Tiga sahabat, Reza, Bima, dan Fajar, terjebak dalam sebuah misi absurd di tengah gurun pasir setelah disedot oleh portal misterius. Dengan hanya lima nyawa tersisa, mereka harus menghadapi tantangan aneh dan berbahaya untuk mencapai harta karun legendaris. Setiap kali salah satu dari mereka mati, mereka "respawn" seperti dalam permainan video, tetapi jumlah nyawa mereka berkurang, mendekatkan mereka pada nasib terjebak selamanya di gurun.
Setelah berlari dari kejaran buaya darat dan selamat dari angin puting beliung yang disebut "Angin Putri Balalinung," mereka menemukan helikopter misterius. Meskipun tidak ada yang tahu cara mengendalikannya, Bima mengambil alih dan, dengan keberanian nekat, berhasil menerbangkan mereka menjauh dari bahaya.
"Bro, lo yakin ini aman?" tanya Reza sambil gemetar, memandangi kokpit yang penuh dengan tombol.
Bima mengangguk ragu, "Kita nggak punya pilihan lain, kan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vyann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lomba Makan
Setelah berhasil melewati tantangan jembatan ajaib, Reza, Bima, dan Fajar melanjutkan perjalanan mereka dengan lebih berhati-hati. Kini, mereka memasuki wilayah yang lebih terbuka—hamparan pasir yang luas, tanpa tanda-tanda kehidupan selain angin yang menderu di telinga mereka. Mereka terus berjalan, dengan Bima memegang peta yang mengarahkan mereka menuju harta karun yang mereka cari.
Sambil berjalan, Reza yang tampak mulai kelelahan mulai mengeluh lagi. "Kenapa tantangannya nggak habis-habis? Padahal peta bilang kita udah dekat!"
Bima, yang berjalan di depan, menggeleng sambil menjawab, "Ya namanya juga game, pasti ada aja tantangannya. Lagipula, kita kan dapet banyak nyawa tadi. Jadi nggak usah khawatir."
Tiba-tiba, mereka mendengar gemuruh aneh dari arah depan. Mereka saling berpandangan dengan bingung sebelum memutuskan untuk berjalan lebih hati-hati. Gemuruh itu semakin keras dan akhirnya mereka tiba di sebuah arena besar dengan meja-meja panjang yang dipenuhi makanan. Di sisi lain, terdapat raksasa yang tampak menakutkan sedang duduk di depan meja-meja tersebut, dengan tampilan yang mengerikan namun sedikit konyol karena napas mereka yang terengah-engah seperti kehabisan tenaga.
"Apaan ini?" tanya Fajar dengan bingung, matanya tertuju pada tumpukan makanan yang ada di meja.
Sebuah surat turun dari langit dengan bunyi khasnya, "Ting!" Surat itu melayang pelan di hadapan mereka.
Bima meraih surat itu dan membacanya keras-keras, "Lawan raksasa dalam lomba makan. Pemenang bisa lanjut, yang kalah akan kehilangan 1 nyawa."
Reza mendengus dan mulai tertawa sinis, "Lomba makan? Serius? Ini pasti tantangan paling absurd yang pernah kita hadapi."
"Ya, tapi lawan kita raksasa, Rez," Bima memperingatkan. "Lihat ukurannya. Kalau kita nggak makan cepat, kita bakal kalah."
Fajar menatap meja-meja yang penuh dengan makanan tersebut, mulai dari ayam panggang yang besar, roti berlapis daging, hingga buah-buahan eksotis yang tampak lezat. "Ini tantangan makan, kan? Jadi kita nggak perlu pakai senjata? Cuma makan secepat mungkin?"
Reza, yang biasanya paling malas berhadapan dengan tantangan serius, justru tampak senang kali ini. "Oke, ini kesempatan gue! Kalian tahu kan kalau gue jagonya makan cepat?"
Bima hanya tersenyum kecil sambil menepuk bahu Reza, "Kalau gitu, ini kesempatanmu untuk bersinar. Kita harus kalahkan mereka atau nyawa kita bakal berkurang lagi."
Mereka duduk di meja masing-masing, sementara raksasa-raksasa itu tampak siap dengan sendok garpu besar di tangan mereka. Ada empat raksasa, masing-masing terlihat lapar dan siap melahap semua yang ada di meja. Timer muncul di depan mereka, menghitung mundur dari tiga.
"Siap-siap!" seru Bima, mulai fokus pada makanannya.
"3... 2... 1... MULAI!" suara dari langit bergema, memulai lomba.
Reza langsung menyerbu makanannya dengan gaya yang luar biasa. Dia melahap ayam panggang dengan cara yang membuat Fajar dan Bima terperangah. Bahkan salah satu raksasa terlihat terkejut melihat kecepatan Reza.
"Buset, Rez! Lo kayak nggak pernah makan tiga hari!" seru Fajar, setengah tertawa sambil berusaha mengejar kecepatan makan Reza.
Bima, meskipun lebih kalem, juga mulai makan cepat sambil sesekali mencuri pandang ke arah raksasa-raksasa di meja sebelah. Salah satu raksasa sudah menghabiskan setengah dari makanannya dalam satu kali suapan, membuat Bima sedikit cemas.
"Fokus! Mereka raksasa, loh. Kalau kita kalah, satu nyawa kita ilang!" Bima mengingatkan dengan mulut penuh makanan.
Reza, dengan wajah penuh saus, hanya tertawa sambil terus mengunyah, "Hah! Gue ini spesialis makan kilat, nggak bakal kalah!"
Namun, justru Fajar yang mulai menghadapi kesulitan. Perutnya yang lebih kecil tak sanggup mengimbangi kecepatan makan Reza dan raksasa-raksasa. Dia mulai melambat, membuat Bima khawatir.
"Fajar, lo baik-baik aja?" tanya Bima, mencoba mempercepat makannya sendiri.
Fajar hanya menggeleng sambil terengah-engah. "Gue nggak bisa makan secepat kalian... gue... gue kayaknya bakal kalah."
Dan benar saja, Fajar kehabisan waktu tepat saat salah satu raksasa sudah selesai dengan makanan di depannya. Dengan suara keras, "Ting!" terdengar dari arah Fajar, menunjukkan bahwa satu nyawanya hilang.
"Yah, gue kena jebakan lagi..." keluh Fajar, wajahnya sedikit kesal.
Bima menepuk pundak Fajar dengan lembut. "Gak apa-apa, yang penting kita masih punya nyawa. Nanti kita cari buah nyawa lagi."
Reza, yang akhirnya selesai dengan makanan di hadapannya, bersorak riang. "YES! Gue menang! Gue nggak pernah kalah kalau soal makan!"
Raksasa-raksasa yang kalah tampak frustrasi dan beranjak pergi, meninggalkan arena kosong. Jembatan kayu yang sebelumnya tak terlihat, kini terbuka, mengarah ke wilayah berikutnya.
Mereka semua berdiri dan mulai berjalan menuju jembatan itu, tapi sebelum itu, Bima menoleh ke arah Reza dan berkata, "Tapi lo jangan senang dulu, Rez. Tantangan berikutnya mungkin nggak bakal sesederhana ini."
Reza hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum puas. "Selama ada makanan, gue pasti menang!"
Mereka terus berjalan, siap menghadapi tantangan berikutnya, sementara Fajar tampak lebih tenang meski kehilangan satu nyawa. Tantangan baru menanti, dan kali ini mereka harus lebih siap.
Bersambung...
Mati pun gk usah khawatir ya, yg penting balik.