Bianca Davis hanya mencintai Liam dalam hidupnya. Apa pun yang dia inginkan pasti akan Bianca dapatkan. Termasuk Liam yang sebenarnya tidak mencintai dirinya. Namun, bagaimana bila Liam memperlakukan Bianca dengan buruk selama pernikahan mereka? Haruskah Bianca tetap bertahan atau memilih menyerah?
Ikuti kelanjutan kisah Bianca dan Liam dalam novel ini! ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Aku hanya ingin tahu kamu pergi ke mana? Bila Liam menghubungiku dan aku tidak tahu di mana keberadaanmu tentu bukan hanya aku yang dimarahi olehnya," ujar Bianca memberi alasan.
"Aku akan pergi ke X Club, jangan sekali-kali kamu mengatakan hal ini pada Kak Liam. Atau aku akan membencimu selamanya, Bianca," balas Laura sambil memasang wajah sinis.
Bianca memegang dadanya yang terasa sakit. Dia berharap dengan menikahi Liam mungkin Laura akan berubah. Namun, apa boleh buat perempuan yang kini menjadi adik iparnya itu tidak pernah menyukai dirinya.
Ingin sekali dia mengatakan kalau Ivanka bukanlah wanita yang baik untuk dijadikan teman. Namun, dia sudah menduga kalau setiap ucapannya pasti akan diabaikan oleh Laura.
"Ya, aku tidak akan mengatakannya pada Liam," ujar Bianca.
"Aku pergi! Kau bisa menjaga dirimu sendiri, kan? Jangan manja, kakakku tidak menyukai wanita manja!" sindir Laura yang masih kesal harus menginap di apartemen sang kakak hanya untuk menjaga Bianca.
Bianca menggeleng melihat kelakuan dari Laura. Ada perasaan aneh kalau akan terjadi sesuatu pada adik iparnya itu. Untungnya, Laura memberitahukan Club yang didatanginya.
Wanita itu menuju kamarnya, kemudian mengganti baju. Dia hanya ingin memastikan kalau Laura memang bersenang-senang dengan Ivanka. Bukan bermaksud untuk mengintai Laura dan mengganggu kegiatan adik iparnya.
Dari gosip yang sering dia dengar di kampus dulu, Ivanka adalah salah satu dari mahasiswi yang sering open B*. Beberapa teman sering menggunjing tentang dirinya. Namun, Laura seakan tutup mata akan semua berita buruk tentang Ivanka.
Justru, Laura menuduh Bianca yang menyebarkan berita itu. Padahal, Bianca sama sekali tidak ingin bersinggungan dengan Ivanka. Dia selalu melihat wanita itu iri pada dirinya. Ivanka sering kali meniru penampilannya dan membuat Bianca jengah. Namun, Laura tetap saja berpihak pada Ivanka.
"Ya, aku harus menyusul Laura. Paling tidak hatiku tenang bila telah memastikan keadaannya," ujar Bianca.
Wanita itu mengambil kunci mobil dan meluncur membelah jalanan ibu kota yang masih ramai. Bianca berdoa semoga firasat buruknya tidak terjadi.
***
Lantai dansa terletak di tengah ruangan, dipenuhi orang-orang yang menari dengan penuh semangat, sementara lampu strobo berkedip mengikuti irama musik. Di sekitar lantai dansa, terdapat area tempat duduk dengan sofa atau meja-meja tinggi, tempat pengunjung duduk bersama teman-teman mereka, menikmati minuman beralkohol seperti koktail atau bir.
Di salah satu sudut, bar terlihat sibuk dengan bartender yang cekatan, meracik minuman dengan cepat dan melemparkan botol-botol di udara. Aroma minuman bercampur dengan wewangian parfum dan asap rokok yang samar. Suara tawa, percakapan, dan denting gelas terdengar di antara musik yang keras.
Pengunjung club malam datang dengan beragam gaya pakaian; sebagian besar mengenakan pakaian glamor dan trendi. Seperti pakaian Laura malam ini, Ivanka secara khusus mengatakan agar Laura tidak memakai pakaian sopan seperti yang selama ini dia kenakan.
Laura mencari-cari sosok Ivanka, sebenarnya dia cukup terkejut Ivanka ingin mereka bertemu di Club. Biasanya, Ivanka hanya akan bertemu di cafe atau restoran yang mewah bila bersama dengan Laura. Namun, Laura yang sudah beberapa kali datang ke Club tentu saja tidak keberatan.
Lagi pula, dia bukan anak kecil yang harus terus menerus diawasi. Bila, Liam ada di Jakarta pasti pria itu tidak akan memperbolehkan Laura bertemu dengan Ivanka di Club. Sedekat apa pun Laura dengan Ivanka tetap saja Liam tidak akan memperbolehkan Laura pergi di malam hari tanpa pengawasan.
"Hai, akhirnya aku menemukanmu juga, Kak," ucap Laura tersenyum melihat Ivanka.
Di tempat duduk Ivanka terdapat dua orang pria. Salah satunya tampak lebih muda dibandingkan yang lain. Ivanka mengenalkan Laura padanya.
"Kenalkan Laura, ini Om Ben! Dia ingin berbicara denganmu mengenai bisnis. Mungkin kamu bisa membantunya untuk mendapatkan kerja sama dengan Liam!" ucap Ivanka tanpa berbasa basi.
Di meja mereka sudah tersaji beberapa gelas minuman. Laura duduk dan menyalami Ben yang menatapnya dengan m*sum. Hati Laura mulai gelisah, tetapi dia mencoba untuk tetap berpikir positif.
"Laura," ujar Laura sambil menyalami tangan Ben.
Ben ingin mencium tangan Laura, tetapi dengan cepat Laura mengambil tangannya. Pria itu bahkan hampir seumuran dengan ayahnya. Apa Ivanka sudah gila mengenalkan mereka?
Laura tetap bersikap tenang, sambil terus meyakinkan dirinya bahwa dia tidak salah datang ke tempat ini. Sekilas, dia melihat Ivanka yang asik mengobrol dengan pria di sampingnya.
"Oh, aku lupa mengenalkan. Ini adalah Kevin, dia teman dekatku, Lau," ujar Ivanka.
Laura memilih menganggukkan kepala. Dia melihat kalau Ivanka sepertinya sudah tidak marah padanya karena pernikahan kakaknya. Jujur saja, dia sebenarnya tahu saat Ivanka memberikan minuman berisi obat perangsang untuk kakaknya.
Sayangnya, Ivanka tidak cepat datang dan membawa Liam. Yang kemudian, datanglah Bianca menolong kakaknya itu. Selama ini dia diam melihat kelakuan Ivanka karena merasa kasihan akan hidup Ivanka yang dia anggap sangat miris.
"Mengobrollah dengan Om Ben! Aku akan menari dulu dengan Kevin. Ayo, Kev. Biarkan mereka berdua mengobrol!" ucap Ivanka.
"Tapi, Kak. Kamu bilang ingin mengatakan sesuatu denganku! Mengapa kamu malah membawa orang lain di pertemuan ini? Kamu tidak mengatakan kalau akan mengundang Om Ben dan Kevin!" balas Laura.
Ivanka menaikkan alisnya, tampak menyunggingkan senyum terbaiknya. "Nanti kita bicara, Lau. Kau harus tahu kalau aku masih kecewa karena wanita j*Lang itu yang akhirnya menjadi Kakak iparmu. Ikuti saja perintahku, maka kau akan tetap menjadi sahabatku!" balas Ivanka kemudian meninggalkan Laura dan Ben.
Perempuan itu melirik pada Ben yang mendekati Laura. Dengan berani, Ben memegang pah* Laura yang memang saat itu tidak tertutup sempurna karena Laura mengenakan rok pendek.
"Apa yang Om lakukan!" tangan Laura menepis tangan Ben yang mulai kurang ajar.
Seumur hidup, Laura tidak pernah mendapatkan perlakuan kurang ajar seperti ini. "Diamlah, Sayang. Aku sudah membayar mahal hanya untuk bersamamu malam ini!" ucap Ben yang membuat mata Laura membelalak.
***
Bersambung.
Terima kasih telah membaca. ❣️