"Aku akan membantumu!"
"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"
"Pegang tanganku, ok?"
Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.
Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.
Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.
Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Tamparan Yang Kesekian Kalinya
Hari libur memang sangat ditunggu-tunggu. Waktu istirahat yang menenangkan tanpa beban pikiran pekerjaan. Namun semua itu tak berlaku bagi Luna.
"Aku harus lembur di tempat Erika untuk mendapat tambahan.." gumam Luna.
Semalam dia pulang dan sudah tidak ada orang di rumah. Hal itu membuatnya lega. Dulu dia sangat takut untuk tinggal sendiri, tapi lambat laun hal itu membuatnya lebih nyaman. Karena semua orang telah berubah.
"Aku akan tidur seharian dan bangun di sore hari sebelum waktu kerja di bar Erika.." gumamnya sambil menarik kembali selimutnya.
Namun sebuah ingatan menghancurkan ketenangan paginya. Reuni kelas. Luna langsung terbangun dan duduk mematung di atas kasurnya.
"Apa yang harus kulakukan.." gumamnya.
Pikirannya buntu. Dia melemparkan tubuhnya kembali dan tidur telentang sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Benar, jam 7 malam.." gumamnya sambil bernapas lega.
"Aku akan kesana sebentar, lalu pergi bekerja setelahnya,"
Luna kembali memejamkan matanya.
drrrttt~
drrttt~
Getaran ponselnya membuatnya kaget. Luna meraih ponselnya yang ada di meja dan melihat siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini.
Nomor tak dikenal.
Sebenarnya dia sangat berharap panggilan itu dari sosok pria yang paling dirindukannya. Tapi harapannya sirna saat suara perempuan terdengar dari ujung sana.
'Hai..'
'Maaf mengganggu tidur mu. Oh tidak, sepertinya ini sudah siang..'
Luna hanya diam mendengarkan perempuan itu bicara sepuasnya.
'Cuma mau kasih tau aja, reuninya nanti gak jadi jam 7 malam. Tapi jam 10 pagi ini..'
'Dandan yang cantik ya.. Byee~'
Gisele mematikan panggilannya tanpa sekalipun Luna menjawab. Dia bahkan tidak memastikan apakah orang yang di teleponnya benar Luna atau tidak.
Luna menghela napas panjang, kemudian melirik jam di layar ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 7.
"Kalo datang terlambat pasti jadi pusat perhatian.." gumam Luna.
Dengan malasnya dia bangkit dari tidurnya dan berjalan ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian dia keluar dan kali ini menuju ke lemarinya.
Dia asal mengambil baju, setelan blouse lengan tiga perempat berwarna cream dengan rok a-line selutut berwarna coklat tua.
Luna menatap pantulan dirinya dihadapan cermin. "Sederhana memang yang terbaik.." gumamnya.
Luna meraih ponsel dan juga tas selempang nya yang berwarna senada dengan rok nya. Kemudian menarik kursi dan berjinjit diatasnya untuk mencari sesuatu di atas lemari.
Sebuah kardus yang tampak mewah itu dia angkat dari atas lemari. Sepatu hak tinggi hadiah kelulusan dari Ayahnya.
"Aku belum punya kesempatan untuk memakai nya.."
"Andai Ayah bisa melihatnya.."
"Semoga ini membawa keberuntungan, semoga tidak ada masalah hari ini.." gumamnya.
Luna menenteng tas dan juga sepatunya keluar kamar. Namun siapa sangka dia harus melihat wajah menjengkelkan itu setelah membuka pintu.
"Mau kemana kau dandan secantik ini?" tanya Haidar seraya mengusap rambut Luna.
Bau alkohol yang sangat kuat itu membuat Luna mengernyitkan kening. Kemudian menepis tangan Haidar sambil memberikan tatapan tajam.
"Ini masih pagi dan kau tercium seperti bau orang jalanan.." ucap Luna asal.
"Wow wow.. Apa kau ingin dipukul seperti kemarin lagi?" ancam Haidar sambil mengangkat tangannya.
Luna menggertak kan giginya, menahan emosi yang ingin meledak saat itu juga. Kemudian memalingkan wajahnya dan memilih untuk pergi tanpa menghiraukan Haidar.
Namun Haidar mencengkeram lengan Luna dan menariknya. Hal itu membuat sepatu dan tas yang ditentengnya jatuh.
"Apa yang kau lakukan?!" seru Luna.
Haidar memojokkan Luna ke dinding, sambil memainkan rambut Luna dia berkata, "Kenapa aku baru menyadarinya kalau kau itu sangatlah cantik.." kemudian membelai wajahnya.
"Singkirkan tangan kotor mu itu!"
Luna marah besar. Dia mengangkat sebelah kakinya bermaksud untuk menendang kejantanan Haidar. Namun sial dia menangkap kakinya.
"Beraninya kau?!" bentak Haidar.
Dia memegang kedua tangan Luna, dan dengan kuat dia menahannya ke tembok.
"Sakit! Lepasin! Kau mau apa bajingan gila!" seru Luna yang terus memberontak.
"Aku akan membunuhmu kalau kau berani macam-macam!" teriak Luna.
"Kau lupa Mama ada di pihakku?" ucap Haidar sambil terkekeh.
Tak peduli dengan apa yang dikatakan Haidar, Luna mendekatkan kepalanya dan membentur dagu Haidar dengan kencang.
Haidar memejamkan matanya dan merasakan rasa perih di lidah nya. Namun cengkeramnya tak mengendor sedikitpun.
"Beraninya kau.." gumam Haidar.
Dengan kekuatan penuh dia mencengkeram kedua tangan Luna dengan satu tangannya di tembok. Lalu tangan lainnya mencengkeram leher Luna.
Luna benar-benar sangat takut. Dia tidak bisa berbuat apapun dan tubuhnya sangat gemetar.
Haidar menyeringai menatap wajah tak berdaya Luna. Lalu mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Luna.
"Ahh~ kau bajingan gila, apa yang kau lakukan?!" teriak Luna sambil menggelengkan kepalanya.
"Diam!" bentak Haidar.
Kini dia mencengkeram kedua tangan Luna dengan satu tangannya, kemudian sebelah tangannya lagi menangkap wajahnya. Menahannya agar Luna tidak bergerak, dan dia bisa mengincar bibir Luna.
"Luna, apa yang ingin kau lakukan padaku!" teriak Haidar tiba-tiba yang membuat Luna bingung. Dengan sergap Haidar menarik tangan Luna dan meletakkan di pundaknya.
"Apa-apaan ini?!" teriak Merlin.
Luna membelalakkan matanya. Dia menatap Merlin yang baru saja masuk ke dalam rumah, kemudian menatap Haidar yang sedang menyeringai itu dengan penuh amarah.
"Dasar gila! Apa yang kau bicarakan?!" teriak Luna pada Haidar.
Haidar tersenyum miring. Sebelumnya dia sudah mendengar suara langkah kaki. Dan sebelum Ibu nya melihat kejadian aslinya, Haidar memutar balikkan keadaan. Seolah Luna yang telah menyerangnya.
"Mama.." gumam Luna.
"Mama percaya sama Luna, kan? Dia tiba-tiba saja memegang ku dan ingin melakukan hal buruk pad~"
plaakkk~
Air mata yang ditahannya sedari tadi pun mulai berlinang. Di tempat yang sama dan rasa yang sama.
'Tidak, sepertinya lebih keras dari kemarin,' batin Luna.
Luna mengusap sudut bibirnya. Luka kemarin yang hampir mengering, kini terbuka kembali. Luna mengusap darah yang hampir menetes ke baju cerahnya.
"Kau ingin menjadi jalang, hah?!" bentak Merlin.
"Apa yang kau lakukan pada Kakak mu?!"
Luna hanya diam sambil menunduk menatap sepatu hak tinggi pemberian Ayahnya yang tergeletak di lantai.
Kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Ibunya dengan tatapan kosong.
"Beraninya kau menatapku seperti itu?!" bentak Merlin sambil melayangkan tangan. Namun Haidar menghentikan seperti seorang pahlawan.
"Ma, cukup. Wajahnya bisa hancur jika Mama memukulnya lagi.." tutur Haidar.
Luna menyeringai, lalu meraih tas dan sepatunya. Kemudian pergi tanpa mengatakan apapun.
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗