Rumah tangga yang sudah lama aku bina, musnah seketika dengan kehadiran orang ketiga di rumah tanggaku..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Aku menatap tajam Adnan, suamiku yang sedang berjalan mesra dengan Sandra, selingkuhannya. Begitu besar kebencian yang ada di dalam hatiku saat ini. Entah kenapa, Sandra terlihat sangat merasa dirinya sebagai pemenang diantara kami.
Bahkan di lehernya, tampak warna-warna merah yang pastilah jejak sayatan cinta dari Adnan semalam. Hatiku merasa rapuh dan sakit yang teramat sangat. Di tengah perasaan itu, aku tersenyum sinis melihat Adnan yang tengah mengecewakanku
"Eh, Rania," sapa Sandra dengan suara mengejek.
Namun aku tidak membalas sapaannya, sengaja aku mengandeng tangan Kevin. "Apa yang sebenarnya ia rasakan saat bersama Sandra?," gumamku dalam hati, merenungkan berbagai pertanyaan yang menghantui pikiranku.
Aku tak mampu memahami mengapa Adnan, yang dulu begitu menyayangiku, sekarang bisa berubah sejauh ini, sungguh tidak bisa di maafkan.
Aku sengaja menggenggam tangan Kevin membuatku merasa sedikit lebih kuat, seolah kehadiran kevin ini menjadi penopang di saat terpuruk.
Meski terasa berat, aku berjanji pada diri sendiri untuk bangkit dari keterpurukan ini, demi kebahagiaa aku dan Naura.
Adnan membeku sejenak melihat ku menggandeng tangan Kevin dengan sengaja. Raut wajahnya berubah menjadi tegang dan matanya memancarkan api kemarahan.
"Apa yang kamu lakukan, Rania!" teriaknya dengan suara yang menggelegar di tengah kerumunan orang yang lalu lalang di depan cafe.
Aku hanya tersenyum miring, memperlihatkan ketidakpedulian sambil menatap tajam ke arah Adnan. "Ini hidupku, Adnan," sahutnya datar, suaranya dipenuhi ketegasan.
Kevin, yang tadinya hanya penasaran, kini terlihat bingung dengan situasi yang tengah berlangsung. "Dia suamimu?" tanyanya perlahan kepada ku,
"Bukan !" Jawabku sambil melirik ke arah adnan
Sandra, yang sejak awal hanya mengamati dengan senyum mengejek, kini semakin lebar tersenyum. Dia menyaksikan keretakan dalam hubungan aku dan Adnan, dan itu seolah memberinya kepuasan tersendiri.
Aku, sambil masih menggenggam erat tangan Kevin, menoleh sekilas ke Sandra dan berkata, "Tidak perlu terlihat begitu gembira, Sandra. Ini bukan tontonan." Seruku
Aku menyeret tangan Kevin agar segera pergi dari sana, dengan segera dia membuka pintu mobil untukku dan aku langsung masuk ke dalamnya.
Mobil ku tadi di ambil sumi untuk pergi ke Bandung, ada hal yang harus ia lakukan di sana, jadi aku pulang bersama Kevin.
Kevin pun segera menutup pintu dan melajukan mobil dengan kecepatan sedang untuk mengantarkanku pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, Kevin terus berusaha menghiburku meskipun aku belum menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
Aku tersentak kaget dan mulai merenung, "Bagaimana dia bisa tahu bahwa aku tidak baik-baik saja? Apakah aku benar-benar transparan, ataukah dia yang begitu peka dan memahami hatiku?" Di dalam hati, aku mulai berpikir lebih dalam tentang kebaikan hati Kevin yang selalu ada untukku.
Tentang seberapa peka dan pedulinya dia terhadap perasaanku, dan tentang betapa beruntungnya aku memiliki seseorang seperti dia di sampingku.
Namun, di saat yang sama, ada rasa takut yang tumbuh di dalam diriku, takut bahwa jika aku benar-benar jatuh cinta kepadanya, aku mungkin akan kehilangan persahabatan yang sudah terjalin.
Aku merasa bingung dan terjepit di antara perasaan yang sangat bertentangan, namun satu hal yang pasti, aku sangat berterima kasih karena ada Kevin yang selalu setia mendampingi dan mengerti diriku.
Apakah perasaan ini hanyalah pelampiasanku saja? Apakah mungkin aku benar-benar mencintai Kevin? Namun, setiap kali aku dekat dengannya, aku selalu merasa nyaman.
Aku kini mengerti mengapa Naura begitu menyayangi Kevin, ternyata dia memang sebaik dan se-nyaman ini bersamanya. Perasaan cinta yang semula ada untuk Adnan kini terkikis oleh kebencian.Kecewa, marah, dan benci begitu meluap-luap menggelayuti hatiku saat ini.
"Mengapa dulu aku tidak menyadari betapa kejamnya Adnan? Akankah cinta ini bisa terselamatkan, ah tidak aku tidak akan kembali lagi dengan cinta yang pernah ada untuk Adnan?"
"Rania, apakah pria tadi suamimu?" tanya Kevin sesampainya di depan rumahku.
"Iya," jawabku dengan suara lirih, merasakan perih yang menusuk di hati.
"Perempuan itu selingkuhan suamimu?"
"Iya, Kevin!" kesalahan ini membuatku terluka dan bingung tentang apa yang harus dilakukan.
"Kenapa masih bertahan?"
Aku menghela nafas panjang, merasa terjebak dalam pergolakan perasaan. "Mungkin aku terlalu bodoh, Kevin," ucapku sambil meneteskan air mata.
Kevin melihatku dengan tatapan penuh simpati, "Tidak, Rania. Suami kamu yang terlalu bodoh." Sambil tersenyum, Kevin mengusap air mataku.
Aku dan Kevin saling berpandangan, kevin terlihat begitu tampan. Hatiku berdegup kencang, menciptakan rasa yang sangat tidak nyaman di dada.
Bersama Kevin, aku merasakan rasa aman dan nyaman yang jarang kurasakan sebelumnya. Tanpa kutahu, ternyata mobil Adnan sudah berada di samping kami.
Adnan dengan keras membanting pintu mobil Kevin, membuat kami keduanya terlonjak kaget. Aku menoleh, dan memang Adnan ada di situ.
"Keluar Rania!" perintah Adnan dengan tegas. Hatiku berdebar kencang, aku bisa merasakan emosi campur aduk di dalam diriku
Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Dengan berani aku keluar dari mobil dan menatap Adnan tajam, berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kevin juga turun dari mobil, tak kalah penasaran.
Adnan, tak bisa menahan emosinya, langsung berjalan mendekat ke arah Kevin dan berusaha menonjoknya.
Namun, dengan cekatan Kevin menahan tangan Adnan sambil tersenyum sinis. "Atas dasar apa kau mau memukulku!" ujar Kevin, nada suaranya penuh tanya.
Aku berdiri di sana, bingung dan terkejut, masih mencoba memahami segala situasi yang tengah berlangsung di depanku.
"Atas dasar apa kau bilang!" seru Adnan dengan mata merah menyala, amarahnya terlihat jelas. "Kau jalan dengan istri orang, bodoh!"
"Bodoh katamu!" balas Kevin dengan lantang. "Kamu yang bodoh, menyia-nyiakan perempuan seperti Rania!"
Aku hanya bisa memikirkan betapa campur aduknya perasaanku saat ini. Mengapa Adnan dan Kevin harus berkonflik seperti ini?
"Tahu apa kau!" sahut Adnan dengan marah, seperti ia tidak ingin orang lain tahu masalahnya.
"Aku tahu semuanya?" tantang Kevin kembali, seolah ada yang terpendam dalam hatinya yang ingin ia ungkapkan.
Aku tak sanggup untuk hanya diam, melihat kedua sahabat yang kini terlibat konflik karena kesalahpahaman. "Cukup, Adnan!" seruku sambil berlari ke arah Kevin yang tubuhnya mulai gemetar, aku ingin melindunginya.
"Kamu apa-apaaan, main pukul saja?" aku merasa marah, namun sekaligus takut keadaan semakin memburuk.
Dalam pelukanku, aku merasa rasa bersalah dalam hati karena telah membuat Kevin berkonflik dengan Adnan. Di saat yang sama, aku merasa juga bersyukur memiliki Kevin yang selalu ada untukku.
Apakah aku pantas menyebabkan pertikaian di antara mereka? Tapi bagaimana bisa Adnan begitu mudah menghujat kami tanpa mencoba mendengar penjelasan kami? Tapi aku rasa itu tidak perlu untuk aku jelaskan.
***