Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 17 Tentang Perjanjian
Andini benar-benar menang banyak karena Edwin sangat memanjakan dirinya. Setelah membeli laptop dan ponsel, tanpa diminta Edwin membelikan satu set perhiasan lalu menemani Andini membeli semua yang gadis itu inginkan.
Tak seperti tadi menolak, sekarang Andini bertindak sesukanya. Dia benar-benar belanja apa pun yang dia inginkan, mulai dari pakaian, skincare, buku, tas dan lain-lain.
Tangan Edwin sudah banyak menenteng paper bag dan semua itu milik Andini tapi gadis itu masih sibuk memilih pakaian dan membelinya lagi. Edwin mengambil paperbag yang kasir berikan padanya menenteng lagi bersama belanjaan lainnya.
"Terima kasih, Pak, anda baik sekali," kata Andini senang.
Edwin hanya tersenyum, andai tangannya sedang kosong tidak sedang membawa belanjaan dia pasti akan menarik Andini untuk dia dekap lalu menciumnya.
Eh.
Edwin menggelengkan kepala menghilangkan pikiran seperti itu dari kepalanya. Bisa-bisanya dia punya pikiran seperti itu.
"Masih ada yang ingin kamu beli?" tanya Edwin.
"Tidak ada, Pak, semuanya sudah saya beli."
"Berarti kamu sudah bisa pindah keapartement?" tanya Edwin dan Andini mengangguk.
Edwin tersenyum lagi. Ah, sejak tadi dia memang terus tersenyum merasa senang menghabiskan waktu menemani Andini belanja.
"Kita sekalian makan siang ya ini sudah jam 14.00," kata Edwin.
"Ya ampun, Pak, tidak terasa ya hampir 4 jam kita dimall," kata Andini.
"Tak apa, saya senang menemani kamu belanja."
"Memangnya anda tidak pernah menemani istri anda belanja?" tanya Andini dan Edwin menjawabnya dengan gelengan kepala.
Andini jadi semakin kasihan pada Edwin, sebenarnya pernikahan macam apa yang dijalani pria itu?
Mereka lalu mendatangi restoran yang letaknya berada dilantai satu mall. Disana Edwin memesan banyak makanan mengingat dirinya bila makan bersama Andini selalu makan dengan lahap. Tak lupa Edwin memesan makanan kesukaannya, lobster bakar dengan saus dabu-dabu seperti yang tadi malam dia makan besama dengan Mona.
"Banyak sekali, Pak, makanannya?" tanya Andini yang melihat mejanya penuh dengan makanan.
"Sengaja," jawab Edwin santai.
"Tapi sayang, Pak, nanti mubazir kalau tidak habis," kata Andini.
"Pasti habis, kita sama-sama makannya banyak," ucap Edwin sembari terkekeh sementara Andini memanyunkan bibirnya.
Mereka mulai dengan makannya. Edwin menyuapkan daging lobster kemulutnya lalu mengulurkan tangannya hendak menyuapkan pada Andini.
"Malu, Pak," kata Andini menjauhkan mulutnya.
"Malu kenapa? Bukannya tadi malam kita suap-suapan?" tanya Edwin.
"Ihh, Pak, disinikan banyak orang, kalau diapartement kan tidak."
"Oh, berarti kalau diapartement kamu tidak akan menolak saya suapi?" tanya Edwin menaik turunkan alisnya.
Andini mengigit bibir bawahnya lalu mengangguk membuat Edwin tersenyum lebar.
"Rasanya saya ingin bungkus saja makananya terus kita makan diapartemen supaya saya bisa nyuapin kamu," kata Edwin namun ditanggapi cebikkan bibir oleh Andini.
Edwin tergelak membuat beberapa pengunjung menatapnya aneh. Beruntung tak ada yang mengenal mereka sehingga keduanya menyelesaikan makannya dengan tenang.
...****************...
Edwin meminta Andini masuk lebih dulu kedalam mobil, sementara dirinya menyusun belanjaan milik Andini ke bagasi.
Drrtt.. Drrtt..
Ponsel Edwin bergetar membuat pria itu merogoh ponselnya dari dalam saku celana.
'Si Cantik Istriku'
Edwin menghembuskan nafas berat saat tahu yang menghubunginya itu ialah Mona. Dia memilih memasukkan kembali ponselnya kedalam saku, mengabaikan panggilan telepon tersebut lalu menutup bagasi mobil.
Biarkan saja sekali-sekali Mona merasakan apa yang dia rasakan saat panggilan teleponnya diabaikan. Edwin lalu masuk kedalam mobil dan duduk dibalik kemudi.
"Lelah?" tanya Edwin menoleh pada Andini yang sedang memejamkan mata sembari bersandar dikursi.
"Sedikit," kata Andini lalu membuka matanya dan tersenyum pada Edwin.
"Tidurlah nanti saya bangunkan kalau sudah sampai apartement." Edwin mengusap rambut panjang Andini.
Andini menggeleng. "Nanti saja tidurnya kalau sudah sampai apartement."
"Ya sudah kalau begitu kita langsung pulang saja," kata Edwin.
"Iya, Pak."
Edwin langsung melajukan mobilnya meninggalkan basement mall menuju apartement yang jaraknya memakan waktu setengah jam.
Ditengah perjalanan Edwin merasa ponselnya kembali bergetar namun dia memilih mengabaikannya dan tetap fokus mengemudi.
"Apa anda sudah mengatakan pada kak Bima bila saya akan tinggal diapartemen?" tanya Andini.
"Sudah," jawab Edwin tanpa menoleh pada Andini.
"Lalu bagaimana tanggapan kak Bima, apa dia mengizinkan?" tanya Andini lagi.
"Tidak ada alasan untuk Bima mencegah kamu tinggal diapartement," jawab Edwin.
"Tentu saja ada, Pak, dia kakak saya."
"Tapi semua keputusan yang kamu ambil itu yang akan menjalaninya kamu, bukan Bima dan dia hanya perlu mendukung apapun keputusan yang kamu ambil," kata Edwin.
Andini terdiam. Semua yang dikatakan Edwin itu benar bahwa keputusan yang diam ambil dia juga yang akan menjalaninya. Tak lama mereka tiba diapartement. Edwin langsung memarkirkan mobilnya di basement apartement.
Andini turun dari mobil lalu menunggu Edwin yang sedang mengeluarkan semua belanjaan dari dalam bagasi.
"Saya bantu, Pak," kata Andin hendak meraih beberapa paperbag ditangan Edwin.
"Tidak perlu, biarkan saya yang melakukannya," kata Edwin.
Andini mengangguk kemudian membiarkan Edwin menenteng sendiri belanjaannya seperti saat di mall tadi. Sungguh suami idaman sekali.
Edwin meletakkan belanjaan Andini dikamar utama lalu masuk kedalam kamar mandi, mencuci muka, tangan dan kaki. Setelahnya Edwin kembali kekamar dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
"Pak, anda mau tidur disini?" tanya Andini.
Andini melihat barang miliknya diletakkan dikamar ini tapi Edwin justru meniduri ranjangnya membuat Andini kebingungan dimana letak kamarnya sebenarnya.
"Heem," jawab Edwin.
"Kalau begitu saya tidur dikamar sebelah, Pak."
Andini sudah hendak pergi namun tangannya ditarik oleh Edwin membuat gadis itu jatuh diatas tubuh Edwin.
"Pak!" pekik Andini terkejut.
Edwin terkekeh lalu meletakan kedua tangannya dipinggang Andini membuat gadis itu sangat gugup.
"Tidak usah pergi kekamar sebelah, ini kamarmu," kata Edwin menatap Andini yang berada diatas tubuhnya.
"Tapi anda mau tidur disini," kata Andini.
"Memangnya kenapa kalau kita tidur disini sama-sama?"
"Tidak boleh."
"Kenapa tidak boleh?"
"Karena kita belum menikah."
"Untuk tidur bersama kita tidak perlu menikah, An."
"Tapi, Pak_"
"Kamu lupa dengan perjanjian kita?" tanya Edwin dan Andini menggeleng karena dia sama sekali tidak melupakan perjanjian itu.
"Kamu akan ada saat saya membutuhkanmu," kata Edwin mengingatkan.
"Dan sekarang saya sedang membutuhkanmu," sambungnya.
"Pak_"
Andini tak melanjutkan ucapannya karena Edwin membalikan tubuhnya membuat posisi Andini berada dibawah tubuh Edwin. Seketika Andini merasa takut dengan jantung berdegup kencang, khawatir Edwin akan meminta kesuciannya mengingat sudah banyak uang yang dihabiskan Edwin untuknya.
Edwin menatap lekat wajah Andini, menelisik mulai dari alis, mata, hidung dan bibir.
"Dalam perjanjian kita saya hanya tidak boleh meminta kesucian kamu yang artinya saya boleh melakukan yang lainnya termasuk meminta kamu memuaskan saya."
Belum sempat Andini protes bibirnya sudah lebih dulu dibungkam oleh ciuman panas dari pria yang ada diatas tubuhnya.