NovelToon NovelToon
Battle Scars

Battle Scars

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?

Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.

vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perkara Kulit Hitam

Beberapa hari kemudian.

Sebagian santri yang ikut mengantar Miftah untuk menikah sudah bersiap. Meskipun mereka menggunakan mobil pick up, tapi mereka begitu antusias.

Ada sekitar 13 mobil dan 30 motor yang dikendarai. Sedangkan untuk hantaran 3 mobil.

Tempat tujuan tidak terlalu jauh, hanya memerlukan waktu 20 menit untuk sampai ke Pesantren An-Nur. Pesantren yang didirikan Kiyai Abu Bakri.

"Tunggu!"

Semua orang yang tengah bersiap naik ke mobil menoleh. Mereka melongo melihat Balqis berkacak pinggang dengan kesal.

"Kenapa Saya nggak diajak? Aby, 0kok tega sih ninggalin saya di sini sama mereka?" ujar Balqis tidak terima.

Arsalan tersenyum. Bukan maksud tidak ingin mengajak Balqis, tapi dia takut kalau Balqis kabur lagi seperti yang sering dilakukannya.

"Saya juga kan pengen ikut, Aby. Liat, kasian tuh Melodi dari subuh dia nangis pengen ikut. Tapi nggak diajak," Balqis Melotot kearah Melodi yang terdiam melongo karena namanya ikut terseret. "Pokonya kita pengen ikut, Aby!"

"Ajak saja. Kasian dia sampe marah-marah begitu,"

Balqis menoleh. Dia menatap seorang perempuan yang lebih tua. Perempuan itu mendekatinya sambil tersenyum.

"Kamu mirip sekali dengan Hans ." ucap perempuan itu. "Jadi segeralah bersiaplah sebelum kita berangkat. Kamu bisa ikut bersama Melodi."

Mata Balqis berbinar. Dia pun berlalu lari menarik tangan Melodi untuk bersiap. Setelah bersiap sebaik mungkin. Mereka berdua pun segera bergabung dengan yang lain.

Balqis sendiri menjadi sorotan orang-orang, bukan make-upnya yang menor melainkan style bajunya yang berbeda dari mereka.

"Apa tidak ada baju yang lain, Balqis?" tanya Azizah.

"Nggak ada. Dan jangan berkomentar, gue nggak suka." jawabnya tegas.

Azizah menghela napas berat lalu terdiam. Kemudian naik ke atas mobil. Setelah itu mengulurkan tangannya untuk membantu yang lain.

"Tunggu dulu! Gue nggak mau naek mobil ini. Nggak cocok banget sama Style gue," teriak Balqis. "Percuma dong gue dandan cantik tapi endingnya naek beginian."

"EH!"

Karena kesal Balqis terus mengoceh, Badriah mengangkat badannya ke atas mobil tanpa permisi.

"Heh... Kenapa lo ngangkat gue ke ke sini?" pekik Balqis. "Gue mau naek mobil bagus,"

"Sudah jangan banyak bicara. Jangan berharap pula naik mobil bagus." sahut Badriah. "Masih untung kamu diajak, kalau tidak kamu di sini dengan santri yang tidak ikut."

"Cih... Nyebelin!"

Balqis mencibik kesal. Kemudian duduk di dekat Azizah dengan ekpresi wajah tidak terima. "Ck... Bisa-bisa make-up gue luntur sampe ke tempat tujuan."

Setelah semua orang berada di mobil. Deru suara mesin pun terdengar. Detik kemudian, melaju beriringan dengan yang lain.

Ketika keluar dari gerbang, mata Balqis langsung tajam memperhatikan keadaan sekitar. Kini dia tahu bila pesantren yang ditempatinya melewati sebuah perkampungan setelah hamparan sawah luas itu.

Meskipun masih banyak terdapat pepohonan yang menjulang tinggi. Setelah melewati perkampungan, kini mereka berada di jalan raya padat kendaraan. Namun lajunya mobil tetap lancar karena kendaraan lain memberikan jalan lewat.

"Aku sudah tidak sabar ingin melihat Ning Maryam. Pasti dia sangat cantik dengan balutan cadarnya," ucap Rahma.

"Iya, benar. Gus Miftah dan Ning Maryam pasti akan terlihat seperti Raja dan Ratu," sahut Indah.

"Ck... Nggak di mana-mana, kalian itu terus aja ngegosip," sela Balqis.

"Siapa yang menggosip?" tanya Indah.

"Ya lo lah." jawab Balqis.

Indah dibuat kesal. Ingin sekali dia membalas perkataan Balqis, namun urung saat melihat tatapan Melodi.

Setelah beberapa menit di perjalanan, akhirnya suara petasan terdengar nyaring menyambut kedatangan mereka. Mobil pun terparkir rapih, kemudian semua orang turun dan kembali bersiap-siap sambil membawa satu barang.

Om Gus!

Balqis tertegun melihat penampilan Alditra yang berbeda. Balutan koko hitam itu sangat pas di badannya. Dia benar-benar sangat tampan.

"Balqis!"

"Iya,"

"Ayo jalan?"

Balqis mengangguk. Kemudian mengambil kue yang diberikan Melodi untuk dibawa.

Dengan langkah pelan agar tidak berdesakan mereka pun beriringan masuk ke lingkungan pesantren yang sudah disulap dengan sangat cantik.

Kain serba putih dihias dengan bunga-bunga cantik, lalu lampu-lampu menjuntai di langit-langit.

Benar-benar sangat mewah sampai membuat semua orang terkagum-kagum. Hiasan bak negeri dongeng yang selalu diimpikan kini ada di depan mata.

Semua orang yang datang pun duduk di kursi yang sudah disediakan dan tidak lama dari itu acara pun dibuka dengan penyambutan.

"Kapan kita makan?" Balqis merasa bosan karena terus duduk dari tadi. "Pinggang gue pegel,"

"Sabar, Qis." ucap Melodi.

Balqis mendengus kesal. Dia tidak bisa apa-apa selain duduk. Bahkan ingin pergi pun merasa kesusahan karena orang-orang terlalu banyak dan sejak tadi dia tidak memperhatikan seperti orang-orang.

"Huh!"

Sambil duduk manis, mata Balqis ke sana sini. Ide kabur seketika muncul di kepalanya. Untuknya akan sangat mudah bila kabur dari tempat ini, apalagi sekarang dia berada di kota bukan perkampungan.

"Oh.. Om Gus!?"

Mata balqis kembali teralihkan. Dia melihat Alditra duduk di depan dengan kursi rodanya, terlihat Umma Halimah juga hadir.

"Hi!"

Balqis melambaikan tangannya sambil tersenyum senang saat Alditra meliriknya.

"EH!" kedua halis Balqis bertaut heran. Dan seketika terdiam saat Alditra tersenyum tipis untuk pertama kalinya. Lambaian tangannya terhenti. Kemudian melirik yang lain untuk memastikan senyuman Alditra untuk siapa?

"Barusan dia senyum ke gue kan? Tumben amat... Biasanya judes banget sama gue!"

Balqis dibuat kebingungan. Dia tidak percaya Alditra tersenyum padanya barusan.

"Alhamdulillah!"

Balqis pelanga-pelongo saat semua orang mengusap air matanya seperti terharu. Dia tidak tahu apa yang dilewatkannya barusan.

"Qia, lihat? Ning Maryam."

Balqis menoleh. Dia melihat seorang perempuan dengan digandeng dua bridesmaid.

Mata Balqis masih memperhatikan ke depan. Dia melihat Maryam menyalami punggung tangan Miftah, kemudian Miftah meletakkan tangannya di kepala Maryam sambil membaca doa.

Setelah selesai, Miftah mendaratkan ciumannya di kening Maryam. Sontak hal itu membuat semua orang baper termasuk Balqis yang nyengir.

Oh my god kok hati gue ngelengos gini ngeliat adegan ini... jadi kepengen juga kaan... Daddy... putrimu udah kebelet kawin nihhh...

Balqis memalingkan wajahnya. Dia menolak rasa bapernya. Dia tidak ingin tiba-tiba meminta nikah hanya karena melihat adegan romantis Miftah dan Maryam.

Setelah akad selesai. Selanjutnya acara sungkeman pada orang tua. Balqis yang tidak ingin melihat adegan menangis memilih beranjak. Dia sudah gerah berada di antara kerumunan orang-orang yang ikut sedih.

"Hah, bebas juga!"

Senyuman Balqis menyungging saat berhasil keluar. Dia memperhatikan tempat sekitar yang ternyata luas.

"Mumpung semua lagi pada sibuk, gue harus buru-buru kabur!"

Dengan semangat luar biasa, Balqis bergegas pergi dari tempat itu. Namun siapa sangka, empat santriwan sudah berjaga-jaga.

Mereka ditugaskan Arsalan menjaga di luar. Karena dia sangat yakin kalau Balqis akan mengambil kesempatan bagus di saat yang lain sibuk.

"Mau ke mana?" tanya Rendi.

"Gue, ya mau keluarlah." jawab Balqis tegas. Dia juga tidak menyangka kalau santriwan akan berjaga.

"Tidak bisa ukhti. Kamu harus kembali ke dalam, bila tidak Aby Arsalan akan marah," titah Lutfi.

"Gue bakalan kasih kalian duit. Berapa pun yang kalian minta gue bakalan kasih," ujar Balqis. "Asalkan ijinin gue keluar,"

Empat santriwan itu menolak. Karena amanah menahan Balqis pergi lebih penting dibandingkan uang.

"Ayo cepet bilang berapa yang kalian minta? Gue pasti kasih," kekeh Balqis.

"Kami tidak butuh uang, ukhti. Kami hanya ingin kamu kembali ke dalam dan pergi bersama-sama setelah waktunya pulang nanti," jawab Lutfi.

Balqis mendengus kesal. Tidak di pesantren, tidak di luar, dia lagi-lagi gagal kabur.

"Ayo ukhti? Aku antar ke dalam," tawar Lutfi.

"Cih... Whatever!" sahut Balqis yang berjalan lebih dulu.

Sesampainya di dalam. Balqis langsung menerobos antrian mengambil makanan yang sudah disuguhkan.

Orang-orang hanya membiarkan saja, dari pada dilarang Balqis akan melawan dan memancing keributan.

"Hi, Gue ini tamu terhormat! Gue nggak terima lo ngasih sate dua tusuk sama gue."

Balqis sangat tidak terima saat penjaga sate memberikannya dua tusuk.

"Tapi semuanya sama diberi dua tusuk,"

"Gue itu beda sama yang laen. Gue nggak suka makanan yang sedikit. Gue mau perut gue kenyang." sahut Balqis. "Kasih gue yang banyak!?"

Penjaga itu mengangguk. Dia pun memberikan lima tusuk sate.

"Tambah lagi!"

Penjaga itu menambah dua tusuk lagi. Awalnya dia tidak akan memberikannya, tapi orang-orang di belakang Balqis memberikan kode agar urusan dengannya cepat kelar.

Setelah mengambil makanan, Balqis menghampiri Melodi yang sudah duduk sambil tersenyum.

"Dikit banget sate lo, Mel,"

Melodi tertegun saat Balqis membawa dua piring makanan. "Qis, jangan serakah seperti itu?"

"Apa itu serakah?"

"Menginginkan sesuatu lebih banyak,"

"Bilang aja gue rakus, Mel,"

"Iya. Kamu nggak boleh seperti itu? Itu perbuatan yang tidak baik,"

"Ck... Berenti ceramah, Mel. Gue lagi nggak mood buat denger ceramah. Perut gue laper pengen diisi."

Melodi menghela nafasnya. Dia memilih diam ketimbang bicara lagi. Dia juga merasa tidak enak dengan pandangan orang-orang yang sinis pada Balqis.

"Astaghfirullah! Aku tahu apa yang dilakukan Balqis salah. Tapi jangan menatap Balqis seperti itu juga." batinnya.

Setelah makan selesai. Balqis yang sibuk membuang sisa-sisa makanan di giginya menatap orang-orang.

Mereka tengah mengambil photo bersama pengantin, termasuk Melodi ikut serta. Tapi Balqis sama sekali tidak berminat melakukannya.

Dia malah bersantai melihat orang-orang mengatur gaya berphoto di pelaminan.

"Emangnya harus ya, diphoto sama pengantin?"

"Hi!"

Balqis langsung membuang tusuk gigi ke sembarang tempat saat seorang laki-laki menyapanya dengan ramah. "Hi, lagi!"

"Kenapa tidak mengambil photo bersama?"

"Gue nggak suka photo-photo. Mending jadi penontonnya aja."

Balqis memperhatikan laki-laki itu. Dia masih ingat dengan perkataan Melodi tentang namanya dan siapa dia.

"Bagaimana dengan kakimu? Apa saat itu tidak lari lagi?"

"Nggak. gue jalan kayak biasanya," Balqis tersenyum manis sebisa mungkin. "Hmmm, lo itu Ustadz Fairuz bukan sih?"

"Dari siapa tahu namaku?" Fairuz mendudukkan dirinya di depan Balqis. Matanya juga sekilas melirik kearahnya.

"Dari Melodi. Katanya ponakan aby," Fairuz hanya mengangguk.

"Siapa namamu?"

"Balqis."

"Nama yang cantik!"

Dalam sekejap pipi Balqis merah merona. Dia tersipu malu dipanggil cantik seperti itu.

"She so cute" batinnya.

*****

Setelah acara photo-photo selesai, sebagian santri yang sudah puas dengan acara pulang.

Termasuk Balqis yang ikut pulang sambil menikmati kue, mulutnya sejak tadi tidak berhenti mengunyah. Karena setelah berada di kobong dia tidak akan menikmati makanan enak itu lagi.

Dan bahkan dia membungkus sate serta beberapa makanan yang lain. Dia ingin memakannya di kobong nanti.

Jangan tanya bagaimana respon yang lain? Karena sudah jelas mereka gedeg melihat tingkahnya. Tapi mau bagaimana lagi sifatnya sudah begitu.

"Balqis!"

Semua orang termasuk Balqis menoleh bersamaan. Mereka melihat Fairuz menghampiri sambil membawa plastik.

"Ini punya kamu ketinggalan,"

Balqis terdiam. Kemudian mengambil plastik itu. "O, iya."

Setelah memberikan plastik, Fairuz pergi meninggalkan tatapan orang-orang dan Balqis yang bengong. Dia tidak merasa ketinggalan barang.

"Qis, apa itu?"

Balqis membuka plastik yang berisi berbagai kue dari berbagai rasa yang dia belum dicicipinya.

"Balqis, kamu mengambil semua kue?" tanya Azizah.

"Sayangkan kalau ditinggal? Lagian ini gratis," jawab Balqis.

Padahal dia sendiri tidak tahu menahu tentang kue itu.

"Kamu rakus, Balqis!" cerca Indah.

"Mening rakus dari pada lo yang nggak bisa jaga mulut." sahut Balqis.

"Sudah jangan dibahas. Kalian berdua sama-sama salah. Indah salah karena tidak bisa menjaga ucapan. Balqis juga salah karena sudah rakus." sela Badriah.

Balqis dan Indah langsung diam. Tidak lama dari itu mobil pun melaju pelan meninggalkan acara pernikahan yang masih berlanjut hingga malam nanti.

Di sepanjang jalan, orang-orang dibuat risih karena Balqis sejak tadi terus saja makan tanpa menawari dan berbagi.

"apa lo liat-liat?" tanya Balqis.

"Kamu enggak berprikemanusiaan, makan sendirian," jawab Indah.

"Kalo mau makanya bekal sendiri, jangan minta. Lagian bukannya tadi lo nyindir gue kalo gue rakus?!" balas Balqis yang langsung membuat Indah diam menahan kesal.

Setelah mobil sampai di tempat tujuan, semua orang pun turun. Mereka juga langsung ke kobong karena kelelahan.

"Haaah!"

Balqis menghela nafas lega setelah menjatuhkan dirinya di tempat tidur. Dia juga melihat keempat teman sekamarnya yang tidak ikut. "Nih, oleh-oleh untuk kalian,"

Melodi tertegun saat Balqis memberikan kue yang dibawanya untuk yang lain.

"Ini seriusan untuk kita, Qis?" tanya Raras.

"Kasian Gue sama kalian soalnya nggak bisa ikut. Jadi gue bawain oleh-olehnya aja." jawab Balqis.

Seulas senyuman terukir di bibir Melodi. Dia terlihat senang karena Balqis membagikan makanan yang dibawanya.

"Aku harap sikap berbaginya berlanjut." doanya dalam diam.

"Aaaa, Oh my God No!."

"Ada apa, Balqis?" Melodi beserta yang lain tersentak kaget melihat Balqis menjerit-jerit. Dia histeris secara tiba-tiba sampai membuat beberapa orang berdatangan.

"Kenapa sih, Qis? Ada apa denganmu?" Balqis beranjak. Dia menunjukkan lengannya pada mereka yang tidak mengerti maksudnya.

"Apa tanganmu gatal-gatal?" tanya Melodi.

"Bukan. Coba liat lebih teliti lagi sama kalian," jawab Balqis.

"Lalu kenapa? Apa tanganmu sakit," sela Rindi.

"Ck... Liat yang bener! Sekarang kulit gue jadi item," ujar Balqis. Gue nggak suka itu!" "

Semua mata beralih memperhatikan tangan Balqis. Mereka sama sekali tidak melihat kulitnya menjadi hitam.

"Kulitmu masih sama, Qis," ucap Raras.

"Sama dari mana? Sekarang kulit gue jadi item tau... Nggak bisa nih gue harus buru-buru perawatan! Gue harus beli skincare..." Balqis sangat kesal melihat kulitnya yang hampir sama dengan yang lain.

"Tapi Qis, di sini nggak ada Mall dan Skincare kamu pasti adanya di Mall besar," ujar Melodi.

"Whhhaaattt?" pekik Balqis. Tempat macam apa ini? Nggak ada AC, nggak ada laundry, enggak ada makanan enak dan sekarang nggak ada Mall di deket sini? Oh My God!"

"Janga terlalu berlebihan, Qis," ucap Badriah.

"Ini semua gara-gara lo, Badriah. Lo terus aja nyuruh gue nyapu halaman dan liat sekarang? Kulit gue jadi item," geram Balqis.

"Kulitmu masih sama. Hitam dari mana?" sahut Badriah.

"Mata kalian semua udah rusak ya?Kalian nggak bisa liat apa kulit gue jadi item gini?" balas Balqis.

"Kamu itu terlalu berleihan. Balqis!"

"Pokonya mulai sekarang gue nggak mau keluar kamar lagi. Dan nggak ada yang boleh nyuruh gue keluar lagi, gue nggak mau kulit gue yang mulus putih ini jadi tambah item lagi." sambungnya penuh ketegasan.

Semua orang yang melihat Balqis marah hanya bisa menghela nafas. Padahal menurut mereka kulit Balqis putih bersih, bahkan putihnya tidak ada yang menandingi.

1
sukronbersyar'i
mantap seru, gan , jgn lupa mampir juga ya
Tara
wah...dasar preman Yach😅😂
Tara
hope happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!