Sebuah insiden membawa Dinda Fahira Zahra dan Alvaro Davian bertemu. Insiden itu membawa Dinda yang yatim piatu dan baru wisuda itu mendapat pekerjaan di kantor Alvaro Davian.
Alvaro seorang pria dewasa tiba-tiba jatuh hati kepada Dinda. Dan Dinda yang merasa nyaman atas perhatian pria itu memilih setuju menjadi simpanannya.
Tapi bagaimana jadinya, jika ternyata Alvaro adalah Ayah dari sahabat Dinda sendiri?
Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf jika ada yang tak sesuai norma. 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tujuh Belas
Dinda akhirnya tertidur di dalam mobil. Mungkin karena kelelahan atau karena memang kurang enak badan seperti yang dia katakan.
Alvaro menaruh kepala gadis itu di bahunya dan mengelusnya. Sesekali mengecup pucuk kepalanya. Terlihat sangat menyayanginya.
Sampai di apartemen, tubuh istrinya langsung di gendong tanpa membangunkan. Dia meletakkan dengan pelan tubuh Dinda di atas ranjang dan membuka sepatunya.
Saat akan ke kamar mandi, dia mendengar suara gawai Dinda berdering. Alvaro mengambil dari dalam tas dan melihat nama Vina tertera di layar. Pria itu lalu mematikan gawai istrinya agar tak ada yang mengganggu.
"Maaf, Nak. Kamu harus bisa menerima Dinda. Daddy akan bicara denganmu tentang hubungan Daddy dan mamimu agar kamu tak menyalahkan Dinda. Daddy menyayangi kalian berdua. Dan Daddy tak akan bisa memilih di antara kalian," ucap Alvaro bermonolog.
Setelah mengganti bajunya, Alvaro lalu naik ke ranjang dan ikut berbaring di samping gadis itu. Beberapa kali dia mengecup dengan penuh kasih sayang.
**
Pagi hari yang cerah memancarkan sinar matahari ke dalam ruang dapur Alvaro dan Dinda. Aroma kopi yang baru diseduh mengisi udara, dan suara burung berkicau melengkapi suasana pagi yang damai. Alvaro, dengan semangat yang menggebu, memutuskan untuk membuatkan omelet spesial untuk istrinya, Dinda.
Alvaro berdiri di belakang meja dapur, mengenakan celemek berwarna biru navy dengan tulisan “Chef Suami.” Ia melirik ke arah kulkas, memastikan semua bahan tersedia.
“Hmm, telur ada, sayuran juga komplit. Perfect!” gumam Alvaro.
Sambil menggulung lengan bajunya, Alvaro mulai mengeluarkan bahan-bahan: telur, paprika, bawang bombay, dan sedikit daging ham. Ia pun mengambil panci dari rak dapur dan menyalakan kompor. Hal yang tak pernah dia lakukan untuk Devi, dia lakukan untuk Dinda agar istrinya itu senang.
“Bangun, Sayang!” ucap Alvaro dengan Dinda yang masih terlelap di ranjang. “Sarapan siap dalam beberapa menit!”
Alvaro mengguncang pelan tubuh istrinya. Dia juga mengecupnya agar Dinda membuka mata.
“Iya, Om. Satu jam lagi, ya?” tanya Dinda. Sepertinya dia lupa dengan masalah kemarin. Hal itu membuat Alvaro senang.
Alvaro tersenyum lebar. “Satu jam lagi? Omelet ini sudah menunggu. Kasihan, dong, dia keburu dingin! Bangun ya segera. Aku tunggu di dapur!"
Alvaro lalu berjalan ke dapur untuk menyajikan sarapan. Beberapa saat kemudian, Dinda muncul dari kamar, rambutnya yang masih acak-acakan membuat Alvaro ingin menggelitiknya. Namun, ia menahan diri.
“Wah, aroma apa itu?” tanya Dinda sambil menguap, matanya masih setengah terpejam.
“Omelet spesial untukmu, Dinda! Suka tidak?” jawab Alvaro, dengan percaya diri.
“Spesial? Terus, apa yang bikin spesial?” Dinda mendekat, mencium aroma telur yang sedang dimasak.
Alvaro berusaha menampilkan wajah serius. “Karena aku memasaknya dengan … penuh cinta!” Dia pun tertawa kecil sambil mengaduk telur dalam mangkuk.
Dinda menaruh kedua tangannya di pinggang, berpura-pura serius. “Serius? Aku tidak yakin dengan perkataanmu, Om. Jika Om memang sangat mencintaiku, tak akan membuat aku berada dalam posisi saat ini!"
Alvaro tersenyum. Dia pikir sang istri telah melupakan, tapi ternyata perkiraannya salah.
"Akan aku buktikan pada dunia jika kamu wanita yang paling aku cintai!" balas Alvaro.
"Nanti kita bicara tentang itu lagi, Om. Aku tak biasa beradu mulut dapan makanan. Kata ibu yayasan pamali!"
Alvaro mengangguk tanda setuju. Paling tidak dia masih punya waktu untuk meyakinkan Dinda jika mereka tak harus memilih berpisah. Masih banyak jalan keluar lainnya.
Dinda menekan tombol kompor dan mengangguk. “Oke, chef. Tapi kamu harus menjelaskan tentang bahan-bahan yang kamu pilih.”
“Baiklah. Jadi, aku memilih paprika untuk memberi rasa manis dan warna yang menggoda, bawang bombay untuk keharuman, dan daging ham untuk protein tambahan!” Alvaro berbicara dengan semangat, sambil mulai memotong sayuran.
Dinda mendekat dan mengambil sebuah irisan paprika. “Hmm, kayaknya enak nih. Tapi, jangan kau terlalu banyak menggunakan garam, ya. Ingat, dokter bilang…”
“Sehat-sehat terus. Iya-iya, Sayang!” potong Alvaro, sambil senyum-senyum. “Tapi sedikit garam tidak masalah, kan? Biar bumbunya mengeluarkan rasa!”
Dinda menggelengkan kepala, tapi senyumnya tak bisa dia tahan. “Oke, oke, Chef. Tapi, ya, jangan sampai kamu lupa untuk menambahkan keju. Itu yang bikin omelet jadi lebih creamy.”
“Oh, iya! Keju!” seru Alvaro, langsung bergegas membuka lemari es lagi. Ia mengambil sekeping keju cheddar dan memotongnya dengan cepat.
Dinda mengamati suaminya dengan penuh kasih sayang. Alvaro begitu antusias di dapur, dan itu membuat hatinya hangat. Dia sebenarnya terbangun di tengah malam, dan melihat pria itu yang memeluknya penuh kasih sayang, sehingga dia memikirkan ulang untuk berpisah. Tapi akan mencari jalan keluar yang tak akan menyakiti siapapun termasuk Vina.
“Om, kamu tahu kan, ini bukan hanya tentang omelet, kan?”
“Eh? Maksud kamu?” Alvaro bingung sejenak dengan pertanyaan Dinda.
“Ya, maksudku, semua usaha dan perhatianmu itu bikin aku merasa dihargai. Walaupun itu cuma omelet, tapi kita ada momen bareng, itu yang terpenting, Om.” Dinda menjelaskan sambil menatap Alvaro.
Alvaro mengangguk, sekarang merasakan makna dibalik kata-kata Dinda. “Kamu benar. Dalam setiap masakan, ada cinta. Jadi, ini bukan sekadar omelet, tapi sarapan yang penuh makna untuk kita.”
Dinda tersenyum lebar, “Dari omelet yang hangat, semoga jadi cinta yang hangat, ya?”
“Persis! Sepertinya, omelet ini siap!” Alvaro mengangkat panci dan menuangkan adonan ke dalamnya.
“Wait!” teriak Dinda. “Jangan lupa pastikan semua tercampur rata sebelum dimasak!”
“Siap, Chef Dinda!” Alvaro menjawab, dengan nada penuh semangat dan sarkasme. Ia mulai mengaduk adonan di dalam panci, kemudian menunggu beberapa saat hingga bagian bawahnya mulai mengeras.
“Wah, lihat deh! Itu mulai berbuih. Cuma tunggu sedikit lagi,” kata Alvaro, tak sabar.
Dinda memperhatikan dengan seksama. “Ayo, Om! Kamu harus flip omelet kita!”
“Flip? Oh no! Ini bukan pancake, sayang,” jawab Alvaro dengan tawa. “Tapi, aku bisa mencoba!”
Dengan penuh keberanian, Alvaro mencoba membalik omelet itu. Ada saat-saat tegang saat omelet hampir jatuh, namun ia berhasil melakukannya dengan baik.
“Yeay! Lihat, aku sukses!” teriak Alvaro gembira sambil menaruh omelet yang sudah matang di piring.
"Wow, Om hebat!" Dinda bertepuk tangan. “Rasa kasih sayangmu benar-benar tercium dalam omelet ini.”
“Sekarang saatnya mencicipi!” Alvaro menuangkan sedikit saus sambal di atas omelet, kemudian menyajikannya di meja makan.
“Ini bukan sarapan biasa, tahu,” kata Dinda sambil duduk di depan meja. “Ini sarapan dari hati!”
Setelah beberapa sendok, Dinda berhenti dan memperhatikan wajah Alvaro. “Om, terima kasih banyak. Kamu membuatku merasa istimewa.”
“Dan kau pun membuatku merasa jadi suami yang hebat!” jawab Alvaro, tersenyum.
Dinda membalas tatapan itu dengan senyuman penuh kasih. “Setiap sarapan manis selalu berarti jika kita nikmati bersama. Semoga kita bisa terus membuat kenangan seperti ini, ya? Semoga ini bukan yang pertama dan terakhir!”
“Maksud kamu apa, Sayang?" tanya Alvaro dengan suara sedikit kuatir dengan ucapan gadis itu.
"Apa Om lupa dengan masalah kemarin di Villa. Setelah sarapan kita akan bicara serius, tentang keputusan apa yang sebaiknya kita ambil agar tak ada yang tersakiti di sini!" seru Dinda dengan penuh penekanan.
Dia sengaja tak bicara saat ini untuk menghargai Alvaro yang telah mau menyiapkan sarapan untuknya.
selesaikan dulu sama yg Ono baru pepetin yg ini
semoga samawa...
lanjut thor...