Bercerita tentang seorang pemuda yang ditinggal menikah oleh wanita pujaannya dengan sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya wanita yang disukainya itu pasangan sahabatnya sendiri. Ia menyukai wanita itu karena ada hal istimewa yang ada di dalam wanita itu.
Berbagai cara, dia lakukan untuk melupakan wanita itu. Namun hasilnya nihil, dia sudah berusaha untuk melupakannya. Dan itu sulit baginya. Wanita itu terlalu membekas di hatinya.
Hingga akhirnya ia bertemu wanita lain yang membuatnya jatuh cinta. Wanita sederhana dan senyum manisnya, yang membuatnya jatuh cinta. Berbagai cara dia lakukan untuk menyatukan cintanya pada wanita itu. Namun lagi-lagi ada halangan besar yang menghalangi perbedaan mereka.
Lalu apa yang akan dilakukan pemuda itu? Apakah pemuda itu tetap melanjutkan pilihan hatinya?
Atau dia akan menyerah dan merelakan wanita itu bersama dengan yang lain?
Ingin tahu lebih lanjut ceritanya, jangan lupa untuk membaca kisah selengkapnya....
Happy reading....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jyoti_Pratibha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Banyak orang yang berpikir bahwa cinta itu bisa datang kapan saja tanpa memandang waktu dan umur. Setiap saat orang akan mendapat cinta tanpa disadari orang tersebut.
Meskipun terkadang orang bilang cinta itu menakutkan dan menyeramkan. Namun jika dirasakan dan dijalani maka cinta itu akan memiliki makanan tersendiri bagi orang yang mengalami cinta.
Penderitaan yang diderita setiap orang akan selalu ada hal baik kedepannya. Takdir Tuhan dalam mengatur kehidupan makhluknya sudah ditata dengan rapi. Tinggal makhluknya saja ingin menjalani kehidupan itu seperti apa.
Termasuk dalam perasaan, cinta yang hadir di tempat salah. Tak seharusnya Atlas berada di tempat ini untuk sekadar melihat seorang wanita yang tentu tidak akan menjadi pasangannya.
Di tempat ini, ia melihat wanita yang disukainya itu sedang bercengkrama dengan lain. Senyum manis yang menghiasi wajahnya, serta suara lembut yang dikeluarkan wanita itu. Membuat jantung Atlas berdetak lebih kencang.
Ia ingin sekali mengumpati hatinya yang jatuh pada wanita itu. Wanita yang tidak akan jadi miliknya. Wanita yang hanya akan menjadi pajangan di hatinya. Tembok mereka terlalu tinggi untuk bersatu.
“Mari mas masuk”ajak seorang bapak-bapak yang ia yakini akan beribadah di tempat ini.
“Iya pak”jawab Atlas dengan senyum tipisnya. Responnya memang biasa saja, namun untuk ikut beribadah bersama. Rasanya tak mungkin. Ibadahnya bukan di tempat ini, dan cara ibadahnya tentu berbeda dengan ibadah bapak tadi.
Dia hanya bisa mengamati tempat ini dari luar, panggilan yang diserukan melalui speaker untuk mengajak orang-orang beribadah dan mengistirahatkan tubuhnya dari pekerjaan yang menguras tenaga.
Berbagai orang datang dari macam profesi. Ada yang mengendarai mobil dengan pakaian layaknya orang kantor, lalu ada dari yang dari dinas datang ke tempat ini, dan juga orang yang memakai seragam security dan pemulung.
Mereka datang ke tempat ini untuk memenuhi panggilan dari bangunan ini. Tempat ibadah yang didatangi dari berbagai profesi untuk menunaikan kewajibannya.
Sedangkan dirinya, hanya melihat orang yang silih berganti datang dari berbagai profesi. Sangat menenangkan hatinya. Terkadang dia bingung dengan dirinya sendiri pada orang-orang yang beribadah disini.
Dia ke tempat ibadah hanya seminggu sekali karena paksaan dari orangtuanya. Sedangkan mereka ke tempat ibadah hampir setiap jam ketika ada panggilan untuk menunaikan ibadah.
Dirinya sangat kagum ketika melihat orang yang beribadah dengan taat dikala kesibukan mereka. Mereka rela berhenti dari kesibukannya untuk beribadah menghadap kepada sang maha pencipta. Sangat berbanding terbalik dengannya.
“Masnya gak sholat ya?”tanya seorang ibu dengan membawa minuman botol yang ia yakini dibawa dari rumah.
“Saya nonis Bu, makanya saya melihat orang-orang yang beribadah di tempat ini saja”jawab Atlas dengan jujur.
Ibu itu menganggukkan kepalanya sebagai tanda paham.
“Kalau ibu juga tidak ikut beribadah?”tanya balik Atlas.
“Lagi haid mas, jadi gak ikut ibadah kesana”jawab ibu itu.
Ia sedikit tahu tentang ibadah dari agama ibu ini. Karyawan juga ada seorang perempuan yang ketika yang lainnya ibadah, cuma dia yang tidak ikut. Katanya aturan dalam agama karyawannya seperti itu jika yang perempuan sedang haid.
“Melihat orang-orang beribadah, sangat menenangkan hati ya mas”ucap ibu itu dengan senyum tipis. “Terkadang kita sebagai manusia selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan hingga lupa pada sang pencipta untuk selalu mengingat penciptanya.”
“Benar bu, saya juga terkadang miris terhadap diri saya yang tidak bisa mengingat pencipta saya.”
“Manusia memang seperti itu mas, terkadang jika sudah sibuk dan terlalu fokus dengan pekerjaan. Kita seakan dibuat lupa bahwa harus kembali pada sang pencipta. Mau jabatan setinggi apapun, jika manusia itu lupa pada sang pencipta maka jangan salah jika suatu saat jabatan itu akan diambil kembali pada sang pencipta.”
“Maksudnya Bu?”
“Di agama kami, kita diajarkan untuk tetap rendah ketika memiliki segudang kekayaan dan jabatan yang tinggi. Tapi menurut saya semua agama juga mengajarkan hal itu, hanya saja manusia terkadang lupa bahwa semua yang didapat oleh mereka itu hanyalah titipan. Tuhan memberikan kita kekayaan banyak dan jabatan tinggi adalah untuk membantu sesama. Namun pada dasarnya manusia jika sudah diberi seperti itu, mereka seakan lupa pada apa yang dititipkan.
Semua jabatan tinggi dan kekayaan sebanyak apapun pada akhirnya akan kembali pada sang pemilik. Namun jika orang itu menggunakannya dengan baik dan dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan, maka harta dan jabatan itu akan tetap berada di tangan mereka.”
Atlas mencerna setiap ucapan ibu itu, ucapan ibu ini memang ada benarnya. Pikirnya.
“Kita di dunia ini untuk menyembah kepada sang pencipta mas, semua orang pasti akan kembali pada sang pencipta. Maka dari itu kita disuruh untuk melakukan kebaikan di dunia fana ini.”
Pada dasarnya semua hal yang ada di dunia ini akan kembali pada sang maha pencipta. Di dunia semua orang diciptakan untuk melakukan kebaikan dan tak lupa mengingat nama Tuhan-nya.
Namun terkadang manusia sangat egois dalam mengingat Tuhan-nya. Mereka seakan lupa pada penciptanya dan akan terus melakukan kejahatan untuk kesenangan duniawi.
“Kalau begitu saya permisi ya mas, soalnya suami saya sudah selesai mari”pamit ibu itu padanya.
Ibu pergi meninggalkannya sendirian di pos depan masjid ini. Dia melihat orang-orang yang sudah keluar dari tempat ibadah. Dan juga ia melihat wanita yang membuatnya jatuh hati baru saja keluar dari tempat ibadahnya juga.
Entah mengapa ia merasa bahwa wanita yang menjadi pujaannya itu semakin cantik ketika selesai beribadah. Kulitnya memang tidak putih, kulitnya berwarna tan dan itu yang membuat wanita itu semakin manis. Apalagi ketika wanita itu tersenyum, ia menyukai senyuman wanita itu.
Setelah semua orang pergi, Atlas menghampiri wanita itu. Wanita yang sedang menunduk untuk mengikat sepatu pun mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang berdiri di depannya.
“Eh kamu!”terkejut wanita yang melihat dirinya berdiri di depannya. “Aku kira siapa tadi”ucap wanita lalu berdiri dari tempat duduk setelah selesai mengikat sepatu.
“Aku kira kamu tidak mengingatku”ujar Atlas.
Atlas kira wanita itu tidak mengingatnya karena pertemuan mereka yang terbilang cukup singkat. Mereka bertemu ketika dirinya menghadiri seminar, yang dimana ia menjadi pembicara saat itu.
“Bagaimana mungkin aku tidak mengingatmu, kamu adalah orang membantuku dari penipuan. Beruntungnya ada kamu yang nyelametin uangku dari penipu itu”seloroh wanita itu.
“Ah iya, kita sudah banyak mengobrol tapi belum mengenal nama satu sama lain”ucap Atlas. “Namaku Atlas”sodor tangannya pada wanita itu.
Wanita itu menerima sodoran dari pria di depannya. “Aku Dihyan.”
Atlas tersenyum manis ada wanita yang ada di depannya. Senyum manis di wajah yang damai ketika di pandang.
ΠΠ
“Apa orang-orang disini selalu berkumpul seperti ini ketika sore? Aku lihat banyak dari mereka yang selalu berada disini, dan seperti menunggu sesuatu.”
“Memang seperti itu kegiatan ketika sore hari, mereka menunggu magrib sembari bercengkrama seperti ini. Dan juga anak-anak disini melakukan hal yang sama seperti mereka. Bedanya mereka mengaji untuk mengisi waktu luang sore harinya.”
“Ah begitu ternyata.”
Hal baru lagi yang dilihat Atlas ketika berada disini. Penjelasan Dihyan seperti menambah pengetahuannya tentang agama yang dianut wanita itu.
“Kalau kamu ketika sore hari, melakukan kegiatan apa? Maaf kalau lancang?”
“Tidak ada yang istimewa kegiatan di sore hari, paling kalau selesai bekerja pulang ke rumah setelah istirahat sebentar. Dan setelah nongkrong sama teman kalau gak pada sibuk tentunya. Maklum aja budak korporat memang harus bekerja setiap waktu.”
“Pasti ada hal istimewa tentunya dengan kegiatan yang kamu jalani, hanya saja tidak kamu sadari saja.”
“Benar, aku juga merasakan seperti itu. Namun setiap hari melakukan itu pastinya sangat melelahkan dan juga bosan.”
Dihyan menanggapinya dengan senyum manis di wajahnya. Kehidupan yang sangat berbeda dengan apa yang dijalani wanita itu selama ini.
Tentunya pekerja kantoran seperti pria itu pastinya banyak menguras pikiran dan juga mental karena dibawah tekanan. Apalagi ketika bos sedang tidak mood dalam melakukan kegiatan bekerja.
Maka sasaran dari bosnya adalah karyawannya untuk pelampiasan moodnya.
“Mbk Dihyan!”panggil seroang pria paruh baya pada Dihyan.
Dihyan pun berdiri dari duduknya dan menghampiri pria paruh baya itu. Atlas pun juga mengikuti kemana langkah Dihyan.
Pria paruh baya itu menghela napasnya panjang. “Mbk lagi-lagi serambi di tempat ibadah putri dirusak oleh ormas yang tidak terima dengan larangan kita.”
“Apa yang terjadi pak?”
“Serambi putri atapnya rusak karena dilempari besi panjang oleh ormas yang tidak terima dengan larangan kita kemarin mbk. Kami juga tidak bisa mengendalikan ormas itu, karena kalah jumlah.”
“Apa mereka tetap pada pendirian mereka pak?”
“Iya mbk.”
“Apa kas masjid masih cukup untuk memperbaiki atapnya?”
“Kas masjid sudah habis untuk memperbaiki kran yang bocor kemarin.”
Dihyan menghembuskan napasnya panjang, lagi-lagi hal yang tidak diinginkannya harus terjadi lagi. Ia tidak tahu harus melakukan apa dengan ini, uang kas masjid tidak mencukupi untuk melakukan perbaikan atap masjid. Dan juga masjid juga sudah terlalu tua, dan masjid seharusnya sudah direnovasi untuk keamanan jamaahnya.
Atlas seperti mengingat kejadian yang sama dengan apa yang terjadi sekarang. Ini mengingatkannya pada jembatan yang ingin diperbaiki Derandra, namun harus terhambat karena ulah ormas yang tidak tau diri.
Atlas mengamati bangunan ini, dari awal datang kesini. Ia menyimpulkan bahwa bangunan ini butuh renovasi untuk keamanan orang yang beribadah disini. Sangat miris ketika melihat tempat ibadah yang seharusnya layak, namun harus terhalang biaya untuk melakukan perbaikan.
“Kalau boleh tau apa yang sebenarnya di inginkan ormas itu Dihyan? Sepertinya masalah ini terlalu rumit jika tidak diselesaikan dengan kesepakatan?”
“Mereka menginginkan masjid ini dirobohkan, masjid ini sebenarnya adalah wakaf dari orangtua yang sudah mewakafkan pada kepala RT setempat. Dan juga surat-suratnya juga sudah ada, namun anak mereka tidak menginginkan hal itu. Anak mereka menginginkan masjid ini dirobohkan dan mereka akan membangun club disini. Warga disini hanya berusaha mempertahankan apa yang sudah diwasiatkan oleh pemilik tanah ini sebelumnya.”
“Pasti sulit jika seperti ini.”
ΠΠ
“Mau bagaimana lagi mbk, mereka yang harus berjuang untuk hubungannya. Dan tentu akan sulit untuk mendapatkan restu itu, mbk tau sendirikan ibuku kayak gimana dengan strata dibawahnya”ungkap Narisa pada Firanda.
Saat ini kedua wanita setengah baya itu sedang mengobrol di taman rumah Firanda. Pembahasan mereka tidak jauh-jauh dari permasalahan sang anak.
Menjadi ibu seperti mereka memang menguras pikiran dan mental jika tidak kuat. Apalagi jika mengasuh anak bertentangan dengan pasangan. Terutama Firanda yang menikah beda negara, tentu dalam mengasuh anak antara dirinya dan suami berbeda. Membutuhkan waktu cukup lama untuk keduanya beradaptasi dalam mengasuh. Mereka saat itu memutuskan untuk mengasuh dengan cara di dua negara.
Cukup sulit untuk mereka, bahkan sering terjadi pertengkaran di keduanya dalam mengasuh. Namun ketika mereka menyadari bahwa egoisme mereka yang sulit dikendalikan membuat sangat anak mengalami trauma karena pertengkaran mereka.
Sedangkan Narisa dan Kalandra, mereka sama dalam mengasuh anak. Namun tentu bukan hal mudah disaat awal-awal mereka sedang merintis usaha yang sudah melambung cukup banyak.
Banyak dari keduanya yang harus membagi waktu untuk mengasuh serta mengurus anak secara bergantian. Apalagi saat itu pernikahan Narisa dengan Kalandra tidak disetujui oleh orangtuanya.
Tentu itu menjadi tantangan keduanya dalam menghadapi cemoohan setiap anggota keluarganya yang lain. Kedua orangtuanya saat itu kerap melakukan cemoohan pada anaknya saat itu, pernah sekali Narisa mendapati Rejandra menangis karena kelaukan orangtuanya yang sering menghina suaminya, bahkan orangtuanya juga tak segan-segan memarahi anaknya dan menghina Rejandra kecil.
Hingga akhirnya Kalandra dan Narisa memutuskan untuk pindah rumah dan pergi dari kota kelahiran Narisa. Mereka menetap di pusat kota sembari mengembangkan bisnisnya yang berkembang pesat.
“Sebenarnya aku sudah menasihati mereka mbk, terutama Azrina. Azrina seperti tidak ingin Rejandra membenci kakek neneknya, dan dia tidak ingin keluarga Rejandra membenci kakek neneknya hanya karena tidak ada persetujuan tentang hubungannya.”
Narisa meminum teh yang disediakan di meja, ia membasahi tenggorokannya yang sudah kering dengan teh itu.
“Azrina seakan menentang Rejandra untuk melawan ucapan kakek neneknya. Aku tahu maksud Azrina seperti apa, tapi jika Azrina terus melarang. Aku tidak yakin hubungan mereka bertahan lama. Lagi pun Rejandra juga sudah membenci kakek dan neneknya dari dulu karena ucapan mereka yang meremehkan ayahnya dulu.”
“Apa kamu menyetujui hubungan mereka Risa?”
“Tentu, aku menyukai pribadi Azrina yang sederhana. Dan juga anak itu yang sangat baik walaupun masih banyak kekurangannya, namun aku yakin Rejandra akan melengkapi kekurangan Azrina.”
“Kukira kamu akan memilihkan pasangan anakmu yang sesuai dengan kriteriamu?”canda Firanda.
“Aku tidak sejahat itu dalam menilai pasangan anakku mbk, lagi pun Rejandra juga sudah dewasa dia berhak menentukan masa depan yang dia pilih. Aku sebagai orangtuanya hanya mengarahkannya saja jika dia salah dalam memilih jalan.”
Narisa memang tidak pernah mempermasalahkan pilihan anaknya. Rejandra sudah dewasa dalam mengambil sikap untuk dirinya sendiri, dan masa depan. Narisa hanya mengasuhnya ketika kecil sampai remaja.
Ketika sudah dewasa dia akan melepaskannya, namun tetap dalam pengawasannya agar tidak lepas kendali yang bisa saja merugikan anaknya sendiri.
salam hangat dari saya👋
jika berkenan mampir juga🙏