Anna harus terjebak dengan dua orang laki-laki yang membuatnya harus terpaksa berakhir dengan Maxim yang ternyata adalah teman masa kecilnya dulu.
Ternyata Maxim dan Dexter adalah mantan rekan yang memiliki sifat berbeda jauh.
Akankah Luna menerima cinta Maxim atau malah pergi bersama Dexter.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tessa Amelia Wahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 25
"Air ..." gumam Maxim karena dia membutuhkan air saat ini.
Anna langsung menghampiri laki-laki yang sedang terduduk bersimbah darah di kamarnya. Dia kaget ketika melihat laki-laki itu berada di dalam kamarnya. Itu artinya tadi yang mengetuk pintunya memang Maxim? lalu bagaimana bisa laki-laki itu berada di dalam kamarnya.
"Tuan, apa yang Anda lakukan di sini?" tanya Anna panik melihat keadaan Maxim yang seperti itu.
"Cepat ambilkan air!" teriaknya yang berusaha untuk tetap tenang walau rasanya dia hampir menyerah saat ini.
Anna berlari mencari air, karena dia kasihan dengan pria itu. Bahkan Maxim berusaha menahan rasa sakit yang semakin menggerogoti dirinya.
Secepat mungkin dia kembali ke dalam kamarnya, melihat pria yang sedang berjuang dengan rasa sakitnya saat ini. Dia memberikan air minum yang diminta oleh pria itu, dan Maxim langsung menenggaknya sampai habis. Dia benar-benar menghabiskan air minum yang Anna bawa.
"Hah, bawakan pisau Anna."
"Untuk apa tuan?" tanya Anna lagi karena jujur saja, dia mengkhawatirkan keadaan pria itu sekarang.
"Jangan banyak bertanya Anna, cepat bawakan apa yang aku minta." Akhirnya Anna kembali menuruti apa yang pria itu inginkan.
Dia mengambil dan membawakan barang tersebut untuk Maxim. Dia juga membawa air hangat dan juga kain bersih untuk membersihkan lukanya.
Anna apa yang terjadi di luar sana sampai Maxim menjadi buronan polisi. Jika tidak, mana mungkin polisi mencari dirinya. Anna juga baru mengingatkan dan dia semakin yakin bahwa ciri-ciri yang polisi sebutkan tadi memang Maxim.
Tapi untuk sementara ini dia tidak ingin bertanya lebih dulu, yang terpenting dia ingin melihat apa yang akan dilakukan pria itu dengan pisau dan juga barang-barang lainnya yang dia minta.
"Cepat, keluarkan pelurunya dari bahu ku!" titahnya pada Anna yang membuat wanita itu langsung kaget.
Bagaimana bisa pria ini menyuruhnya untuk mencongkel dan mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tidak! Anna tidak berani melakukan semua itu. Dia benar-benar tidak berani melakukannya karena dia takut salah, atau bisa saja melukai Maxim nanti.
"Tidak, aku tidak bisa."
"Bisa Anna! kau pasti bisa. Cepat lakukan itu!" sentak Maxim.
Dia sangat yakin, bahwa wanita itu bisa melakukannya karena dia juga merasakan bahwa peluru itu tidak terlalu dalam bersarang di bahunya. Lagi pula itu peluru yang kecil dan tidak terlalu besar, jadi menurutmu mudah untuk mengeluarkannya.
"Tapi aku benar-benar tidak bisa melakukannya. Bagaimana jika aku melukai tuan nantinya? aku-"
"Aku mohon tolong, cepat lakukan Anna. Lakukanlah," pintanya lagi.
Dia benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya lagi. Ini terlalu, dan peluru itu harus segera dikeluarkan dari bahunya. Jika tidak entah apa yang akan terjadi padanya nanti.
Melihat pria itu yang sampai memohon padanya membuat Anna memberanikan diri melakukannya. Awalnya dia cukup takut melihat lukanya, karena bahu itu kembali terluka.
Dia juga masih mengingat dengan jelas, berapa waktu yang lalu pria ini juga terluka di tempat yang tak jauh dari luka yang sekarang. Kini, dia kembali terluka dan itu bukan luka biasa. Melainkan luka karena sebuah tembakan.
"Argh..." Maxim mengerang kesakitan ketika ujung pisau itu menusuk kulitnya dan berusaha mengeluarkan pelurunya.
"Lakukan dengan cepat Anna!" titahnya lagi karena semakin cepat semakin baik. Dia benar-benar berharap bahwa wanita itu bisa melakukannya.
"Ahk..." teriakan itu membuat Anna merasa lega karena dia berhasil mengeluarkan benda tersebut.
Sungguh, ini pertama kali baginya melakukan hal itu. Dia juga tidak menyangka bahwa dia bisa melakukannya. Tangannya pun bergetar setelah melihat benda tersebut.
Anna berusaha membersihkan luka tersebut setelah mengeluarkan pelurunya. Dia mengobati luka Maxim dengan sangat hati-hati, tapi tetap saja bahwa dia masih melakukan kesalahan.
"Ahk... hati-hati!" umpat Maxim merasa kesakitan, ketika Anna menekan lukanya terlalu kencang.
"Maaf," ucapnya penuh sesal.
Jujur saja, dia sebenarnya tidak sengaja melakukan hal itu. Lagi pula niatnya baik, untuk membersihkan lukanya agar tidak infeksi. Tapi ternyata dia menekan mukanya terlalu keras tinggal membuat Maxim merasa kesakitan.
Setelah itu Maxim diam saja. Dia membiarkan wanita itu membersihkan lukanya. Anna benar-benar melakukan semuanya dengan baik. Dia berusaha agar tidak melukai pria itu lagi dan membuatnya kesakitan.
"Maaf, aku harus melakukan ini," ucapnya pada Maxim.
Dia membalut luka itu dengan perempuan dan menutupinya dengan sangat hati-hati. Sungguh, begitu banyak pertanyaan di kepalanya saat ini yang ingin dia tanyakan pada pria itu.
Tapi sepertinya ini tidak tepat waktunya. Jadi dia harus mengannya lagi. Sepanjang Anna melakukan tugasnya, sedikit pun Maxim tidak berkedip. Dia tidak ingin melewatkan momen ini. Momen di mana dia bisa melihat dan menatap wajah wanita itu sedekat ini.
"Sudah, tuan..." kata Anna setelah dia menyelesaikan tugasnya. Dia sudah membalut luka itu, dan sepertinya Maxim terlihat jauh lebih baik saat ini.
"Hem..." jawabnya begitu saja tanpa ingin merespon Anna lebih jauh lagi.
Tanpa permisi, dia langsung naik ke atas tempat tidur Anna dan merebahkan tubuhnya di sana. Maxim benar-benar sangat lelah dan dia membutuhkan waktu untuk istirahat. Walau masih ada rasa sakit yang harus ditahan, tapi setidaknya itu jauh lebih baik.
Peluru yang bersarang di bahunya sudah dikeluarkan, dan sekarang dia bisa beristirahat dengan tenang.
"Hati-hati," ucap Anna panik ketika melihat Maxim yang sedikit kesusahan untuk memposisikan dirinya.
Dia kembali membantu pria itu, untuk menemukan posisi ternyamannya. Maxim sendiri merasa bahwa Anna benar-benar membantunya.
Entah apa yang terjadi pada dirinya tadi jika dia tidak datang ke rumah wanita ini. Mungkin saja dia sudah ditangkap oleh polisi-polisi b******* itu, berakhir di dalam penjara. Sayangnya dia masih bisa selamat, dan pergi melarikan diri tanpa tertangkap.
Anna terus aja menatap pria itu, dan Maxim sendiri tahu bahwa saat ini Anna masih menatapnya. Tapi dia tidak ingin bicara apapun saat ini, karena yang dibutuhkannya hanya istirahat. Mungkin besok atau bisa dia baru bisa menceritakannya dan dia siap menjawab pertanyaan yang akan dilontarkan wanita itu padanya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Maxim langsung tertidur. Sedangkan Anna sendiri masih di posisinya. Dia masih bergelut dengan pikirannya saat ini sebenarnya apa yang terjadi di luar sana. Apa yang dilakukan Maxim hingga membuatnya terluka seperti ini.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan di luar sana, Tuan? kenapa lagi-lagi Anda terluka?" gumam Anna.
Dia mengambil selimut, lalu menyelimuti Maxim. Bagaimana pun dia masih memiliki perasaan terhadap pria ini.
"Istirahatlah, kamu melewati hari yang sulit," ucap Anna lagi sebelum dia pergi meninggalkan Maxim di sana.
Dia juga membersihkan bekas darah Maxim yang berada di lantai kamarnya.
Bersambung