Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Foto Bersama
"APA !!" pekik Manda.
Seketika ia pun terkejut mendengar penuturan seseorang di seberang sana.
"Aku segera pulang ke Jakarta. Kamu tungguin Bapak di sana sampai aku pulang," perintah Manda.
Bip...
Sambungan telepon pun terputus.
"Dasar tua bangka nyusahin mulu! Baru juga ditinggal pergi sebentar, eh sekarang harus siap-siap deh jadi suster. Jalan pakai dengkul sih, jadi keseleo tuh kaki. Enggak suka banget lihat aku seneng sebentar ketemu anakku. Huft !!" gerutu Manda.
Ya, baru saja asisten rumah tangganya yang bernama Narti terpaksa menghubunginya. Ponsel Narti sedang mati daya. Alhasil cara cepat menghubungi Manda, wanita yang berusia 30 tahun ini pun memakai ponsel milik suami majikannya. Itu pun Narti disuruh oleh Gani yang tengah diperiksa dokter pribadi.
Gani terpleset dan jatuh di kamar mandi ketika berada di kediaman Manda. Beruntung ia masih sadar sehingga langsung berteriak kencang dan didengar oleh Narti, pembantu Manda. Namun Gani enggan dibawa ke rumah sakit. Ia meminta Narti menghubungi dokter pribadinya saja untuk datang ke rumah Manda.
☘️☘️
Sore hari, keluarga kecil Mayor Seno bergegas menuju bandara untuk mengantarkan Aldo. Kali ini Mayor Seno sendiri yang mengemudikan mobil pribadinya. Setibanya di terminal keberangkatan domestik tepatnya di depan pintu masuk, Aya tiba-tiba meminta untuk foto bersama. Sebab fotonya berdua dengan Dokter Heni sudah cukup banyak di ponselnya. Yang belum ada yakni foto keluarga yang berisikan dirinya, Papa, Bunda dan Kak Aldo.
"Ayolah, Pa. Kita belum ada foto bersama," rengek Aya.
"Foto kita bersama di rumah kan sudah banyak Nak," kilah Mayor Seno dengan nada yang lembut pada Aya.
"Kan itu cuma bertiga doang. Papa, aku dan Kak Aldo. Bunda belum ada. Aya mau foto yang ada kita berempat bersama. Titik !!"
"Kalau soal itu, kita bisa foto sama-sama di studio saat berkunjung di kota besar. Hasilnya pasti lebih bagus," jawab Mayor Seno berusaha menolak secara halus permintaan Aya saat ini.
"Kalau di studio kan harus bayar. Enak di sini, Pa. Cuma pakai hp, enggak perlu bayar, dan mumpung Kak Aldo ada. Kalau sudah sekolah di asrama, pasti Kak Aldo sibuk dan jarang bisa pulang ke sini. Lama nunggunya buat kumpul berempat lagi. Aya maunya sekarang," rengek Aya dengan nada sendu dan mata yang sudah tampak berembun.
"Ayo kita foto bersama," ajak Aldo tiba-tiba bersuara.
Semua mata seketika tertuju pada Aldo.
"Kasihan Aya, Pa. Daripada tantrum di bandara. Lagi pula benar kata Aya, nanti Aldo pasti sibuk di Akmil. Terlebih Aldo masih siswa baru juga. Mungkin kita nantinya lebih banyak bertemu lewat udara melalui ponsel dan mimpi jika aku rindu sekali dengan Papa dan Aya di sini," jelas Aldo.
"Bunda kok enggak disebut juga. Kak Aldo enggak rindu, Bunda?" tanya Aya seraya mengerucutkan bibirnya ke depan dan terlihat semakin lucu serta menggemaskan.
Deg...
Dokter Heni dan Aldo seketika saling berpandangan lalu menoleh ke arah lainnya. Keduanya pun merasa kikuk. Keheningan pun tercipta di antara mereka semua.
"Ya sudah, ayo foto." Mayor Seno pun akhirnya bersuara dan memutuskan bersedia melakukan permintaan Aya untuk foto bersama. Dikarenakan Aldo sebentar lagi sudah waktunya boarding. Jika tidak segera diberi keputusan, maka Aya akan terus merengek hingga menangis. Bahkan parahnya bisa tantrum.
"Yeiiyyy..." teriak Aya kegirangan.
Aldo pun langsung meminta bantuan pada orang yang ada di sekitar mereka untuk memotret keluarga kecilnya yang baru.
Cekrek...
Cekrek...
Cekrek...
Beberapa jepretan sudah berhasil diabadikan dengan sangat apik. Terdapat foto mereka berempat di mana para lelaki ada di pinggir kanan dan kiri yang tengah mengapit Dokter Heni dan Aya. Bahkan Aya meminta juga foto berdua antara Bunda dengan Papanya serta dirinya bersama sang kakak.
Mayor Seno dan Dokter Heni tak kuasa menolak permintaan si bintang kejora di hati mereka itu. Pesona Aya berhasil meruntuhkan sedikit ego Papanya. Terlebih saat ini mereka tengah berada di tempat umum.
Di luar sana orang lain jika melihat foto keluarga kecil mereka, pasti beranggapan keluarga tersebut terlihat sangat bahagia dan akrab. Sebab, senyum ceria tampak jelas di wajah mereka berempat. Tentu saja Aya yang memaksa Papa dan kakaknya untuk tersenyum saat di foto. Sebab, kedua laki-laki itu selalu tidak bisa tersenyum jika sehari-hari maupun saat di foto.
Saat perpisahan seperti ini selalu menyayat hati. Hidup LDR an antara seorang ayah dengan putranya serta seorang kakak dengan adiknya. Sungguh penuh haru saat melepas kepergian salah satu buah hatinya guna menuntut ilmu. Pelukan erat ketiganya terus dilakukan. Air mata seketika menetes di pipi gadis mungil ini. Dokter Heni hanya mampu berdiri memandang keharuan yang terjadi. Matanya pun mulai tampak ikut bekaca-kaca.
"Nanti ulang tahun Aya, Kak Aldo janji datang ya. Hiks...hiks...hiks..." ucap Aya terisak pilu seraya memeluk Aldo.
"Dasar bawel! Kan masih lama beberapa bulan lagi acaranya,"
"Biarin! Aku ingetin terus. Biar enggak lupa. Huhu..."
"Kak Aldo usahakan datang. Kalau enggak bisa, kamu enggak boleh sedih atau nangis ya."
Aya pun menganggukkan kepalanya.
"Janji?"
"Iya, Kak. Aya janji enggak jadi anak cengeng lagi," ucap Aya seraya adik-kakak ini saling mengaitkan jari kelingking mereka berdua sejenak dengan makna bahwa mereka saling berjanji satu sama lain.
"Pinter. Itu baru namanya Aya, adiknya Kak Aldo." Ia pun mengusak rambut Aya dengan gemas.
"Haisshh !! Poniku jadi rusak kan. Ini tadi Bunda yang merapikan. Eh malah sekarang diberantakin sama kakak. Huh !" gerutu Aya pada Aldo seraya tangan mungilnya membetulkan poni rambutnya kembali.
"Sudah, jangan berantem. Hati-hati di jalan, Nak. Kalau ada apa-apa segera hubungi Papa," ucap Mayor Seno seraya melerai keduanya.
"Iya, Pa. Siap laksanakan, Komandan."
Mayor Seno pun melebarkan kedua tangannya lalu Aldo pun masuk ke dalam pelukan hangat sang ayah. Mayor Seno menepuk-nepuk punggung dan pundak Aldo guna memberi semangat. Dokter Heni hanya mampu memberikan senyum hangatnya pada Aldo tanpa banyak bersuara.
Ia sadar diri jika Aldo dan Seno masih menjaga jarak dengannya. Ia tetap berusaha di batas koridor posisinya saat ini seperti permintaan Seno, suaminya. Namun hati manusia tidak ada yang tahu pada akhirnya akan berlabuh ke mana. Karena garis takdir setiap manusia hanya Tuhan yang tahu. Hanya Tuhan juga lah yang Maha membolak-balikkan hati manusia.
Lambaian tangan ketiganya pada Aldo menutup perpisahan ini dengan manis dan penuh haru. Tak berselang lama, pesawat Aldo pun lepas landas. Sederet tugas berat sedang menantinya sebagai siswa baru di Akmil. Belum lagi kejutan yang tak diduga olehnya terkait kedatangan ibu kandungnya setelah sekian lama tak berjumpa.
Entah bagaimana nanti reaksi Aldo jika sampai bertemu Manda kembali ?
Bersambung...
🍁🍁🍁
eh salah hamil maksudnya