NovelToon NovelToon
Asupan Lorong Kehidupan

Asupan Lorong Kehidupan

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Menjadi Pengusaha / Preman / Penyelamat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Miftahur Rahmi

Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Batas kesabaran

Beberapa tahun kemudian.

Fatur hanya di hukumi penjara selama tiga tahun dan rehabilitas atas permintaan ibu Vino sendiri. Selama di penjara dia juga bisa melanjutkan sekolahnya di lembaga pemasyaratan. Kini umurnya 21 tahun, saat keluar dari penjara.

Fatur kembali dengan wajah baru. Dengan segala kejahatan, yang dia lakukan untuk kesenangan dia sendiri. Bukannya tobat keluar dari penjara. Malah makin membuatnya mengila, melampiaskan amarah yang terpendam.

“Satu yang aku suka, saat dimana semua orang membenciku... Hujan. Aku suka hujan. Hujan mampu menenangkan jiwaku. Aku suka bermain dengannya... Hujan mampu membuatku nyaman.”

Fatur merentangkan, kedua tangannya mengadah wajahnya, kelangit. Hujan semakin deras, turun membasahi tubuhnya yang sudah basah kuyup.

Aku hidup beratapkan langit, berlantaikan bumi. Ini lah hidupku yang sekarang. Anak jalanan, suka buat onar, mencuri, menjadi kebiasaanku.

Fatur memejamkan matanya. Mencoba mencari ketenangan, dari setiap tetesan hujan yang membasahi setiap inci, tubuhnya.

Senyum terukir diwajahnya, tubuhnya berputar-putar. Menikmati ketenangan hati, yang didapatnya hari ini.

Dia tersenyum bahagia, saat seorang wanita memeluk tubuhnya dari belakang. Fatur mencium, punggung telapak tangan wanita itu, dan membawanya berdansa.

Orang-orang yang lewat, yang tidak mengenal Fatur, akan mengangapnya gila. Tapi jika orang-orang yang sudah terbiasa, melihat penampakkan seperti itu, malah mengangapnya biasa saja. Karena mereka sudah sering melihat Fatur selalu menari, saat hujan turun.

"Gila dimata orang, tidak sebenarnya gila dimata diri sendiri... Itu hanya cara orang, mengekpresikan suasana hatinya... Setiap manusia, berbeda-beda cara untuk membahagiakan diri sendiri..." by Fatur.

Tak jarang, Fatur sering diteriaki gila, oleh bocah-bocah, yang melewatinya.

Masalalu tahun 2015

Aku ingin bangun dipagi hari yang tentram. Bukan pagi hari, yang membuat segala amarah memuncak.

“Sekarang kita cerai... Kamu bukan lagi istriku." Hasan menarik nafas panjang. Matanya berbinar, menatap wanita didepannya itu, dengan kesal dan beribu dendam telah bersemayam didadanya berpuluh-puluh tahun lamanya.

“Kau penghianat. Tidak tau diri, bahkan tidak tau berterimakasih sedikit pun." serang Zainab balik, tidak mau kalah.

“Kau yang lebih dulu memulai." jawab Hasan sinis. Hasan melangkah keluar rumah.

Sebelum dia benar-benar pergi. Hasan melirik kearah keempat anaknya. Yang dari tadi menyaksikan pertengkaran mereka dipagi itu. Tetapi ego dan amarah mengalahkan cinta dan sayang. Laki-laki yang berumur 50 tahun itu berjalan dengan cepat, keluar dari rumah tersebut. Dengan cepat menggas motornya, meninggalkan perkarangan rumahnya. Melaju dengan kecepatan tinggi. Beda lagi, dengan sikap Zainab. Bukannya menyesal dengan keadaan, malah mengumpat laki-laki, yang baru saja menjadi mantan suaminya itu.

“Mulai dari sekarang, kau dan adik-adikmu, tidak lagi tanggung jawab ibu. Kalian tanggung jawab ayahmu. Pergilah keayahmu. Kami telah berpisah.”

Zainab segera mengambil tasnya, dan keluar dari rumah, tanpa menoleh sedikit pun kepada anak-anaknya. Fatur menatap kepergian ibunya, dengan tatapan penuh kebencian. Ada api dendam yang membara dihatinya. Menurutnya, ayah dan ibunya belum cukup dewasa. Mengurus rumah tangga dan mengambil sikap yang benar.

Melinda sibuk menenangkan adik bungsunya yang terus menangis. Ditinggalkan oleh kedua orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Sedangkan Fatih, anak ketiga dari empat bersaudara itu nampak acuh dengan keadaan. Dia tidak mau, ambil pusing dengan suasana yang kacau itu.

Hujan turun sangat deras malam itu. Seperti tahu, ada yang sedang berduka karena dibantai habis-habisan oleh keadaan. Fatur menyelusuri jalan demi jalan tanpa tahu arah tujuan. Dia menatap langit sendu, membiarkan rintikkan hujan membasahi tubuhnya.

Mengadah kepalanya kelangit, lalu berteriak sekencang-kencangnya seperti orang kesurupan. Dia merasa dunia telah mempermainkannya seperti bola. Menghinakannya seperti piala bergilir. Direndahkan, lebih hina daripada pelacur dan dia telah keluar sebagai orang yang kalah dalam pertempuran.

"Tiada yang lebih hina, dan menyakitkan daripada ini. Dikhianati oleh manusia dan tuhan..." ucap Fatur getir.

“Aku membencimu Tuhan. Percuma aku berdoa dan menangis dihadapanmu. Tapi engkau acuh. Bahkan tak pernah mendengar teriakkan kesakitanku, keputusasaanku.  Kau kejam, sangat kejam. Aku telah kehilangan semua yang aku miliki, disebabkan dirimu. Kembalikan lagi semua yang aku miliki tuhan. Kembalikan..." teriak Fatur putus asa.

Fatur mengacak-acak rambutnya marah dan tersungkur frustasi. Hujan semakin lebat dan petir terus-terusan menyambar.

“Sabar Fatur. Tuhan sedang mengujimu... Mengujimu... Sampai dimana kau sanggup bersabar dan bertahan." seseorang mendekati Fatur, mengusap-usap pundaknya.

“Apa, sabar?" Fatur menatap bola mata wanita yang berdiri didepannya itu sendu. Dia tersenyum kecut, dan tertawa tanpa suara.

"Kau menyuruhku untuk bersabar? Kurang sabar apa lagi aku ha? Selama 23 tahun, hanya ada pertengkaran, dan penderitaan yang tidak pernah usai. Selama itu aku bersabar dan terus bersabar. Berharap, akan ada sepercik pelangi menghiasai hidup ini. Sedikit mentari menerangi kegelapan keluarga kami..."

"Namun semuanya hanya mimpi, berselimutkan duka. Bahkan tuhan saja, tidak peduli dengan kehidupan kami. Kau berani mengatakan aku harus sabar. Karena kau, sama sekali tidak pernah mengalami berada diposisiku saat ini. Jika kau berada diposisiku sebentar saja. Kemungkinan besar, kata itu tak pernah terucap dari mulutmu."

Fatur terus menatapi wanita itu tanpa berpaling sedikit pun. Membuat wanita itu semakin jengah dan merasa terpojok. Secara, selama ini, dia hidup tak pernah merasakan kekurangan apapun. Karena dia telah memiliki apapun yang tidak dimiliki orang lain. Dia termasuk orang berada, dikampungnya.

 Wanita itu menarik nafas pendek, "kau salah Fatur. Tuhan peduli, bahkan sangat sayang padamu. Masalahmu, salah satu cara Tuhan memperhatikanmu dengan diberi masalah. Maka kau, akan selalu ingat dan terus berdoa kepadanya. Tuhan itu maha adil. Tidak pernah membeda-bedakan umatnya. Tuhan tidak menurunkan suatu masalah melampaui batas kemampuan umatnya. Tuhan tahu kau kuat, tidak selemah yang kau pikirkan.

Wanita itu sangat hati-hati dalam bicaranya. Karena dia tahu, lawan bicaranya itu bisa berubah menjadi iblis, saat seseorang mengusik kehidupan pribadinya. Fatur menatap wajah cantik itu, tanpa berkedip sedikit pun. Dia mengeleng-gelengkan kepalanya cepat.

"Jika Tuhan adil, dimana saat aku terjatuh? saat aku terpuruk? Mengapa dia terus menyiksaku? semua yang aku miliki, tidak pernah bertahan lama. Satu persatu meninggalkanku dalam kehancuran.”

Fatur tertunduk lesu, menyembunyikan tangisnya. Melihat keadaan semakin tidak membaik, wanita itu berinisiatif membawa Fatur menaiki motornya, dan pergi kerumahnya.

“Apa sebenarnya yang terjadi Fat? Kenapa kau terlihat frustasi?" tanya Astuti memberikan handuk, dan pakaian ganti kepada Fatur, saat mereka sudah dirumah Astuti. Fatur meraih handuk dan pakaian ganti itu dalam diam.

“Semuanya mengkhianatiku, bahkan Tuhan saat ini sangat membenciku. Tidak salah, jika aku sangat membenci hidup ini..."

Fatur berlalu dari hadapan Astuti, menuju kamar hendak berganti pakaian.

“Apa ini masalah ayah dan ibumu?" Astuti menguntit dari belakang.

"Mereka telah bercerai," jawab Fatur singkat. Dia menghentikan langkahnya, menatap mata Astuti lekat. Tangannya mengelus-elus lembut rambut Astuti.

"Hidupmu sangat beruntung, sedari kecil hingga sebesar sekarang, kau tak pernah merasakan kepahitan hidup. Kau harus bersyukur, dan jangan biarkan seseorang merusak kebahagianmu.”

Fatur mendengus pelan, segera memasuki kamar, tanpa menatap lawan bicaranya.

Fatur duduk dipinggir ranjang, pintu diketuk.  Fatur menoleh, terlihat kepala Astuti muncul dibalik pintu.

“Boleh aku masuk?" tanya Astuti menjulurkan kepalanya dari balik pintu.

“Silahkan" segera Fatur mengalihkan pandangannya kearah lain. Astuti duduk disamping Fatur. Astuti menatap Fatur dalam diam, sedangkan Fatur hanya menunduk menatap lekat lantai marmer kamar. Astuti mengusap-usap pundak Fatur perlahan.

“Kamu yang sabar ya”

Astuti tersenyum kearah Fatur yang juga meliriknya sekarang. Namun Fatur kembali menatap marmer lantai, sesekali matanya menelusuri setiap senti ruangan. Lalu dia berdiri berjalan perlahan, dan berhenti ketika didepan jendela. Matanya tajam kedepan menembus kaca jendela, lalu menghembus nafas panjang, melipatkan kedua tangannya kedada.

“Aku pernah memimpikan semuanya, akan berakhir happy ending, namun semuanya berakhir menyedihkan. Aku hidup dibawah keegoan orang tua, dimana mereka hanya haus dengan kepuasan dan kepentingan mereka sendiri." Fatur mengusap-usap wajahnya dengan kasar.

“Aku tidak pernah membayangkan ini semua terjadi. Penderitaan ini tidak akan pernah  berakhir. Ini adalah awal kehancuran kehidupan Fatur Hasan Bahri." matanya nanar menatap keluar jendela. Dia berdiri mematung, dan tersenyum kecut.

“Sedari kecil, aku tak pernah merasakan kebahagian, kasih sayang dari kedua orang tuaku, yang hanya sibuk berperang mulut setiap harinya..."

1
Ikan Teri
/Casual/
Miftahur Rahmi23
Ayo tebak siapa yang teror Hasan dan Eva?
Graziela Lima
Cerita yang mampu.
Miftahur Rahmi23: Makasih kak udah mampir. semoga suka ya, dengan ceritanya
total 1 replies
Ming❤️
Tolong update sekarang juga biar bisa tidur malam dengan tenang.
Miftahur Rahmi23: udah upload chapter 4 kak, tapi belum disetujui sama editor. makasih ya kak, udah mau baca novel saya. jika ada salah dalam penulisan, apalagi titik koma nya, harap di koreksi ya kak. maklum masih amatir kak😥😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!