Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.
Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan Yang Dibuat
Jalan-jalan mulai sedikit renggang, perjalanan mereka terasa lebih cepat dan lebih nyaman. Hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang tak seperti saat pagi ataupun sore yang mana pegawai kantoran ataupun yang bekerja pergi maupun pulang.
Suara deru mesin mobil berhenti tepat di pelantaran rumah. Pemilik mobil itu keluar dari dalam mobil mereka dan juga mereka disambut beberapa orang yang mendekati mereka.
"Selamat datang Tuan, Nona." ujar keempat Maid itu memberi salam dan hormat.
"Kalian berdua antar kedua tamu kita keruang tamu dan layani mereka." perintah Salman. "Dan kalian berdua, tolong bawa Nirmala ke kamarnya dan kalau bisa panggil dokter untuk mengecek keadaannya, jangan lupa ganti juga bajunya."
"Kak, aku kembali lagi ke Akademi, salam buat Mama aja." ujar Luna, lalu melajukan mobilnya.
Jimy dan Mamanya sudah diantarkan keruang tamu oleh kedua Maid tadi. Mereka tak tahu, mereka dibawa kerumah siapa dam kenapa mereka dibawa kerumah yang begitu megah itu. Sedangkan itu, Salman sedang memasukan mobilnya ke garasi, Nirmala masih tertidur di kamarnya ditemani kedua Maidnya sambil menunggu dokter pribadi datang ke kediaman itu. Aini pergi ke kamarnya, mengganti seragamnya ke pakaian santai.
Jimy dan Talita masih menunggu dengan gusar diruangan tamu itu. Kedua Maid yang mengantar dia tadi sekarang tidak ada disana lagi, meninggalkan mereka berdua.
"Mira, siapa yang datang?" tanya Nini ke Maidnya saat dia lewat di dekat Nini yang tengah duduk santai di taman belakang.
"Iya, Yang Mulia, yang datang itu ..."
"Saya yang datang Ma." ujar Salman memotong ucapan Maid itu.
"Oh kamu Man, ada apa?"
Salman menceritakan maksud dari kedatangannya itu ke Nini. Di lain tempat, Nirmala masih tertidur pulas, sedangkan Aini yang sudah berganti pakaiannya segera menemui Jimy dan Mamanya yang sudah menunggu diruang tamu.
Aini memasuki ruangan Jimy dan Talita menunggu, gaun yang dipakai Aini menambah kecantikannya. Aini berjalan dengan seorang Maid yang membawa troli berisi minuman dan cemilan saat Aini mau keruang tamu.
Jimy dan Talita sungguh-sungguh tak percaya dengan apa yang saat ini dilihatnya, terlihat jelas kontras antara Aini dengan wanita yang ada disebelahnya, antara Aini yang disekolah dengan yang sekarang. Aini membantu menuangkan teh untuk Jimy dan Talita dengan begitu anggun sebagaimana wanita-wanita bangsawan melakukannya.
Sedangkan Maid tadi menyuguhkan beberapa potong kue diatas meja. Aini juga tidak lupa menuangkan dua gelas teh lagi dimeja. Salman yang tadi menemui Nini, kini mereka tepat berada didepan pintu ruangan tamu, dimana Jimy dan Talita menunggu, mereka berdua segera masuk keruangan itu.
"Kak Salman, Mama." Aini menyapa mereka dan juga dia sudah selesai menuangkan tehnya. Sementara itu Maid yang tadi bersama Aini masih menunduk memberi hormat sampai Salman dan Nini duduk bergabung dengan Jimy dan Talita.
Talita terus menatap kearah Nini saat mereka memasuki ruangan itu. Talita merasa tak asing dengan wajah Nini, dia seperti pernah melihatnya entah dimana.
"Aini, kamu juga duduk disini."
"Baik Ma." Aini mengikuti apa yang diperintahkan Nini.
"Silahkan diminum." tawar Nini ke mereka berdua. "Saya sudah mendengar sebagian ceritanya dari Salman, tapi saya ingin mendengar langsung dari kalian, jadi bisa kalian jelaskan ke saya." pinta Nini. "Oh maaf, saya belum memperkenalkan diri saya." sambung Nini saat melihat ekspresi Talita. "Saya Lucilia Veirnieq, Mamanya Aini dan juga neneknya Nirmala." ujar Nini mengenalkan dirinya.
"Saya Talita Adore dan dia putra saya Jimy Francois, maafkan saya, jika saya lancang, apa kita pernah bertemu sebelumnya Nyonya. Karena saya merasa tidak asing dengan anda." tutur Talita
Nini belum sempat menjawab apa yang ditanyakan Talita tadi ke dirinya, karena seorang Maid masuk dan mengganggu obrolan mereka dengan sopan.
"Maaf Nyonya, Tuan, Nona, saya mengganggu, saya mau memberi tahu kalau dokternya sudah datang." ujar Maid itu
"Dokter? Siapa yang sakit?" tanya Nini kebingungan.
"Maaf Ma, Salman belum bilang ke Mama, Salman manggil dokter untuk periksa kondisi Nirmala aja, Mama tidak perlu terlalu cemas ya, Ma."
"Kalau begitu Mama mau lihat Nirmala?"
"Mama sama Kak Salman disini saja, biar Aini saja yang antar dokternya, disini kita juga ada tamu, kan." saran Aini, setelah dia bilang begitu, Aini menghampiri Maid tadi dan mengajaknya pergi. "Ayo"
"Baik Nona. Saya permisi Nyonya, Tuan." ujar Maid itu.
Aini dan Maid itu meninggalkan ruangan tamu menemui dokter yang sedang menunggu didekat pintu masuk. Biasanya kita menemukan setelan jas putih panjang dengan stetoskop yang melingkar dileher, itu tanda kalau dia seorang dokter, namun dia hanya memakai stelan formal, kemeja biru lengan pendek, celana Levis hitam yang cukup ketat dilihat, dengan menenteng tas yang mirip seperti koper, dan juga rambut sebahu yang terurai dan cukup berantakan.
"Apakah anda sudah menunggu lama?" tutur Aini dari kejauhan saat menghampiri dokter itu.
"Tidak terlalu lama untuk dipermasalahkan." tuturnya membalas ucapan Aini. "Maaf sebelumnya, saya belum pernah melihat anda disini."
"Kita bicaranya sambil jalan saja, bagaimana?" tanya Aini, dokter itu mengiyakan. "Mari." lanjutnya.
Maid yang bersama Aini tadi membawakan tas dokter itu, dan berjalan dibelakang mereka berdua. Aini dan dokter itu melanjutkan obrolan mereka sembari menuju kamar Nirmala.
"Jadi, Nona ini ..." ujar dokter itu membuka pembicaraan mereka.
"Oh, maaf, saya belum memperkenalkan diri ya." ujar Aini sambil tersenyum mendengar ucapan dokter itu. "Saya Aini Andestia Horigh, panggil saja Aini."
"Oh Nona Aini, ya, berarti Nona ini anaknya nona Luna ya?" ujarnya.
Aini tersenyum lalu tertawa kecil mendengar ucapan dokter itu kalau dia anaknya Luna. Melihat Aini tertawa sesaat setelah dia bilang begitu membuat dirinya menjadi bingung, dia merasa kalau dia sudah salah bicara.
"Maaf, apa perkataan saya tadi ada yang salah." tanyanya bingung.
"Ah maaf." Aini menghentikan tawanya. "Dokter nggak salah kok, hanya saja, tadi saya membayangkan kalau kak Luna punya anak." tutur Aini. "Jadi, dokter nggak perlu cemas, saya tertawa karena khayalan saya sendiri." sambung Aini.
"Jadi Nona ini bukan anaknya nona Luna, apa mungkin ..."
Aini hanya memberikan senyumannya, "maaf, tapi bisakah dokter panggil Aini saja tidak perlu pakai nona." pinta Aini ke dokter itu.
"Tapi Nona Aini kan anaknya Yang Mulia, saya tidak berani memanggil nama saja, dan juga saya diperintahkan untuk tetap sopan dan hormat terhadap keluarga ini." jawabnya.
"Hemp, berarti berlaku juga untuk anda, kan, jadi saya hanya perlu memanggil anda dengan kata dokter setiap ingin memanggil, iya, kan."
"Jangan, sebaiknya Nona memanggil nama saya saja, tidak usah panggil saya dengan dokter setiap saat ingin memanggil atau apa pun." ucapnya panik.
"Kenapa, bukannya saya juga harus menghormati dokter?"
"Tapi Nona Aini, saya ..." dia tidak melanjutkan ucapannya, saat melihat ekspresi wajah Aini yang datar.
Maid yang mengikuti mereka dari belakang hanya tersenyum dan tertawa geli sendiri melihat tingkah panik dokter itu yang dibuat oleh Nona ya, dia dan Maid yang lainnya juga pernah merasakan sikap cerdiknya Aini ke mereka. Dokter itu memalingkan wajahnya kearah Maid itu, memasang wajah minta tolong, namun Maid itu hanya tersenyum dengan mengangkat bahunya.
"Lagian saya kan belum tahu nama dokter." sambung Aini.
Dokter itu langsung terdiam memasang wajah bengong nya, hal itu membuat Aini berhenti juga dan bertanya-tanya kenapa dokter itu terdiam.
"Maafkan saya Nona." ucapnya sambil membungkuk. "Saya tidak memberi tahu nama saya ke Nona Aini, malahan saya ..." dia menghentikan ucapannya.
Melihat hal yang dilakukan dokter muda itu, membuat Maid itu tertawa terbahak-bahak, tidak dapat menahannya lagi, Aini merasa kasihan kepada dokter itu yang masih tertunduk.
"Kak Nora, tidak baik ah menertawakan orang lain."
"Iya Nona, maaf saya salah." ujarnya, tapi masih tidak bisa menahan tawa.
"Dokter, anda tidak perlu membungkuk dan minta maaf ke saya, saya kan hanya belum tahu saja nama dokter." tutur Aini polos yang membuat dokter ini tak berdaya. "Nanti tolong jelaskan ya dokter, tentang dokter, yang jelas sekarang kita segera keruangan Nirmala, saya khawatir dengan keadaannya." ujar Aini.
Dokter itu lalu berdiri kemudian melanjutkan jalannya tanpa berbicara. Aini menatap Nora yang masih tertawa geli, dia memberi senyuman ke Nora dan Nora membalas dengan cengiran lebarnya. Mereka sampai di depan kamar Nirmala, saat dokter itu masuk, dia sungguh terkejut melihat Nirmala tertidur lelap di kasurnya yang ditemani Maidnya dengan setia, bagaikan kisah dongeng 'Sleeping Beauty'.
Nini merasa sangat khawatir saat tahu kalau dokter yang Salman panggil itu untuk memeriksa Nirmala, dia tahu kalau dia bisa tahu hasilnya nanti, dia harus menemani tamunya, namun kecemasannya tidak bisa disembunyikan.
"Salman, sebenarnya apa yang terjadi dengan Nirmala sampai dia harus diperiksa kondisinya? Jelaskan sama Mama."
"Mama, percaya sama Salman, kan? Mama nggak usah terlalu cemas, nanti Salman ceritakan ya, tidak enak kita dengan tamu kita, kan."
"Maaf ya, jika saya tadi bersikap seperti mengabaikan kalian." tutur Nini sambil merendahkan rasa khawatirnya.
"Iya, tidak apa." jawab Talita.
"Jadi, ada masalah apa ini?"
"Bisa Mama baca ini (memberikan selembar kertas ke Nini), maaf Ma, jika Salman baru memberitahu Mama tentang ini." ujar Salman.
Nini membaca apa yang ada didalam kertas yang Salman berikan ke dirinya. Dia benar-benar tidak mengerti akan maksud dari isi kertas itu.
"Apa maksudnya ini Salman? Mereka berdua melakukan taruhan seperti ini! kenapa kamu tidak melarangnya?"
"Ma, Salman sudah mencoba untuk melarangnya, tapi saat Salman tanya, Aini dan Nirmala bilang mereka menerima tantangan itu, dan siap dengan resikonya, itu sudah jadi keputusan pribadi mereka Ma."
"Nama kamu Jimy, kan, apa tujuan kamu menantang mereka berdua dengan taruhan yang sungguh menghina kaum wanita, apa kamu benar seorang pria." ujar Nini dibalut dengan emosi.
Jimy terdiam sejenak mendengar apa yang diucapkan Nini ke dirinya dengan begitu emosi. Jimy akhirnya mencoba untuk menjawab dengan sejujurnya kepada Nini tentang tujuan dari tantangan itu.
"Maaf kan saya Madame, sebenarnya saya tidak bermaksud untuk menantang mereka berdua, awalnya karena saya mendengar pembicaraan mereka dikelas kalau Nirmala itu mempunyai Memory Photography, jadi karena saya menyukai Nirmala dan ingin lebih tahu tentangnya, maka saya mendapat ide untuk untuk menantang Nirmala, tapi Aini tidak mau kalau hanya Nirmala, maka dia juga ikut dalam taruhan itu."
"Saya tidak habis pikir dengan jalan pikiran anak zaman sekarang. Kamu sebenarnya bisa kenal dengan Nirmala dengan cara yang normalkan." Nini mulai melembutkan suaranya.
"Maaf, tapi saya tidak bisa, soalnya Nirmala terlihat sangat susah untuk didekati, kebetulan ada situasi seperti itu, maka saya melakukannya."
"Apa Nirmala menanggapi ucapan yang kamu lakukan saat kamu ... menanyai dia?"
Jimy menggeleng, "tidak, malahan Aini yang menanggapi, setelah aku buat teman kelas dukung buat taruhan, barulah Nirmala menanggapi begitu juga dengan Aini." ujar Jimy lalu dia tertunduk.
Mendengar apa yang dikatakan Jimy membuat Nii menjadi kesal. "Salman!" ujar Nini tegas, hal itu membuat Salman sedikit terkejut. " Bawa dia kerumah tahanan, berani-beraninya kamu mempermainkan anak dan cucu saya, hanya karena penasaran dengan kehidupannya, bukan berarti kamu bisa seenaknya saja."
Mereka dibuat terkejut dengan perkataan Nini barusan, Jimy dan Talita seketika menjadi pucat, kenapa wanita yang ada dihadapannya itu ingin memenjarakan Jimy.
"Mama tolong tenang, disini itu Indonesia Ma, kita bukan di Prancis, jadi kita tidak bisa memenjarakan dia, dan juga dia itu bukan anggota keluarga kita ataupun warga kita, jadi kita tidak bisa seenaknya menahan dia." ujar Salman menenangkan Nini.
"Apa karena itu juga Nirmala sampai jadi seperti ini. Kamu pikir anak dan cucu saya itu apa? Kamu kira keluarga kami ini apa?" ujar Nini yang masih kesal.
"Ma, Mama tenang dong, kita bicarakan ini dengan baik-baik ya." ujar Salman menenangkan Nini.
Nini akhirnya menenangkan dirinya, dia mencoba untuk tidak marah-marah lagi. Nini mencoba untuk membicarakannya dengan tenang. Jimy masih tertunduk setelah mendengar Nini yang memarahinya tadi.
"Maaf Pak Salman, Nyonya Luci, saya tidak paham yang dimaksud kalian tadi, memenjarakan anak saya, bukan anggota keluarga, warga kalian, Prancis, maksudnya bagaimana?"
"Anda tidak paham? Saya berkata seperti itu karena anak anda secara tidak langsung sudah menghina keluarga saya." jawab Nini. "Kalau mau tahu alasan pastinya, karena saya tidak ingin anak dan juga cucu saya yang merupakan keluarga kerajaan dipermalukan karena bukan kesalahan mereka." lanjut Nini.
Talita dan Jimy sontak terkejut mendengar kata kerajaan. Wajah mereka mulai terlihat pucat, mereka memaksa menelan ludah.
"Ke ... ke ... keluarga kerajaan?" ujar mereka berdua tergagap.
"Bisakah kita ke alasan kenapa kita disini?" ujar Salman mengalihkan topik pembicaraan mereka. Mereka semua mengangguk setuju. "Seperti yang tertera dalam perjanjian, jika Nirmala dan Aini menang atau hanya Nirmala yang nilainya tinggi maka Jimy akan menjadi pelayannya Nirmala seumur hidupnya, namun jika hanya Aini yang nilainya tinggi ataupun Jimy yang menang maka Nirmala dan Aini akan menceritakan semua rahasia mereka dan juga mereka harus menjadi pelayan Jimy selama di Akademi." ujar Salman.
"Karena ujian mereka sudah selesai dan juga hasilnya sudah tahu ..." Salman menghentikan ucapannya, memandang kearah Jimy. "Jimy, saya mau memastikan jawaban kamu sekali lagi, jadi apa jawaban kamu."
"Jawaban saya masih tetap seperti sebelumnya pak, karena janji adalah janji, jadi saya harus melakukannya." jawab Jimy masih tetap yakin dengan keputusannya.
"Jadi kamu masih tetap dengan pilihan kamu walau kamu sudah tahu kalau Nirmala adalah anggota kerajaan."
"Iya Pak, walaupun Nirmala bukan anggota kerajaan pun, saya akan tetap memenuhi janji saya." jawab Jimy tetap yakin.
"Kalau anda, Nyonya Talita, apa jawaban anda masih tetap sama?"
"Jawaban saya tetap sama, tidak setuju jika anak saya jadi seorang pelayan seumur hidupnya. Namun, kini terserah Jimy, walaupun dipaksa, dia akan tetap dengan pendiriannya." jawab Talita pasrah.
"Jadi, maksudnya ini."
"Iya Ma, karena Nirmala dan Aini yang nilainya tertinggi, jadi Salman bawa Jimy kesini untuk Mama latih sebagai pelayan disini, karena keputusan nya sendiri seperti yang Mama dengar barusan."
...***...
Aini terus memperhatikan dokter itu memeriksa Nirmala dengan Nora yang masih didekatnya. Kalau kedua Maid yang tadi menemani Nirmala meninggalkan mereka dan juga Aini menyuruh agar menyiapkan minuman untuk dokter itu di taman belakang, yang tidak terlalu jauh dari kamar tempat mereka berada kini.
Dokter itu sudah selesai memeriksa kondisi Nirmala. Aini mengajak dokter itu ke taman belakang untuk berbincang-bincang biar terasa lebih santai, dan juga untuk melanjutkan obrolan mereka yang terputus.
"Jadi bagaimana keadaan Nirmala dok?"
"Nona tidak perlu khawatir dengan keadaannya, tidak ada yang aneh dengan kondisinya, hanya saja matanya yang sembab." ujar dokter itu. "Apa dia habis menangis?" tanyanya.
"Ahh, syukurlah kalau tidak apa-apa sama Nirmala. Ya dia memang habis menangis, tapi setelah itu dia langsung tertidur, tapi saat kami coba bangunin, dia tidak terbangun, mau di bagaimanapun caranya." jawab Aini. "Oh iya, obrolan kita tadi ..."
"Oh, maaf kan saya nona, saya benaran lupa." ujar dokter itu langsung memotong ucapan Aini. "saya benar-benar lupa kalau saya belum mengenalkan diri saya. Nama saya Bayu Dirgantara, saya benaran minta maaf ya Nona atas kelancangan saya ini." ucapnya sambil menunjukan wajah kebingungannya.
"Hahahaha ..." Aini tertawa melihat ekspresi dari pria yang ada dihadapannya. "Hah, maaf, saya tidak tahan saat melihat ekspresi wajah anda yang seperti itu, bawaannya ingin tertawa, lalu saya harus bagaimana memanggil anda, Mas? Bapak? Dokter? Atau bagaimana?" tanya Aini.
"Kalau itu terserah anda saja Nona, anda juga bisa kok kalau mau panggil saya hanya dengan nama saja atau anda juga boleh memanggil saya dengan kata adik." tutur Bayu
Kali ini Aini merasa geli sendiri mendengar perkataan terakhir dari Bayu, Aini tidak bisa menahan tawanya lagi. Melihat Aini tertawa, membuat Bayu makin bingung dan membuat ekspresi yang bahkan membuat Aini tak bisa berhenti.
"Maaf, bisakah anda tidak membuat wajah yang seperti itu. Jadi Dokter Dirga, kenapa anda ingin saya hanya memanggil anda dengan nama saja, bahkan menyuruh saya memanggil anda dengan Adik, tapi saat saya menyuruh anda untuk memanggil nama saya saja, anda menolak." tutur Aini dengan wajah serius dengan penuh penekanan.
"Maaf atas kelancangan saya, saya bukan bermaksud untuk menyuruh anda Nona, karena saya merasa kalau anda itu lebih tua dari saya, makanya saya tidak mungkin hanya memanggil anda dengan nama saja."
"Apa hanya karena itu, bukan karena saya anak dari ..."
"Maaf Nona, saya memang disuruh dan diajarkan harus menghormati dan menjaga tutur bicara saya terhadap keluarga ini, tapi kalau untuk yang tadi benaran karena hal itu saja." ujarnya memotong ucapan Aini.
"Menurut dokter Dirga, saya lebih tua dari anda, memangnya umur anda dan umur saya ini berapa, menurut anda."
"Kalau umur saya sih baru 24 tahun dan menurut saya umurnya Nona itu sekitaran 32 atau 34 tahunan."
"Hah, apa wajah saya tampak setua itu ya." ujar Aini meraba wajahnya.
"Oh, kalau itu tidak Nona, malahan wajah anda terlihat seperti usia belasan." jawabnya jujur.
"Lalu, kenapa anda bisa berpikir kalau umur saya segitu, kalau wajah saya terlihat seperti belasan tahun?"
"Awalnya saya berpikir begitu saat mendengar nama Nona, dan juga Nona bilang kalau Nona anak Yang Mulia, yang terpikir oleh saya ya begitu, lagian perempuan dirumah ini semuanya terlihat muda bahkan Yang Mulia pun sama, dan juga dua tahun lalu saat saya datang kesini saya juga dibuat salah saat bertemu dengan Nona Luna."
"Oh begitu ya ceritanya." tanggap Aini. "Oh iya, masalah keponakan saya itu ..."
"Nona Aini tidak perlu cemas, selama saya periksa tadi tidak ada yang salah dengan kondisinya, jika apa yang nona katakan tadi benar, kalau dia langsung tertidur setelah menangis, itu karena saraf kita saat setelah menangis akan lemas dan bisa membuat seseorang itu ingin tertidur, ya walau dalam kondisi Nona Nirmala itu sesuatu yang jarang terjadi, tapi itu tidak berakibat buruk kok, setelah istirahat dia akan pulih lagi. oh iya, ini saya eri dia vitamin saja untuk nona Nirmala, kalau nona ingin pengecekan secara menyeluruh, nona bisa bawa nona Nirmala ke tempat saya." tutur Bayu. "Oh ya Nona, maaf saya harus permisi pamit."
"Mari saya antar." tawar Aini.
"Tidak usah Nona, lebih baik Nona menemani Nona Nirmala saja." jawabnya.
"Tolong antar Dokter Dirga ke depan." pinta Aini ke Yura saat dia lewat didekat mereka.
"Baik Nona" jawabnya. "Mari Tuan." ajak Yura ke Bayu.
Aini segera pergi ke kamarnya Nirmala setelah Bayu dan Yura meninggalkannya. Yura mengantarkan Bayu kedepan pintu dan memberikan tas itu ke orangnya.
"Maaf Kak Yura, bisa tanya sesuatu nggak?"
"Mau nanya apa?"
"Ini tentang Nona Aini."
"Nona Aini? ada apa dengannya, hmm, apa mungkin kamu itu suka dengan nona Aini ya? Nona Aini juga cantik, dia juga masih muda, walaupun suka usil sih, tapi nona Aini orangnya memang baik sih, kalau benaran suka dengan nona Aini, aku sampaikan kok dengannya." ujar Yura tanpa memperhatikan lagi wajah Bayu yang kepanikan.
"Bukan itu yang mau saya tanyakan. Tapi memang sih saya ada rasa tertarik dengannya, tapi itu tidak mungkin kan, saya hanya seorang dokter dari orang biasa, sedangkan beliau itu anak dari seorang Ratu, berarti, nona Aini itu seorang Tuan Puteri, kan"
"Kalau itu nggak usah khawatir, nona Aini itu nggak pernah memandang status kok, dia malahan sering bermain bersama kami, para pelayan, dan juga awal Yang Mulia mengajak nona main kesini pun, nona Aini menyuruh agar kami memanggil dengan namanya saja, tanpa ada tanda nona ataupun yang menunjukan statusnya. Kami mengikutinya karena nona memaksa, tapi saat kami bekerja ataupun bersama dengan Yang Mulia atau keluarga besar, kami memanggilnya nona, jadi kamu ngak usah cemas kalau menyukainya."
"Heehh, kalian juga, pantas saja kak Nora tertawa saat nona Aini menyuruh hanya memanggil namanya. tapi bukan itu saja yang jadi permasalahannya. apa saya pantas untuk menyukai wanita yang lebih tua dari saya, yang pantas untuk menjadi kakak saya."
Mendengar yang dikatakan Bayu, membuat Yura langsung melotot terkejut lalu dia tertawa, sontak Bayu merasa keheranan saat melihat Yura tertawa.
"Kak Yura kenapa tertawa?" ujar Bayu bingung
"Hahaha, maaf memangnya, yang ingin kamu tanyakan tadi?"
"Yang ingin saya tanyakan tenang sikap nona Aini, tapi tadi sudah terjawab dengan kakak, lalu saya juga ingin tahu kenapa kak Yura tertawa tadi, dan juga nampaknya kalian bisa tertawa lepas." ungkap Bayu.
"Kalau itu semua karena nona Aini, kami kadang bisa melepas bosan dengan tertawa lepas karena sikap dan juga tingkah dari nona Aini, kalau soal aku tertawa tadi, karena ucapan kamu tentang pantas atau tidaknya kamu suka sama wanita yang lebih tua dari kamu, itu yang aku tertawakan. berarti kamu suka dengan nona Aini kan, oh iya, kamu memangnya tahu ya usianya nona Aini?"
"Sebenarnya nggak tahu sih, hanya sekedar menerka saja, kalau yang satu itu, jujur saya memang tertarik dengan nona Aini."
"Jadi kamu tidak tahu pasti umurnya nona ya." tutur Yura sambil tersenyum. "Jika kamu benaran suka sama nona, langsung katakan saja sama nona, tapi awas kalau berbuat macam-macam sama nona kami ataupun menyakitinya, kami yang akan maju." ancam Yura ke Bayu.
"Saya tidak akan berani langsung bilang suka sama nona Aini, apalagi kami baru bertemu dan juga saya nggak akan macam-macam dengan nona. Ya sudah deh, saya permisi." ujar Bayu dengan wajah yang masih memerah.
Setelah Bayu keluar, Yura segera kembali ke belakang untuk melanjutkan tugasnya. Sementara itu, Aini yang sudah dari kamarnya Nirmala meletakan obatnya kemudian kembali lagi keruang tamu dimana Nini dan lainnya berada.
"Ma, Kak Salman." ujar Aini menghampiri mereka yang asik berbincang.
"Aini, bagaimana keadaannya Nirmala?" tanya Nini penasaran.
"Nirmala nggak apa-apa Ma, kata Dokter Dirga, Nirmala hanya perlu istirahat saja, tapi katanya, kalau mau diperiksa secara menyeluruh bawa saja ke tempatnya, itu yang dokter Dirga bilang." jawab Aini.
"Syukurlah kalau tidak apa-apa." Nini merasa lega setelah mendengarnya. "Besok ajak Nirmala ke tempatnya Bayu, biar bisa diperiksa secara menyeluruh. Bawa juga Julia, dia tahu tempatnya Bayu."
"Iya Ma." jawab Aini. "Oh iya, Jimmy dimana sekarang?"
"Dia sekarang bersama dengan Pall."
"Jadi dia tetap pada pilihannya ya."
Sorang Maid masuk menghampiri mereka.
"Maaf Nyonya, Tuan, semuanya sudah siap"
"Mari kita pindah keruang makan." ajak Salman. "Aini, kamu ajak Jimy untuk gabung juga."
"Oke kak."
°
°