NovelToon NovelToon
PARA PENCARI

PARA PENCARI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Reinkarnasi / Rumahhantu / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:435
Nilai: 5
Nama Author: F3rdy 25

Malam itu, kabut tebal menyelimuti sebuah desa terpencil di lereng gunung.

Suara angin berdesir membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

Di tengah sunyi, langkah empat orang terlihat menuju sebuah bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan.

Nur, seorang editor sekaligus kameraman, mengangkat kameranya, siap menangkap setiap detik keangkeran yang tersembunyi di balik bayang-bayang.

Di sampingnya, Pujo, pria dengan kemampuan supranatural, merasakan getaran aneh sejak pertama kali mereka menjejakkan kaki di tempat itu.

"Ini bukan tempat biasa," gumamnya dengan nada serius.

Ustad Eddy, seorang religius dan spiritualis, melangkah mantap dengan tasbih di tangannya, siap mengusir kegelapan dengan doa-doanya.

Sementara Tri, yang dikenal sebagai mediator, berdiri di antara mereka, mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan entitas dari dunia lain.

Mereka bukan sekadar pemburu tempat angker, tetapi penjelajah alam gaib yang menyuguhkan kisah-kisah misteri dan horor yang ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PELINDUNG KEBENARAN

Setelah menerima kekuatan baru dari batu misterius di dalam gua, Nur dan timnya merasakan perubahan yang mendalam dalam diri mereka. Masing-masing dari mereka memiliki perasaan tak terduga: campuran antara kekuatan, tanggung jawab, dan rasa takut. Mereka melangkah keluar dari gua dengan langkah mantap, bertekad untuk menjadikan kekuatan itu sebagai alat untuk kebaikan.

Udara luar terasa segar dan penuh harapan. Namun, Nur tidak bisa mengabaikan bayangan gelap yang mengintai di balik kecerahan hari. Misi mereka belum selesai; justru, tantangan yang lebih besar menanti. Mereka kini adalah penjaga kebenaran, dan beban itu terasa sangat berat di pundak mereka.

“Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang tempat ini,” Nur berkata, memecah keheningan yang menyelimuti kelompok itu. “Kita tidak bisa membiarkan kekuatan ini jatuh ke tangan yang salah.”

“Setuju,” Ustad Eddy menjawab, menatap ke arah hutan yang lebat di depan mereka. “Kita perlu menemukan orang-orang yang mungkin tahu tentang kekuatan ini dan bagaimana menggunakannya dengan bijak.”

Pujo mengangguk, wajahnya dipenuhi dengan ketegasan. “Kita juga perlu tahu tentang ancaman yang mungkin mengintai di sekitar kita. Tidak mungkin hanya ada kita yang mengetahui tempat ini.”

“Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres,” Tri menambahkan, matanya menyapu hutan di sekitar mereka. “Seperti ada mata yang mengawasi kita.”

“Mari kita bergerak,” Nur memutuskan, menambahkan semangat ke dalam suaranya. “Kita tidak punya waktu untuk terbuang.”

Mereka mulai melangkah ke arah hutan, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan tinggi. Hutan ini terasa berbeda; aura mistis melingkupi setiap sudutnya. Tanah lembab di bawah kaki mereka memberi sensasi seolah mereka berjalan di atas pelukan dunia lain. Di tengah perjalanan, mereka menemukan sebuah jembatan tua yang menghubungkan dua tebing.

“Sepertinya kita harus melewati jembatan ini,” Ustad Eddy berkomentar, mengamati jembatan yang tampak rapuh namun masih kuat.

Nur merasa ada sesuatu yang menariknya untuk menyeberangi jembatan itu. “Mari kita lihat apa yang ada di sisi sana.”

Mereka melangkah satu per satu, hati-hati agar tidak tergelincir. Suara aliran sungai yang mengalir di bawah jembatan menciptakan melodi menenangkan, tetapi Nur merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka. Ketika mereka sampai di sisi lain, mereka disambut oleh pemandangan luar biasa. Sebuah desa kecil dengan bangunan-bangunan tua, dikelilingi kebun yang rimbun, muncul di depan mereka.

“Ini… desa yang tidak pernah aku lihat sebelumnya,” Pujo mengamati dengan takjub. “Sepertinya kita harus bertanya kepada penduduk setempat.”

“Ya, mungkin mereka tahu lebih banyak tentang kekuatan yang kita terima,” Nur menambahkan.

Mereka berjalan menuju desa, di mana penduduknya tampak terkejut melihat kedatangan mereka. Beberapa dari mereka mengenakan pakaian tradisional, sementara yang lain tampak lebih modern. Nur merasakan aura ketidakpastian di antara mereka, seolah penduduk desa merasa terancam oleh kehadiran mereka.

“Apa kalian berasal dari luar desa?” seorang lelaki tua bertanya, wajahnya dipenuhi kerutan dan mata yang tajam.

“Kami… ya, kami baru saja menemukan jalan ke sini,” Nur menjawab, berusaha terdengar ramah. “Kami mencari tahu lebih banyak tentang tempat ini dan… kekuatan yang kami miliki.”

Lelaki tua itu memandang mereka dengan curiga. “Kekuatan? Apa yang kalian bicarakan?”

“Kami baru saja mengunjungi gua di dekat sini,” Pujo menambahkan, mencoba menjelaskan. “Kami menemukan sesuatu yang sangat kuat dan kami merasa perlu untuk mempelajari lebih lanjut.”

Lelaki tua itu mengangguk, tampak merenungkan kata-kata mereka. “Datanglah ke rumahku,” katanya akhirnya. “Ada banyak yang perlu kalian ketahui.”

Mereka mengikuti lelaki tua itu ke rumahnya, sebuah bangunan kayu sederhana dengan halaman yang dikelilingi tanaman obat. Setelah mereka duduk di depan, lelaki tua itu memandang mereka dengan tatapan serius.

“Aku adalah pemimpin desa ini. Nama saya Pak Rudi,” katanya. “Di desa ini, kami memiliki sejarah panjang mengenai kekuatan yang kalian temui. Itu bukan hanya sekadar kekuatan; itu adalah warisan yang harus dilindungi.”

“Warisan?” Nur bertanya, merasakan ketertarikan yang mendalam.

“Ya, di sini, di hutan ini, ada banyak kekuatan tersembunyi. Beberapa di antaranya sangat berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah,” Pak Rudi menjelaskan. “Kami telah berusaha untuk menjaga agar kekuatan ini tetap tersembunyi dari dunia luar.”

“Apakah ada orang lain yang tahu tentang kekuatan ini?” Ustad Eddy bertanya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

“Sayangnya, ya. Ada kelompok yang mengincar kekuatan ini untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka dikenal sebagai ‘Penguasa Kegelapan’,” Pak Rudi menjawab, suaranya berat dengan kepedihan.

“Mereka berusaha untuk menemukan cara untuk membuka kekuatan ini dan menggunakannya untuk menghancurkan,” tambahnya. “Kami telah berjuang keras untuk mencegah hal itu terjadi.”

“Bagaimana kami bisa membantu?” Nur bertanya, semangatnya bangkit. “Kami tidak akan membiarkan kekuatan ini jatuh ke tangan yang salah.”

Pak Rudi tersenyum, meskipun matanya tetap penuh dengan kesedihan. “Kekuatanmu adalah berkah dan kutukan. Hanya mereka yang memiliki hati murni yang dapat mengendalikan kekuatan ini dengan benar. Kami perlu mencari tahu apa yang sebenarnya mereka rencanakan dan menghentikan mereka sebelum terlambat.”

“Bisa jadi mereka sudah mendekat,” Pujo mengingatkan. “Kami merasakan sesuatu yang tidak beres di sekitar sini.”

“Benar,” Pak Rudi menanggapi. “Malam ini, kami akan melakukan ritual perlindungan. Itu akan memberi kami kekuatan untuk mendeteksi ancaman.”

Mereka setuju untuk ikut serta dalam ritual itu. Saat malam tiba, penduduk desa berkumpul di lapangan terbuka di tengah desa. Mereka mengenakan pakaian putih dan membawa lilin yang menyala. Suasana dipenuhi dengan ketenangan, tetapi Nur bisa merasakan ketegangan di udara.

Ritual dimulai dengan nyanyian dan doa-doa. Nur, Pujo, Ustad Eddy, dan Tri berdiri di antara penduduk desa, merasakan energi yang mengalir melalui mereka. Cahaya lilin bergetar, dan angin malam berhembus lembut, seolah menyampaikan pesan dari dunia lain.

Setelah beberapa saat, Pak Rudi berdiri dan memulai sesi meditasi. Semua orang terdiam, menutup mata dan memfokuskan pikiran mereka. Nur merasakan aliran energi yang kuat, seolah seluruh desa bersatu dalam satu tujuan. Dia mengingat kembali kata-kata penjaga kekuatan di dalam gua; mereka adalah pelindung kebenaran.

Tiba-tiba, Nur merasa ada perubahan di sekitarnya. Sebuah bayangan melintas di atas mereka, mengganggu kedamaian ritual. “Ada sesuatu yang mendekat!” dia berteriak, membuka matanya.

Para penduduk desa terkejut, dan Pak Rudi segera mengangkat tangannya. “Tenang! Kita harus bersatu!” dia menginstruksikan, suaranya tenang meskipun situasi menegangkan.

Dari bayang-bayang, sekelompok sosok muncul, wajah mereka ditutupi oleh topeng gelap. Mereka mengenakan pakaian hitam, dan aura jahat terpancar dari mereka. “Kalian tidak bisa menghentikan kami!” salah satu dari mereka berteriak, suaranya penuh kebencian.

“Siapa kalian?” Nur menantang, melangkah maju, tangan terulur. Dia merasakan kekuatan baru dalam dirinya, siap untuk melindungi.

“Kami adalah Penguasa Kegelapan! Dan kekuatan itu akan menjadi milik kami!” sosok itu menjawab, kemudian menyerang.

Serangan pertama dimulai. Beberapa penduduk desa terjatuh, panik dan ketakutan menyebar. Nur menggerakkan tangannya, merasakan kekuatan yang baru didapatnya mengalir. Dia melawan, melepaskan energi yang membentengi penduduk desa di sekelilingnya.

“Bersatu!” teriak Nur. “Kita harus melawan bersama!”

Mereka berdiri berhadapan, penduduk desa dan tim Nur berusaha melawan serangan Penguasa Kegelapan. Pujo dan Tri berjuang berdampingan, mengeluarkan kemampuan supranatural mereka untuk menahan serangan musuh. Ustad Eddy memimpin doa, memperkuat energi perlindungan di sekitar mereka.

Kepanikan mulai menghilang saat penduduk desa menemukan keberanian dalam diri mereka. Mereka tidak sendirian. Semua orang bersatu, melawan dengan semangat dan tekad.

“Jangan biarkan mereka merobohkan kita!” Pak Rudi berteriak, mengangkat tangan untuk memanggil energi alam.

Nur merasakan sem

angat dan keberanian mengalir melalui tubuhnya. Dia memfokuskan kekuatannya pada satu titik, memanggil cahaya terang yang menyelimuti dirinya dan penduduk desa. “Cahaya! Lindungi kami!” dia berteriak, melepaskan energi murni yang menghalau kegelapan.

Seketika, cahaya itu melesat, menciptakan perisai yang melindungi mereka dari serangan. Penguasa Kegelapan terhuyung mundur, terperangah oleh kekuatan yang tidak terduga.

“Kita bisa mengalahkan mereka!” Tri berteriak, semangatnya berkobar.

Pertarungan berlangsung sengit, setiap orang berjuang dengan segala yang mereka miliki. Nur mengarahkan cahaya ke arah musuh, merasakan kekuatan bersatu dalam dirinya. Akhirnya, dengan satu serangan terakhir, Nur memusatkan semua energi yang dia miliki, memancarkan cahaya yang menghancurkan.

Cahaya itu menghantam Penguasa Kegelapan, membuat mereka terhempas ke belakang. Dengan teriakan mengerikan, mereka lenyap dalam cahaya, menyerah pada kekuatan kebenaran.

Setelah pertarungan usai, ketegangan perlahan mereda. Nur, Pujo, Tri, dan Ustad Eddy berdiri di tengah desa, dikelilingi oleh penduduk yang bernafas lega. Mereka telah melindungi desa dari ancaman yang mengerikan.

“Kita telah berhasil!” Pujo berseru, wajahnya bersinar dengan kebanggaan.

“Ini baru permulaan,” Nur mengingatkan, merasakan beban tanggung jawab di pundaknya. “Kita harus terus melindungi kekuatan ini dan menjaga agar tidak jatuh ke tangan yang salah.”

Pak Rudi mendekat, matanya berbinar dengan rasa syukur. “Kalian telah melakukan hal yang luar biasa. Kami berutang budi kepada kalian.”

Nur tersenyum, merasa bangga atas apa yang mereka capai. “Ini bukan hanya tentang kami. Kita semua adalah pelindung kebenaran.”

Malam itu, mereka merayakan kemenangan dengan sederhana. Kebersamaan mereka mengingatkan Nur akan arti sejati dari kekuatan—bukan hanya untuk menghancurkan, tetapi juga untuk melindungi dan menginspirasi. Saat bintang-bintang bersinar di langit, mereka bertekad untuk terus berjuang demi kebaikan.

---

1
Amelia
betul tuh.....
Yurika23
aku mampir ya thor....enak di baca...
☠️F3r57☠️: terimakasih
total 1 replies
Amelia
aku mampir Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!