Setelah hidup dengan suami yang suka memukulinya selama bertahun-tahun, Freya 'dijual' karena suaminya telah jatuh hati pada wanita lain. Dia hanya bisa pasrah saat pelelangan berlangsung, sampai akhirnya... "Satu juta Yuan!" Semua mata tertuju pada pria bertudung yang menawar dengan harga ribuan kali lebih mahal. Siapa pria itu dan kisah seperti apa yang menanti mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rossywiji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Terima jika Menyakitkan
"Benar! Dia hanyalah wanita bodoh yang tidak tahu betapa berharganya posisinya itu!", aku terus bergumam karena kesal dengan wanita itu.
"wajahnya memang sangat cantik, tapi hanya sebatas itu! Selebihnya dia sangat buruk dari ujung kaki sampai ujung rambutnya!", wanita seperti itu..
Wanita seperti itu beraninya merebut posisi marchionnes Davinci dariku!
"Aku juga populer di kalangan pria - pria muda kalangan atas! Aku cantik, pintar dan pandai bersosialisasi! Dan dengan latar belakang keluarga dan kecantikan ini, aku yakin bahwa aku lebih baik dari wanita bodoh itu!", ya.. mungkin Marquess hanya sedikit terbawa akan kecantikan wanita itu. Tapi dengan tatapan seperti patung dan raut wajah tanpa ekspresi itu, aku yakin Marquess akan cepat bosan.
Marquess Albert Davinci itu berbeda dari laki-laki lain. Dia tidak berpura - pura pintar, dia tahu kemampuannya serta beban yang harus dia tanggung untuk posisi setinggi itu.
Akan lebih baik jika aku yang menjadi pendamping nya dari pada wanita bodoh itu!
"Yang seharusnya menjadi istri Marques itu aku!"
"Aku menginginkannya!!"
.
POV Freya
Aku melewati hari - hari dengan mengikuti kelas yang sudah Albert siapkan untukku. Dan ketika menjelang malam, aku mengulang apa yang sudah aku pelajari dari kelas sebelumnya.
Hingga hari demi hari pun berlalu dengan begitu cepat. Semakin hari, jumlah orang yang aku temui menjadi semakin banyak pula. Ini lebih banyak dari jumlah orang yang aku temui selama menjadi istri dari Andreas dulu.
"Desert apa yang nyonya inginkan hari ini?", tanya seorang pelayan kepadaku.
"Mungkin sesuatu yang terbuat dari madu akan nikmat?", jawabku dengan sedikit memiringkan kepalaku.
"Baiklah nyonya, akan saya sampaikan kepada kepala koki", jawab pelayan itu dengan semangat dan pamit undur diri.
"Siapa kemarin? Nina kan namanya?", tanya ku pada Lily yang selalu ada bersamaku.
"Benar nyonya, Nina adalah pelayan bagian dapur yang bertugas mengantar hidangan teh untuk nyonya", jawab Lily dengan sedikit menjelaskan.
"Gaun apa yang ingin nyonya kenakan hari ini?", tanya Lily kepadaku.
"Aku ingin tampil lebih sederhana hari ini, mungkin warna army akan cocok?", jawabku.
"Baik nyonya, akan saya Carikan", Lily mulai berjalan menuju walk in closset.
Aku berjalan menuju meja rias dan melihat permata banyak disiapkan Albert untukku.
Lalu memilih kalung sederhana dengan batu safir mungil sebagai bandulnya.
Lily berjalan kearahku dengan membawa baju berwarna army.
Yah, cukup tidak merepotkan. Aku lebih suka gaun yang simpel, jadi tidak mempengaruhi ku saat sedang beraktivitas.
Setelah semua selesai, aku menuju ruangan yang menjadi ruang kelasku.
Samar - samar kini aku tahu, bahwa Yang kualami sekarang adalah kehidupan yang normal, Yang tidak normal adalah hari -hari yang ku lewati sebelum ini.
.
Yah, kelas hari ini selesai begitu saja. Tidak ada yang spesial, hanya aku sedikit merasa aneh dengan kelas yang kujalani dengan nona Audrey Frans. Seperti tidak ada peningkatan dalam segala aspek.
Bukankah seharusnya kami sudah berganti buku selanjutnya?
Tentang piano jua begitu, selalu mengulang - ulang di lagu dasar.
Aku merasa aneh, kenapa dia melakukan hal ini? Apa memang harus di ulang ulang agar lebih bisa sempurna?
Atau memang hanya perasaanku saja? Secara ku akui bahwa aku sudah begitu lama tidak mendapat pendidikan seperti ini.
Dan lagi..
Bunga itu masih mengganggu ku.
"Bagaimana jika bunga ini saya letakkan di vas?", tanya Lily saat itu.
"Tidak perlu, letakkan saja di atas meja itu", jawabku.
Entah kenapa, aku masih saja merasa terganggu.
Tok tok tok
"apa yang sebenarnya kamu lakukan sampai tidak menyadari ada yang datang Freya?", tanya Albert sambil melangkah menghampiri ku.
"Kamu benar - benar contoh murid yang sangat Giat belajar ya?", ucap Albert sambil sedikit tertawa.
"Kadang - kadang anda boleh bolos juga kok!", lanjutnya masih dengan diselingi tawa kecil.
"Saa tidak bisa membolos hanya karena saya ingin. Masih begitu banyak yang tidak saya ketahui", jawabku menanggapi ucapannya.
Entah kenapa, sekarang aku sama sekali tidak merasa canggung saat berbicara dengan pria ini. Dia sangat sabar menungguku walau aku hanya diam, bicara pelan pelan, atau bahkan terbata bata sekalipun.
Dia tidak marah, memakai ataupun menekanku.
'bahkan aku Sekarang merasa ada yang kurang kalau dia tidak mampir'
"Omong - omong, bunga itu dari mana Freya?", tanya Albert kepadaku.
"Ahh.. lady Audrey Frans memberikannya untukku", jawabku.
"Kenapa dia memberikan nya untukmu?", tanya Albert dengan alis yang sedikit mengkerut.
"Dia bilang bahwa dia teringat dengan saya saat ada gadis penjual bunga di jalan. Jadi dia membelinya dan menghadiahkannya untuk saya", jawabku seadanya.
"Ahh begitu.. apakah Freya menyukai bunga ini?", tanya Albert lagi.
"Ahh.. tapi jangan menjawab bahwa menyukainya karena kebaikan hati atau yang lainnya loh ya.. yang aku tanyakan adalah perasaanmu ketika menerimanya", lanjut Albert sambil tersenyum kepadaku dan mengambil buket bunga itu.
"Saya, tidak menyukainya!", jawabku.
"Bunga itu membuat saya teringat akan kenangan buruk, jadi saya merasa tidak nyaman setiap kali melihatnya!", lanjutku berterus terang.
"Apakah kamu dulu pernah menjual bunga seperti ini jugai jalanan?", tanya Albert.
"Tidak, bukan begitu.. saya hanya... Hanya...", entah kenapa tenggorokanku terasa tercekat saat akan mengucapkannya. Atau aku masih merasa takut akan hal itu?
"Freya, kamu boleh mengatakan apapun kepadaku! Aku ingin mendengarkan dan ingin tahu semua hal yang kamu katakan", Albert selalu saja begitu. Dia tidak pernah memaksaku mengatakan hal yang tidak ingin ku katakan.
"Saya hanya teringat.. bunga dari mantan suami saya... Setelah memukuli saya..", jawabku sedikit terbata.
Kresss....
Bunga itu di hancurkan begitu saja oleh Albert. Apakah boleh menghancurkan pemberian dari orang lain begitu saja?
Ddrrrkkk
Sraakkk
"Aku membuang sampah!! Tolong segera di bersihkan ya!!", Albert membuang bunga itu ke jendela dan berteriak kepada petugas kebersihan.
"Hhuufftt... Freya, dengarkan aku!", ucap Albert.
"Barang sebagus dan semahal apapun itu, tidak akan menjadi baik jika itu mengingatkan mu dengan kenangan yang menyakitkan. Kamu boleh menolak ataupun menerima barang yang sekiranya membuatmu senang!", lanjut Albert kemudian.
"Dan lagi, apakah orang itu memukulimu?", tanya Albert.
"Ya!", jawabku apa adanya.
"Dia sering melakukan nya?", tanya Albert lagi.
"Entahlah.. saya tidak bisa mengingatnya dengan pasti. Dipukul.. tidur.. bekerja .. hal hal semacam itu terus menerus terulang dalam keseharian saya. Jadinya.. ",
"Itu berarti kamu tidak bisa mengingatnya karena terlalu sering dipukul?" Nada suara Albert seperti sedang marah.
"apa kau mengalaminya sejak pertama kali tinggal di rumah itu?", tanya Albert kepadaku.
"Eemmm.. mungkin iya, mungkin sudah sejak awal pindah?", jawabku.
"Haaahhh.." Albert terlihat mengambil nafas besar.
'Apakah dia kecewa?'
'Apa dia akan Mencelakai ku?'
'apa seharusnya aku tidak memberitahukan nya?'
'kalau saja aku bisa menutup mulut seperti biasap'
"Mungkin saja hasilnya akan lebih baik kan"
"Kalau begitu ....."