Vino Bimantara bertemu dengan seorang wanita yang mirip sekali dengan orang yang ia cintai dulu. Wanita itu adalah tetangganya di apartemennya yang baru.
Renata Geraldine, nama wanita itu. Seorang ibu rumah tangga dengan suami yang cukup mapan dan seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Entah bagaimana Vino begitu menarik perhatian Renata. Di tengah-tengah kehidupannya yang monoton sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya berkutat dengan pekerjaan rumah dan mengurus anak, tanpa sadar Renata membiarkan Vino masuk ke dalam ke sehariannya hingga hidupnya kini lebih berwarna.
Renata kini mengerti dengan ucapan sahabatnya, selingkuh itu indah. Namun akankah keindahannya bertahan lama? Atau justru berubah menjadi petaka suatu hari nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Kentara
Ditatapnya wajah cantik Renata, diraihnya rambut pendeknya dan Vino sematkan ke belakang telinganya.
Vino menghela nafas seraya menatap lekat Renata. Ia masih saja terperangah melihat betapa miripnya Renata dengan Rania.
Tanpa Renata dapat cegah, Vino sudah meraup tengkuknya dan mempertemukan bibir mereka. Vino tak melum atnya. Ia hanya menempelkan bibirnya di bibir Renata, sama seperti sebelumnya.
Sosok sang pemilik hati tak pernah bisa Vino sentuh seperti ini. Rania hanya pernah ia kecup keningnya dan ia peluk tubuhnya, itu pun sangat ia pertimbangkan saat akan ia lakukan. Butuh kenekatan dan khawatir Rania akan marah dan membencinya. Semua itu karena Vino tahu Rania tidak mencintainya.
Namun tiba-tiba saja ia bertemu seseorang yang begitu mirip dengan Rania. Apalagi Vino sangat tahu persis, Renata juga menginginkannya, membuat Vino tak bisa menjaga jaraknya.
Vino pun menjauhkan bibirnya dari Renata. Kembali ditatapnya Renata dengan lekat, 'Ran, kenapa ada perempuan yang mirip sama kamu yang tiba-tiba aja datang ke kehidupan aku?'
"Kenapa kamu ngelakuin ini lagi?" lirih Renata. Renata merasa bersalah. Namun ia tak kuasa menjauhkan diri dari Vino.
"Karena..." Vino merengkuh pinggang Renata, mengangkatnya, sehingga Renata kini ada di pangkuannya menghadap ke arahnya. "Udah aku bilang, Mbak cantik. Aku suka sama Mbak."
"Tapi ini salah, Vin. Aku gak bisa. Aku udah nikah. Aku punya anak," tolak Renata. Kedua tangannya berada di kedua pundak Vino, mencoba memberi jarak pada tubuh mereka.
"Lalu, kenapa Mbak dateng ke sini? Aku yakin alasan yang sebenernya bukan karena mau kasih aku masakan Mbak."
Renata diam tak menyahut. Ternyata apa yang ia lakukan begitu kentara.
"Mbak suka juga sama aku, 'kan?"
"Kamu ngaco!" Renata berniat pergi dari pangkuan Vino. Namun Vino segera berkata, "Mbak boleh pergi kalau Mbak gak mau. Aku gak akan maksa."
Padahal Vino sudah mempersilahkannya untuk pergi. Vino mengatakan tak akan memaksa. Ia juga tak menahan tubuh Renata yang ada dipangkuannya untuk beranjak. Namun Renata malah urung untuk pergi. Renata kembali menatap lekat wajah Vino yang begitu dekat dengannya.
Perlahan Vino menarik tengkuk Renata pelan agar wajah Renata yang kini lebih tinggi darinya mendekat padanya. Vino menariknya perlahan sekali. Ia menunggu reaksi Renata. Dan sesuai yang Vino harapkan, Renata pun menyambutnya. Renata juga perlahan mendekatkan bibirnya pada Vino dan menutup kembali matanya, hingga bibir mereka kini bertemu kembali.
Ciuman itu kini tak sekedar bersentuhan. Vino mulai mencium, mel umat bibir Renata dan disambut pula oleh Renata. Mereka saling bercumbu, bertukar saliva, dan membuat lidah mereka saling bertautan.
Renata tak mampu menolaknya meskipun rasa bersalah terus muncul dan hilang di dalam benaknya, bergantian dengan rasa terpuaskan yang tak bisa ia tolak.
Berciuman dengan Vino adalah pengalaman baru yang sangat membuatnya penasaran. Renata merasakan sensasi yang jauh lebih li ar. Ciuman Gavin cenderung lembut. Namun Vino tipe yang beringas dalam menciumnya. Dan Renata sangat suka itu.
Vino terus mencumbu bibir Renata, menggigitnya, mengh is apnya sesekali. Begitu intens dan lama. Tapi meskipun yang ia cium adalah Renata tetangga barunya yang berbeda 9 tahun dengannya, namun yang Vino bayangkan dalam pikirannya, wanita yang sedang bercumbu dengannya adalah Rania, sang wanita yang tak pernah bisa ia lupakan.
Permainan bibir mereka semakin dalam. Vino melepaskan bibirnya dan menciumi dagu dan rahang Renata, turun ke leher dan ia hisap dengan gemas leher putih nan jenjang itu.
Seketika Renata mendorong mundur tubuh Vino. Ia sadar apa yang Vino lakukan pasti akan berbekas di lehernya. "Kalau ada bekasnya gimana?"
Vino tak peduli dan melanjutkan apa yang ia lakukan. Vino lakukan lagi dan lagi hingga tanda kemerahan mulai bermunculan di leher Renata.
Renata mendorong Vino menjauh lagi. Vino terlihat kecewa, ia masih belum puas.
"Nanti ada bekasnya, Vin," tegur Renata lagi.
"Suami Mbak kan lagi dinas ke luar negeri. Nanti juga hilang pas suami Mbak udah pulang lagi. Gak akan jadi masalah. Percaya sama aku."
Vino melanjutkan apa yang tengah dilakukannya. Tangan Vino mulai tak bisa diam. Ia meraih kancing blouse Renata dan membuka dua kancing paling atas. ia turunkan bagian kerahnya dan nampaklah pundak indah yang lebih mengundang lagi untuk Vino cumbui. Ia mulai menciuminya, memainkan lidahnya di sana, ia harumi tubuh Renata.
Tercium wangi sabun bercampur wangi alami dari tubuh Renata dan itu sangat memabukkan bagi Vino. Des ahn lirih lolos begitu saja dari bibir Renata menerima perlakuan dari Vino, membuat Vino semakin berga ir h.
Vino membawa Renata ke tempat tidurnya. Ia jatuh kan Renata yang digendongnya, sehingga Renata kini berada di posisi terlentang di atas kasur Vino. Vino membuka kaosnya dan kembali menciumnya.
Tangan Vino meraih blouse yang Renata kenakan dan Vino buka seluruh kancing yang tersisa. Renata berdebar saat bukit kembarnya yang tertutup br a kini ditatap oleh laki-laki selain suaminya.
"Cantik..." puji Vino lirih.
Dengan tak sabar ia meraih salah satu dari kedua bukit indah itu, baru saja ia akan meremasnya, terdengar suara dari luar.
"Bunda!"
Sontak Renata bangkit dan membetulkan seluruh pakaiannya, "Nathan udah bangun." Ia pun beringsut dan segera berjalan tergesa keluar kamar Vino.
"Mbak," panggil Vino.
Renata yang tengah berjalan terburu, menoleh sekilas ke arah Vino.
"Nanti lanjut ya," ajak Vino dengan senyum dan sebelah mata yang ia kedipkan dengan nakal.
Renata berusaha mengulum senyumnya, dan kembali melangkah menuju pintu keluar.
"Mbak," panggil Vino lagi.
"Apa lagi, Vin?" tanya Renata tak sabar.
Vino menyentuh ke arah lehernya sendiri, "awas kelihatan Nathan."
Renata mengancingkan kancing kerah blousenya untuk menutupi jejak yang Vino buat itu dan pergi dari apartemen itu.
semoga endingnya membahagiakan semuanya sich 🤭😁🤪
move on vino dari Rania 💪
lanjutin jaa Renata ma vino 🤭🤭🤭 situ merasa bersalah sdngkn suami mu sendiri dh selingkuh duluan 🙈😬😞😞