Ketika mimpi berubah menjadi petunjuk samar, Nadira mulai merasakan keanehan yang mengintai dalam kehidupannya. Dengan rahasia kelam yang perlahan terkuak, ia terjerat dalam pusaran kejadian-kejadian mengerikan.
Namun, di balik setiap kejaran dan bayang-bayang gelap, tersimpan rahasia yang lebih dalam dari sekadar mimpi buruk—sebuah misteri yang akan mengubah hidupnya selamanya. Bisakah ia mengungkap arti dari semua ini? Atau, akankah ia menjadi bagian dari kegelapan yang mengejarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veluna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
diantara dua dunia
-------。♡
Aku masih memandang Ragnael, menunggu jawaban atas pertanyaanku. Ada perasaan aneh yang terus mengusik pikiranku sejak tiba di ruangan ini. "Ragnael, ruangan ini... sebenarnya tempat apa ini?"
Ragnael tersenyum tipis, tapi sorot matanya menunjukkan beratnya jawaban yang ia pendam. "Ini adalah Void Nexus, titik tengah antara dunia manusia dan dunia bayangan. Tempat ini bukan sembarang ruang; hanya mereka yang memiliki hubungan kuat dengan kedua dunia yang bisa masuk ke sini."
Aku mengerutkan kening, merasa ada yang disembunyikannya. "Hubungan kuat ? Termasuk aku ?"
Ia menatapku dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, "Darahmu, Nadira. Kau adalah keturunan langsung dari Umbrelianus, penguasa bayangan, dan Luminis, entitas cahaya. Kau adalah hasil dari dua dunia yang berlawanan, membuatmu unik dan sangat kuat. Void Nexus ini mengenali darahmu—itu sebabnya kau bisa masuk ke sini."
Aku terdiam, mencerna kata-kata itu. "Tapi, kalau aku punya darah kedua entitas itu, kenapa aku satu-satunya di sini? Apa tidak ada keturunan lain seperti aku? Kakak dan adikku juga punya darah dari kedua ras itu kan ?".
Ragnael menggeleng perlahan. "Ada, tapi mereka tidak seperti dirimu. Sebagian besar keturunan hanya memiliki sedikit jejak darah Umbrelianus atau Luminis, tidak cukup untuk membuka Void Nexus. Kau berbeda. Bahkan, inti Umbra Core—pusat energi dunia bayangan—memanggilmu langsung. Itu yang membuatmu bisa membuka pintu ini kapan saja. Dan itu juga yang membuatmu menjadi target."
Aku merasa tubuhku menegang. "Target? Maksudmu ada yang mengincar ku?"
"Ya," jawab Ragnael dengan serius. "Mereka yang ingin menggunakan kemampuanmu untuk membuka Void Nexus dan memanfaatkan kekuatan dari kedua dunia. Itulah mengapa kau harus belajar mengendalikan dirimu. Jika tidak, kau akan dimanfaatkan."
Aku menggigit bibirku, berusaha menahan rasa cemas dalam diriku. "Tapi bagaimana caranya aku belajar? Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana!"
Ragnael mendekat, menempatkan tangannya di pundakku. "Tenanglah, Nadira. Kau tidak sendiri. Aku akan membimbing mu. Tapi perjalanan ini, keputusan-keputusan besar di dalamnya, itu adalah milikmu sendiri."
Aku hendak bertanya lebih banyak, tetapi Ragnael tiba-tiba melangkah mundur. Ia menatapku dengan wajah penuh dilema. "Sebelum kita melangkah lebih jauh, ada sesuatu yang perlu kau ketahui."
Aku memandangnya bingung. "Apa itu?"
--------。♡ Pengkhianatan Aleara
Ragnael menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Aleara... adik dari nenekmu, yang juga seorang muridku pernah menjadi salah satu penjaga Umbra Core yang paling setia. Dia dipercaya menjaga keseimbangan antara dunia bayangan dan dunia manusia. Tapi segalanya berubah ketika dia jatuh cinta pada seorang manusia."
Aku menatapnya dengan kaget. "Manusia? Maksudmu, dia menjalin hubungan dengan manusia biasa?"
"Benar," kata Ragnael. "Tapi cinta itu membawa kehancuran. Manusia itu, seorang penyihir gelap, memanfaatkan perasaan Aleara untuk mendapatkan akses ke dunia bayangan. Dia berhasil membuat Aleara percaya bahwa dunia bayangan harus dikuasai oleh manusia untuk menghentikan perang antara bayangan dan cahaya. Karena itu, Aleara mengkhianati keluarganya dan menyerahkan sebagian kekuatan Umbra Core kepada manusia itu."
Aku terdiam, merasakan perasaan aneh yang sulit ku jelaskan. "Apa yang terjadi padanya setelah itu?"
Ragnael menatapku dengan tatapan berat. "Aleara diusir dari dunia bayangan. Tapi sebelum pergi, dia bersumpah akan kembali dan merebut Umbra Core sepenuhnya. Hingga kini, dia masih hidup, bersembunyi di antara bayangan dan manusia, menunggu kesempatan untuk balas dendam."
Aku merasa jantungku berdebar lebih cepat. "Jadi, dia juga mengincar aku?"
Ragnael mengangguk. "Ya, Nadira. Kau adalah kunci terakhir. Dengan darahmu, Aleara bisa membuka Void Nexus dan menguasai dua dunia sekaligus."jawabnya
Aku masih ingin bertanya tapi..
Sebelum aku sempat bertanya lebih jauh, cahaya terang muncul dari belakangku. Aku menoleh dan melihat cahaya itu bergerak mendekat, menyelimuti ku. Anehnya, aku tidak merasa takut. Dalam sekejap, aku terbangun di dunia nyata.
Aku membuka mata dan mendapati diriku terbaring di kasur. Napasku terengah-engah, seperti habis berlari. Buku itu—buku yang bersinar tadi—masih ada di meja belajarku, tapi kini terlihat seperti buku biasa.
"Ini mimpi... atau jangan-jangan bukan?" aku bergumam, mencoba menenangkan diriku sendiri.
Waktu menunjukkan pukul 4 pagi . Aku mencoba tidur lagi, tapi pikiranku terus dipenuhi oleh segala informasi dari Ragnael.
Akhirnya aku memilih untuk bangun dan turun kedapur seperti biasa aku menyiapkan sarapan. Hari ini rasanya lebih berat, bukan hanya karena lelah fisik, tapi juga beban pikiran yang terus mengganjal.
Setelah semuanya siap, aku, ibu, dan Mira pun akhirnya sarapan bersama, untuk Rizal jangan tanya dimana, anak itu masih sibuk dengan mimpinya.
Setelah sarapan kami berjalan ke halte bus. Kami menunggu bus yang biasanya datang tepat waktu, tapi kali ini terlambat.
"Ra, gimana pusingnya sekarang? Masih sering datang?" tanyaku pelan pada Mira, mencoba mencari tahu lebih jauh tentang kondisinya.
Mira tersenyum kecil. "Enggak sering, Kak. Kadang aja."
Aku tahu dia berusaha menyembunyikan rasa sakitnya, tapi aku tidak ingin memaksanya bercerita lebih banyak. Sementara itu, ibu tampak gelisah, mondar-mandir di sekitar halte.
"Bus-nya lama sekali," keluh ibu. "Kalau sampai sepuluh menit lagi enggak datang, kita naik taksi aja."
Benar saja, bus yang kami tunggu-tunggu tak kunjung datang. Sebuah taksi lewat, dan ibu langsung melambaikan tangan untuk menghentikannya. Kami masuk, dan perjalanan pun dimulai.
--------。♡ Dalam Taksi
Taksi melaju perlahan, melewati jalan-jalan kota yang mulai ramai. Aku duduk di samping Mira, sementara ibu di depan bersama sopir.
"Ibu yakin rumah sakit ini yang terbaik untuk Mira?" tanyaku, mencoba memecah keheningan.
"Ibu sudah cari info semalaman," jawab ibu dengan nada lelah. "Dokternya spesialis anak, dan fasilitasnya lengkap. Kita harus memastikan Mira mendapatkan yang terbaik."
Mira memeluk tas kecilnya sambil menatap keluar jendela. "Kak Nad, kok kakak keliatan capek? Nggak apa-apa, kan?"
Aku tersenyum, berusaha menyembunyikan kekhawatiranku. "Enggak apa-apa, Ra. Kakak cuma kurang tidur."
Kami terus mengobrol sepanjang perjalanan. Mira bercerita tentang teman-temannya di sekolah, tentang guru favoritnya, dan tentang cita-citanya menjadi dokter. Aku hanya mendengarkan sambil sesekali tersenyum, mencoba menenangkan diri dari pikiran-pikiran yang mengganggu.
Setelah hampir satu jam, aku mulai memperhatikan bahwa pemandangan di luar jendela mulai berubah. Gedung-gedung tinggi digantikan oleh pepohonan lebat, dan jalan yang kami lalui semakin sepi.
"Ibu, rumah sakitnya jauh banget ya?" tanyaku.
"Memang," jawab ibu singkat. "Tapi ini yang terbaik, Nak. Kita harus sabar."
Taksi terus melaju di jalan kecil yang dikelilingi oleh hutan. Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan tempat ini, tapi aku memilih diam. Mira terlihat mulai bosan, jadi aku mengajaknya bermain tebak-tebakan kecil untuk mengisi waktu.
“Ra, kalau aku bilang ‘hitam putih’, apa yang ada di pikiranmu?” tanyaku.
Mira berpikir sejenak sebelum menjawab, “Zebra!”
Aku tertawa kecil. “Cepat juga jawabnya.”
“Kak Nad, giliran kamu. Kalau aku bilang ‘biru’, apa yang kamu pikirkan?” Mira menantang.
“Langit,” jawabku sambil tersenyum.
Ibu yang duduk di depan ikut tertawa kecil mendengar permainan kami. "Kalian ini ada-ada saja," katanya.
Akhirnya, setelah hampir dua jam perjalanan, taksi berhenti di depan rumah sakit yang berada di pinggir hutan. Bangunan itu terlihat megah meskipun dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi. Aku tidak bisa menghilangkan perasaan aneh yang mulai merayap di dadaku.
-------- 。♡ see you guys
mampir juga dikerya ku ya jika berkenan/Smile//Pray/