[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 | Kilas Balik Kairo (2)
Tiga tahun yang lalu
“Zeeya Vierhalt!”
“I'm here, ma'am,” jawab Zeeya saat guru mengabsen.
Ini hari pertamanya di sekolah asrama sewaktu SMP. Zeeya hanya duduk di bangku sendirian, tanpa teman di sampingnya. Kesepian telah menemaninya selama sebulan di sini.
“... sebelum memulai pelajaran, Miss Diah akan memperkenalkan murid baru yang akan masuk di kelas ini.”
Murid-murid yang lain tampak kegirangan. Mereka penasaran seperti apa sosok teman baru mereka. Zeeya tidak tertarik pada murid baru itu. Sampai saat sosok itu muncul dari balik pintu, berjalan di hadapan seisi kelas. Zeeya terkejut tidak percaya, itu sosok yang dia kenal baik selama ini.
“Silakan perkenalkan dirimu, Nak.”
“Baik, Bu. Teman-teman, perkenalkan nama saya Kairo Saputra. Umur saya dua belas tahun.”
“Kairo? Nama yang aneh, hi hi hi ...” celetuk salah satu murid sambil tertawa mengejeknya.
“Meski nama saya Kairo, tapi saya tidak lahir di Mesir.”
“Sudah cukup, kamu boleh duduk di bangku kosong paling belakang.”
Kairo berjalan menuju bangku yang dimaksud, bersebelahan dengan Zeeya. Karena itu adalah satu-satunya bangku yang tersisa.
“Kai? Apa kamu Kairo yang kukenal?” tanya Zeeya.
“Zeeya?! Sudah lama kita nggak ketemu. Apa kabar?” Kairo duduk di bangkunya.
“Ternyata benar kamu Kairo anaknya Om Galih. Kabarku baik. Terakhir kali kita ketemu kan pas waktu malam perpisahan sekolah. Kamu kenapa bisa masuk kesini?” Zeeya mengungkapkan rasa rindunya pada sahabat masa kecilnya itu.
“Ah itu, panti asuhanku menerima sponsor beasiswa dari sekolah elite ini. Awalnya aku ragu untuk bisa masuk, ternyata bisa juga, ha ha ha ...”
“Ehem! Zeeya dan Kairo. Kalau kalian tidak berhenti mengobrol, lebih baik keluar saja!” bentak Miss Diah kepada mereka berdua.
“Sorry, ma’am.” Zeeya menjawabnya sambil menunduk malu.
Miss Diah kembali menerangkan materi pelajaran pagi hari ini. Sekolah berjalan normal seperti biasanya. Tapi ada yang berubah, yaitu suasana Zeeya yang awalnya murung kini terlihat bahagia.
.........
Teng! Teng!
Bel istirahat berbunyi.
“Kai ke kantin, yuk!” Zeeya sudah tidak sabar pergi ke kantin bersama sahabatnya seperti waktu SD dulu.
“Ayo!” Kai langsung menyetujuinya.
“Widih ... jadi ini si anak penerima beasiswa.” Alex, teman sekelas mereka bersama komplotannya menghampiri mereka berdua.
“Kalian ngapain, sih!” Zeeya menepis tangan Alex yang mencengkram pundak Kairo.
“Zeeya, what's your problem? Aku cuma mau kenalan sama murid baru. Memang kamu aja yang boleh kenalan?”
“Nggak boleh! Kairo mau ke kantin sama aku ...”
Alex mendekati Zeeya dengan tatapan mata mengancam, “Zee, jangan egois! Kairo juga teman kita. Jadi mau kita ajak main bersama, right guys?”
“Iya ... betul itu!” teriak komplotan Alex yang membuat Zeeya tidak nyaman.
“Zeeya ... aku nggak apa-apa kok. Kamu duluan saja ke kantin nanti aku menyusul.” Pinta Kairo.
“Jangan lupa, kalau kamu macam-macam aku bakalan patahin tangan kamu seperti saat kita adu panco waktu itu.” Zeeya dengan berani mengancam Alex.
“Hah! kalau kamu membuat tanganku patah lagi, ya tinggal aku adukan saja ke BK. Ha ha ha ...” Alex seperti tak mempan pada ancamannya.
Alex dan komplotannya beserta Kairo pergi dari hadapannya. Zeeya seakan tahu apa yang akan diperbuat oleh Alex dan komplotannya kepada Kairo. Tapi dia memilih bungkam, begitu pun murid yang lain. Alex adalah murid paling berkuasa, karena ayahnya yang merupakan mantan kepala sekolah di sekolah mereka. Kemudian posisi kepala sekolah digantikan oleh pamannya.
.........
Hari minggu yang cerah di Colian Junior High School. Semua murid tidak melakukan aktivitas belajar. Mereka semua melepas penat setelah enam hari terkekang oleh tugas sekolah, termasuk Zeeya dan Kairo.
“Kairo! Aku sudah menunggumu dari tadi. Buruan!” teriak Zeeya saat melihat Kairo dari kejauhan.
“Anu, Zee. Kita mau ke mana? Maaf tadi aku telat, ada piket di asrama.” Kairo terengah-engah berlari menghampirinya.
“Iya, nggak apa. Aku baru sebentar menunggu, kok. Ayo, ikut aku!”
Zeeya dan Kairo berjalan beriringan menuju tempat yang sudah Zeeya tentukan. Sampailah mereka halaman belakang sekolah.
“kita mau ke mana, sih sebenarnya?” tanya Kairo penasaran.
“Kita sudah sampai!” ucap Zeeya.
“Katanya kamu mau ajak aku makan?” Kairo memandang sekeliling keheranan.
“Mau makan? Kita harus panjat tembok dulu sebelah sana!” Zeeya menunjuk ke arah tembok perbatasan sekolah dengan jalan di luar.
“Ha? Kita bakal panjat tembok itu, Zee? Nggak mau ah! nanti ketahuan.”
“Tenang. Selama kamu nggak bilang siapa-siapa bakalan aman kok.” Zeeya mengambil kursi yang entah dapat dari mana itu.
Kursi itu diletakkannya di sebelah tembok. Zeeya lalu menaikinya sebagai tumpuan memanjat tembok.
“Ayo Kai, jangan takut! Reega udah nungguin tuh.” Zeeya berusaha menggapai tembok di atasnya.
“I-iya.” Kairo mengikuti apa yang dilakukan Zeeya.
Mereka berdua berhasil memanjat dan sampai di luar sekolah, Reega terlihat bersandar di balik tembok yang mereka panjat. Menunggu kehadiran keduanya.
“Itu kan, apa kubilang? Reega udah nungguin kita dari tadi.” Zeeya berusaha turun dari atas tembok.
Mereka berdua berhasil memanjat tembok yang mengarah keluar sekolah. Tepatnya jalan raya belakang sekolah. Di seberang jalan itu terdapat sungai kecil yang di sampingnya banyak pedagang kaki lima serta warung makan.
“Ree, kita berdua sudah datang, nih ...” sapa Zeeya kepada saudara kembarnya itu, “... oh ya, kamu belum sempat ketemu Kairo kan? Soalnya kita nggak sekelas.”
“Zeeya, itu ... Reega?” tanya Kairo yang tampak terkejut memandang sahabatnya itu.
“Iya, masa kamu lupa sih! kita bertiga dulu suka main bareng. Udah yuk, makan di warung itu. Aku lapar.” Zeeya berjalan ke warung yang ditunjuknya diikuti Kairo juga Reega.
Reega berbisik pada Kairo di belakang Zeeya, “Kairo ... aku tahu apa yang kamu lihat tentang diriku. Tapi jangan sampai Zeeya tahu apa yang kamu lihat.”
“Ah ... iya ...” Kairo menjawabnya ragu.
Mereka pergi ke warung makan kecil di pinggir sungai. Di sana menjual banyak lauk dan sayur yang tidak akan mereka dapatkan saat makan di asrama. Zeeya selalu makan di sana saat bosan dengan menu makanan asrama, tentu saja dengan usaha memanjat tembok terlebih dahulu.
“Bu, pesan seperti biasa, ya. Tiga porsi!” pinta Zeeya kepada ibu penjaga warung.
“Zee, Kairo katanya nggak ingin makan. Dia lagi beli jajanan tuh di luar.”
“iyakah?” Zeeya menengok keluar warung tampak saudara kembarnya itu sedang menunggu pedagang kaki lima di pinggiran sungai.
“Ya udah Bu, dua porsi saja. Yang satu sayurnya banyak, ya Bu.”
“Siap, Neng!” ibu penjaga warung menyiapkan makanannya.
Tiba-tiba terdengar keributan di sekitar sungai yang sangat ramai sampai-sampai ibu penjaga warung menghentikan pekerjaannya.
“Ada apa kok rame banget di situ?” tanya ibu penjaga warung menengok ke arah keributan.
“Nggak tahu, Bu.” Zeeya juga penasaran dan ikut menengok.
Seseorang berlari menuju warung kecil itu, “bu! Gawat ...”
“Kenapa, Pak?”
“... ada mayat di sungai.” Seorang bapak yang masuk ke warung itu menjelaskan, “di sungai itu, ada anak perempuan. Dari seragamnya, sepertinya dia murid sekolah asrama itu.”
“Hah! Ada murid tenggelam?!” ibu penjaga warung kaget mendengarnya, begitu pun dengan Zeeya dan Kairo.
“Bukan tenggelam ... kata orang-orang, murid itu dibunuh semalam. Lalu mayatnya dibuang di sungai ini. Murid itu berdarah banyak ...”
Seketika itu juga terdengar bunyi sirene mobil polisi serta ambulans.
“... kalian berdua balik sekarang saja, ya! Nanti dicariin guru ...” ucap ibu penjaga warung.
Zeeya dan Kairo mengangguk setuju. Mereka menuruti perintah ibu penjaga warung, segera kembali ke asrama masing-masing.
Keadaan sekolah sangat panik, banyak guru berlalu-lalang. Hari minggu yang tadinya tenang menjadi rancu. Semua murid dikumpulkan di aula asrama. Zeeya yang masih belum memahami situasi memutuskan untuk ikut berkumpul.
“Hari ini, semua murid harap diam di kamar asrama masing-masing. Jangan ada yang ke mana-mana sampai ada pengumuman dari saya.” Kepala asrama memberikan pengumuman kepada seluruh murid yang berkumpul.
Zeeya kembali ke kamarnya bersama teman-temannya. Dia masih tidak percaya ada murid yang meninggal di sekolahnya.
...... ...
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/