Membaca novel ini mampu meningkatkan imun, iman dan Imron? Waduh!
Menikah bukan tujuan hidup Allan Hadikusuma. Ia tampan, banyak uang dan digilai banyak wanita.
Hatinya telah tertutup untuk hal bodoh bernama cinta, hingga terjadi pertemuan antara dirinya dengan Giany. Seorang wanita muda korban kekerasan fisik dan psikis oleh suaminya sendiri.
Diam-diam Allan mulai tertarik kepada Giany, hingga timbul keinginan dalam hatinya untuk merebut Giany dari suaminya yang dinilai kejam.
Bagaimana perjuangan Allan dalam merebut istri orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSMI 04
“Ma-aaf, Dokter … Apa boleh saya diperiksa perawat saja?” tanya Giany dengan ragu-ragu.
Alis Dokter Allan mengerut. Kemudian saling melirik dengan seorang wanita yang menjadi asistennya. Lalu kembali menatap Giany. “Memang kenapa kalau saya yang periksa?”
“Sa-saya … Malu, Dok! Ma-ksud saya …”
“Oh, santai saja.” Allan memotong ucapan Giany. “Anggap saya bukan laki-laki. Lagi pula saya hanya menjalankan tugas.”
Tanpa menunggu persetujuan Giany, Dokter Allan menyibak selimut yang coba dipertahankan oleh Giany, membuatnya gelagapan. Laki-laki itu bahkan bisa merasakan tubuh Giany yang gemetar saat ia menggeser alat di atas perut. Raut malu-malu sangat terlihat jelas di wajahnya yang tiba-tiba memerah.
Allan tampak serius memperhatikan gambar di layar. Sesekali ia menjelaskan kepada Giany apa yang tertera di sana.
Selepas melakukan pemeriksaan USG, Allan memeriksa kembali bagian perut, menekan dengan lembut di beberapa sisi. Tangan Giany mereemas kain tipis yang menutupi bagian bawah tubuhnya, saat merasakan tangan dokter itu bersentuhan langsung dengan kulitnya. Ia hanya dapat memejamkan mata hingga Dokter Allan selesai memeriksa. Dan entah mengapa tingkah Giany terasa sangat lucu bagi Allan.
Ia meminta Giany bangun setelahnya.
“Itu wajahnya lebam kenapa? Jatuh?” tanya Allan sesaat setelah Giany duduk kembali di hadapannya.
Giany meraba wajahnya yang lebam di bagian dekat pelipis dan sudut bibir, yang mana merupakan hadiah menyakitkan pemberian Desta. Giany tersenyum tipis, lalu menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Lain kali hati-hati kalau turun tangga, atau mengerjakan sesuatu. Trimester pertama itu cukup rawan. Bu Giany jangan melakukan pekerjaan berat dan banyak istirahat. Makan makanan yang bergizi.”
“Iya, Dokter.”
Allan berdiri dari duduknya, kemudian mengambil kapas dan obat. Ia mengusap bekas lebam di wajah Giany dengan lembut. Dan hal itu kembali membuat Giany gemetar. Alam bawah sadarnya berkata, andai Desta memperlakukannya dengan lembut seperti Dokter Allan, mungkin dirinya tidak akan berada dalam tekanan batin seperti sekarang.
Setelah selesai mengobati lebam di wajah wanita muda itu, Dokter Allan kembali duduk di tempatnya. Ia mulai menjelaskan kondisi kandungan Giany.
“Kandungan Bu Giany cukup lemah. Plasentanya ada di bawah dan kondisi ini cukup rawan terjadi pendarahan. Jadi kalau bisa, Bu Giany banyak istirahat. Saya akan resepkan vitamin dan penguat kandungan. Kalau bisa, check up berikutnya Bu Giany minta suami ikut. Supaya bisa menjadi suami siaga.”
Giani Diam. Lagi-lagi ia menjawab dengan anggukan. Bagaimana mungkin Desta mau menemaninya untuk check up, jika diminta, mungkin Desta hanya menjawab dengan sebuah tamparan keras. Ya, sekejam itulah Desta kepada Giany.
“Ini resepnya, ibu silakan tebus di apotik,” ucap Allan sambil memberikan secarik kertas.
“Terima kasih, Dokter.”
Giany mendesahkan napasnya saat keluar dari ruangan dokter. Mengusap perutnya yang masih rata. Ia hanya dapat berpasrah, mungkin memang kehidupan seperti inilah yang ditakdirkan untuknya. Memiliki seorang suami, namun hidup seperti sebatang kara. Wanita itu masih ingat betul ucapan Desta yang akan menceraikannya begitu anak yang dikandungnya terlahir.
“Mbak Giany, sudah selesai?” Tepukan lembut mendarat di bahunya. Giany menoleh kepada Bibi Sum yang berdiri di sisinya.
“Iya, Bibi. Kita tebus obatnya dulu, ya …”
*******
Giany dan Bibi Sum berjalan keluar. Duduk di lobby sambil menunggu taksi online yang baru saja dipesannya. Hingga beberapa menit berlalu, sebuah mobil pun tiba. Giany dan Bibi Sum bergegas pulang. Sebab hari mulai beranjak sore, mungkin sebentar lagi Desta juga pulang.
Mobil yang ditumpangi Giany melaju dengan kecepatan sedang. Sore itu jalanan cukup ramai karena waktu telah menunjukkan jam pulang kantor.
Untuk pertama kalinya sejak Giany menikah dengan Desta, ia menghirup udara bebas. Ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut jalan yang dilalui dengan antusias.
Seketika senyum yang menghiasi wajahnya menghilang entah kemana. Betapa tidak, sepasang netranya menangkap sang suami, terlihat tengah mengejar seorang wanita.
Itu kan Mas Desta sama Aluna ... ucap Giany dalam batin.
Desta terlihat sedang mengekor di belakang Aluna sambil mengatakan sesuatu. Sepertinya mereka sedang terlibat pertengkaran.
Giany mengusap air matanya. Bahkan suaminya itu masih berusaha mengejar Aluna, sementara ada dirinya yang berstatus istri.
Cemburu? Tentu saja. Inilah kekuatan dari buku nikah. Entah Giany menyimpan cinta untuk Desta atau tidak, yang pasti Desta adalah suaminya.
"Berhenti, Pak!" ucap Giany, membuat sang sopir menepikan mobil.
Giany membayar sejumlah uang kepada sopir itu. "Pak, aku turun di sini saja. Bibi langsung pulang saja, ya."
" Tapi Mbak Giany mau kemana?" tanya Bibi Sum.
"Ada urusan, Bi. Aku akan pulang sendiri." Kemudian turun dari mobil dan melangkah menuju tempat dimana Desta dan Aluna berada. Sementara mobil yang ditumpangi Bibi Sum sudah beranjak pergi.
"Mas Desta!" panggil Giany.
Mendapati istrinya ada di sana, mendadak raut wajah Desta yang tadinya memelas berubah dingin. Ia terlihat berusaha meredam emosi yang membakar jiwanya. Aluna pun terlihat terkejut menyadari siapa yang berdiri di sana.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Desta.
Giany tidak menjawab. Ia menatap Aluna dan Desta bergantian. Tatapan matanya seolah menjelaskan bahwa dirinya berhak cemburu jika Desta bersama wanita lain.
Jika Desta terlihat murka, berbeda dengan Aluna yang sepertinya merasa bersalah kepada Giany. Detik itu juga, Desta mendekati Giany, melayangkan satu tamparan keras di wajah istrinya itu.
"Untuk apa kamu kemari?" bentak Desta setelah tamparannya mendarat mulus di wajah Giany.
Tidak ada yang bisa dilakukan Giany selain menangis. Mungkin keputusannya untuk turun dari mobil adalah sebuah kesalahan.
Di sisi lain, ada seorang pria yang sejak beberapa detik lalu melintas dan menyaksikan adegan yang itu. Ia begitu terkejut mendapati Giany ditampar seorang pria di depan umum. Dokter Allan melepas kacamata yang membingkai matanya, menatap ke arah Giany.
Itu kan pasien tadi? Sepertinya benar dugaan ku, kalau luka lebam tadi karena dipukul seseorang. Tunggu! Apa laki-laki itu suaminya?"
*****