah. Tetapi percayalah, apapun yang terjadi, kita akan menghadapinya bersama. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu.”
Ayla menatap Kael, hatinya terasa semakin berat. Ia merasa begitu banyak cinta yang diberikan Kael, namun ia tidak tahu apakah ia bisa memberikan semuanya kembali. Sesuatu dalam dirinya berkata bahwa ia lebih memilih kedamaian dan kestabilan yang diberikan Kael, tetapi di sisi lain, Arlen juga menawarkan dunia baru yang penuh petualangan dan tantangan yang menggugahnya.
Arlen melangkah maju, mata peraknya berkilauan dengan keyakinan yang mendalam. “Ayla,” ujarnya dengan lembut, “aku tahu kau ragu. Aku tahu hati dan pikiranmu sedang terbagi. Tapi yang penting, kau harus mengikuti apa yang membuat hatimu benar-benar hidup. Keputusan itu ada padamu.”
Ayla menggigit bibirnya, merasa terperangkap dalam perasaan yang sangat kuat. Tidak ada jawaban yang mudah, dan ia tahu bahwa apapun keputusan yang diambilnya, akan ada konsekuensi besar.
“Tidak ada yang bisa mengubah kenyataan ini,” Ayla mulai dengan suara pelan, “Kita akan melawan Noir bersama, itu yang harus kita lakukan. Tetapi... hatiku tidak bisa berhenti merasakan sesuatu yang lebih dalam, antara kalian berdua.”
Kael mendekat, matanya lembut namun penuh tekad. “Ayla, apapun yang terjadi, aku akan mendukungmu. Cintaku untukmu tidak akan berubah. Ini bukan tentang aku atau Arlen. Ini tentang kita semua, dan tentang dunia yang harus kita lindungi.”
Arlen menatap Ayla dengan intens, seakan mencoba menembus lapisan-lapisan keraguannya. “Kadang-kadang, kita harus memaksa diri untuk memilih, Ayla. Bahkan jika itu terasa sulit. Jangan biarkan ketakutan menguasai keputusanmu.”
Ayla menundukkan kepala, berpikir keras. Keputusan ini, lebih dari apapun, adalah sebuah pertaruhan. Apakah ia akan terus bersama Kael yang sudah dikenalnya sejak awal, atau ia akan mengambil langkah ke dalam dunia baru yang ditawarkan Arlen? Keduanya memiliki perasaan yang tulus padanya, tetapi Ayla tahu, ia tidak bisa memiliki keduanya.
Dalam heningnya malam, Ayla merasa seperti harus membuat pilihan yang akan menentukan masa depannya. Tidak hanya dalam hal cinta, tetapi juga dalam melawan ancaman yang semakin nyata. Namun, ia tahu satu hal: apapun yang terjadi, ia harus tetap kuat. Tidak ada ruang untuk keraguan jika dunia ini akan diselamatkan.
“Kael, Arlen,” Ayla akhirnya berbicara dengan suara yang penuh keputusan, “Aku akan memilih jalanku sendiri. Aku akan melawan Noir, dan aku akan melindungi mereka yang aku cintai. Tetapi untuk perasaan ini... aku butuh waktu.”
Keduanya terdiam, memandang Ayla dengan perasaan yang sulit dibaca. Namun, mereka tahu, seperti yang Ayla katakan, perasaan itu adalah sesuatu yang harus ditemui dalam waktu yang tepat.
Malam itu, ketiganya berdiri bersama di balkon istana, menatap langit yang kelam. Meskipun mereka berada dalam ketegangan yang besar, mereka tahu bahwa apapun yang akan datang, mereka akan menghadapinya bersama. Dengan cinta, dengan tekad, dan dengan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Malam semakin larut, namun Ayla merasa hatinya tidak pernah sepenuhnya tenang. Ketiganya masih berdiri di balkon, diselimuti oleh ketegangan yang tak terucapkan. Kael berdiri di sampingnya, namun tak sedikit pun melepas pandangannya dari Ayla. Arlen, dengan matanya yang berkilau perak, tetap diam di ujung balkon, memberi ruang tanpa menghapus ketegasan di dalam dirinya.
Ayla merasakan kedua hati itu berdebar, saling mengikat dalam ruang yang penuh dengan keraguan dan harapan. Ketika Arlen akhirnya mendekat, suaranya terdengar lebih dalam, lebih penuh dengan makna.
“Ayla,” katanya pelan, “aku tahu perasaanmu. Tidak mudah memilih, apalagi dalam situasi seperti ini. Tapi percayalah, apa yang aku tawarkan bukan hanya sekadar cinta—aku ingin memberi dunia baru untukmu, tempat di mana kau tidak perlu memilih antara apa yang ada sekarang dan apa yang bisa kita capai bersama.”
Ayla menatap Arlen, matanya bertemu dengan mata peraknya yang berkilau, seakan mencoba menyampaikan banyak hal yang tidak terucapkan. Setiap kata yang keluar dari Arlen seperti magnet yang menariknya lebih dalam ke dalam perasaan yang baru tumbuh—sebuah perasaan yang penuh dengan gairah dan petualangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Namun, ketika ia menoleh ke Kael, hatinya terasa lebih berat. Kael selalu ada di sana, memberikan perlindungan dan rasa aman yang Ayla rasakan sejak pertama kali bertemu dengannya. Ada kenyamanan dalam kesederhanaan cintanya—tanpa drama, tanpa paksaan. Kael selalu tahu bagaimana membuat Ayla merasa dihargai, seolah dunia ini hanya milik mereka berdua.
Kael menatapnya dengan lembut, meskipun ada kecemasan yang jelas di matanya. “Ayla,” suara Kael kali ini penuh dengan ketulusan, “jika hatimu belum siap untuk memilih, aku akan menunggu. Apa pun keputusanmu, aku akan selalu ada di sisimu. Tidak ada tekanan, hanya cinta.”
Ayla menarik napas dalam, mencoba menenangkan gejolak yang ada di dalam dirinya. Dua pria ini—keduanya memiliki tempat yang begitu besar di hatinya, tetapi Ayla tahu bahwa jalan yang ia pilih tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga dunia di sekelilingnya.
“Arlen, Kael...” Ayla memulai dengan suara yang serak, “Aku ingin kalian tahu bahwa apapun yang terjadi, aku menghargai apa yang kalian berikan kepadaku. Tapi, aku butuh waktu. Waktu untuk menemukan diriku sendiri di tengah semua ini.”
Arlen mengangguk dengan penuh pengertian. “Aku mengerti, Ayla. Keputusanmu bukanlah keputusan yang mudah. Tapi, ketika waktunya tiba, aku ingin kau tahu bahwa aku ada untukmu.”
Kael mendekat, menatap Ayla dengan tatapan penuh kasih. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana, Ayla. Aku di sini. Jangan khawatir.”
Malam itu, meskipun ada ketegangan yang tersisa, Ayla merasa sedikit lebih lega. Ia tidak perlu buru-buru membuat keputusan yang akan menentukan masa depannya. Setiap langkah yang diambilnya ke depan akan menjadi bagian dari perjalanan panjang mereka. Dengan Kael yang memberikan cinta tanpa syarat dan Arlen yang menawarkan dunia yang baru, Ayla merasa bahwa perjalanan ini—meski penuh dengan ketidakpastian—akan mengarah pada pemahaman diri yang lebih dalam.
Namun, satu hal yang pasti, ancaman Noir masih terus mengintai. Dan tak peduli pilihan yang akan dibuat Ayla, pertarungan untuk dunia mereka baru saja dimulai.
Dengan tekad yang baru, Ayla menatap langit malam yang penuh bintang. “Aku tidak akan mundur. Tidak sekarang.”
Kael dan Arlen berdiri di sampingnya, masing-masing dengan harapan dan tekad yang tak terucapkan. Mereka tahu bahwa apapun yang akan datang, mereka akan menghadapi ancaman itu bersama.