Kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki Amelia berhasil memikat hati seorang pria. Asmara yang menggelora mengantar Amelia pada titik keseriusan sang kekasih. Apakah hubungan mereka berjalan lancar sampai ke jenjang pernikahan? Apalagi setelah pria tersebut mengetahui jika Amelia ternyata seorang wanita panggilan.
Lantas, bagaimana Amelia melewati segala lika-liku kehidupannya? Apakah dia mampu meninggalkan dunia yang sudah membantunya mengobati luka di masa lalu atau justru semakin terjerumus di agensi yang menaunginya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Yusuf
Brak!
Marini membuka pintu rumahnya kasar. Wanita paruh baya itu mengayun langkah menuju kamar yang dulu ditempati oleh Amel. Kamar bernuansa hijau dan selalu tertata rapi itu hanya menyisakan kenangan buruk. Marini masuk ke dalam kamar dan menyentuh beberapa barang Amel. Seketika air matanya mengalir deras karena membayangkan betapa tersiksanya Amel kala itu.
"Amel," gumam Marini dengan suara yang lirih sambil mengusap foto Amel yang terbingkai di figura. Marini mengamati beberapa foto yang terpajang di dinding kamar.
Air mata terus mengalir deras saat Marini menatap foto keluarga bersama mendiang suaminya yang tak lain adalah ayah kandung Amel. Wajah ceria Amel tercetak jelas di foto itu. Lantas, tatapan mata Marini beralih pada foto yang diambil saat Amel wisuda SMA.
"Jadi ini hari terakhir kamu hidup bahagia, Nak? Maafkan Ibu karena terlambat mengetahui semua ini. Maaf karena Ibu sudah pernah mengucapkan hal buruk untukmu. Maaf," gumam Marini sambil mengambil figura yang ada di dinding. Marini mendekap figura itu sambil menangis pilu.
Penyesalan yang begitu besar telah dirasakan Marini saat ini. Dia duduk di tepi tempat tidur sambil mengamati keadaan yang ada di sekeliling kamar itu. Tak lama setelah itu Marini histeris saat membayangkan bagaimana suaminya—Yusuf— melecehkan Amel di atas tempat tidur ini.
"Kurang ajar! Biad4p kamu!" teriak Marini sambil mengobrak-abrik tempat tidur yang ditempatinya. Sprei bermotif bunga teratai itu terlempar ke lantai. Tak hanya itu, bantal dan guling pun terlempar entah kemana.
"Anakku, Amel. Ya Allah," teriak Marini di sela-sela isak tangisnya.
Marini seperti orang depresi. Dia melampiaskan amarahnya dengan menghancurkan tempat tidur Amel. Baginya tempat tidur itu adalah awal kehancuran putrinya. Tak hanya itu saja, Marini bahkan menampar pipinya sendiri beberapa kali karena menyesal sempat menampar pipi Amel.
"Aku ibu yang buruk! Aku tidak pantas disebut seorang ibu!" ujar Marini setelah puas menampar pipinya sendiri. Pipi mulus itu pun terlihat merah karena kerasnya tamparan.
Suara isak tangis Marini mereda tatkala mendengar derap langkah seseorang dari ruang tamu. Tak berselang lama suara Yusuf yang memanggil namanya mulai terdengar. Sementara Marini tak ingin mengucapkan sepatah katapun. Dia tetap bersimpuh di lantai dengan kepala diletakkan di pinggiran tempat tidur.
"Neng. Kenapa bersimpuh di situ?" tanya Yusuf saat melihat istrinya berada di kamar Amel. Pria berkulit putih itu menghampiri sang istri. "Astaghfirullahaladzim. Kenapa kamarnya Amel berantakan begini? Ada Apa, Neng?" tanya Yusuf sambil mengamati kamar tersebut. Lantas, dia menepuk bahu istrinya beberapa kali.
"Di mana kamu melecehkan putriku? Katakan!" tanya Marini tanpa membalikkan badannya.
"Ngomong apa kamu ini, Neng? Apa yang sudah terjadi?" Tentu Yusuf sangat terkejut mendengar pertanyaan itu.
"Di mana kamu mempek0s4 Amel? Jawab!" Marini memperjelas pertanyaannya. Kali ini Marini berusaha bangkit dari tempatnya. Dia membalikkan badan dan menatap Yusuf dengan sorot kemarahan.
"Aku tidak pernah—" Belum sempat Yusuf menyelesaikan penjelasannya, Marini melayangkan tamparan keras di pipi kiri Yusuf.
"Jangan berdusta!" ujar Marini sambil mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Yusuf. "Aku hanya butuh pengakuanmu! Aku sudah bertemu dengan Amel!" Marini mencengkram lengan suaminya itu.
Ekspresi wajah Yusuf seketika berubah setelah mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh istrinya itu. Skenario yang dulu dirancang rapi kini terungkap sudah. Bangkai yang sudah lama ditutupi itu nyatanya tercium juga.
"Ya. Aku lah yang menjadi penyebab kepergian Amel dari rumah ini. Aku melecehkan dia di tempat tidur ini beberapa kali saat kamu tidak ada di rumah," ungkap Yusuf dengan suara yang sangat lirih. "Aku sengaja membuat banyak cerita bohong kepadamu karena ingin menutupi kesalahanku," lanjut Yusuf.
Air mata Marini kembali mengalir deras setelah mendengar pengakuan suaminya. Hati Marini benar-benar hancur tak tersisa. Rasanya lebih sakit dari sekadar mengetahui Yusuf memiliki wanita lain di belakangnya.
"Apa benar kamu menjualnya kepada Pramono?" tanya Marini lagi di sela-sela isak tangisnya.
Wajah Yusuf seketika pucat setelah mendengar pertanyaan itu. Dia tidak menyangka saja jika perbuatannya di masa lalu dikuliti oleh istrinya. "Ya. Budi dan Joko juga," jawab Yusuf dengan kepala tertunduk.
Mata sembab Marini terbelalak setelah mendengar pengakuan suaminya. Dia reflek menc3kik leher Yusuf dan mendorongnya sampai menabrak tembok kamar. Marini semakin menekan leher Yusuf hingga pada akhirnya tangannya terhempas karena perlawanan Yusuf.
"Neng. Istighfar, Neng!" ujar Yusuf dengan napas tersengal.
"Pria sepertimu harusnya musnah dari muka bumi ini! Mulutmu tidak pantas menyuruhku istigfar karena seharusnya kamu yang minta pengampunan kepada Allah dan anakku!" teriak Marini.
"Aku tidak menyangka jika kelakuanmu melebihi binatang! Anakku kau jadi jadikan korban! Biad4p kau!" umpat Marini.
"Aku minta maaf atas perbuatanku kepada Amel. Aku melakukan hal itu karena tidak bisa mengendalikan napsuku kepada putrimu. Aku menjualnya juga karena terpaksa. Aku butuh uang untuk membayar hutang kepada rentenir karena kalah judi dan mengganti uang kas jamaah pengajian minggu yang sudah terpakai untuk judi juga," jelas Yusuf dengan suara yang sangat lirih.
Tubuh Marini luruh ke lantai karena kehilangan tenaga. Dia kembali histeris karena tidak menyangka jika suaminya ternyata berani melakukan hal ini kepada Amel. "Yusuf! Kamu gila! Keluar dari rumah ini sebelum aku m3mbunuhmu!" teriak Marini sambil menatap Yusuf.
"Tidak bisa! Kalau kamu memang membenciku, seharusnya kamu yang pergi. Rumah ini adalah milikku!" Tolak Yusuf.
"Rumah ini peninggalan ayahnya Amel. Kamu tidak punya hak apapun di rumah ini! Pergi!" teriak Marini.
"Tidak. Ini rumahku! Bukankah surat-surat rumah ini sudah diubah atas namaku? Seharusnya kamu ingat akan hal itu!" ujar Yusuf.
Tanpa banyak bicara lagi Marini beranjak dari tempatnya. Dia berlari menuju dapur untuk mengambil s4bit yang tersimpan di dapur. Lantas, dia kembali berjalan menuju kamar Amel yang ada di ruang keluarga. Yusuf pun terbelalak karena melihat Marini membawa senjata tajam.
"Keluar dari rumah ini atau aku akan menggunakan sabit ini untuk m3menggal kepalamu!" ancam Marini tanpa rasa takut sedikitpun.
Tentu Yusuf tidak mau ambil risiko dengan berdiam diri di rumah ini. Pria paruh baya itu berlari menuju ruang tamu dan keluar dari rumah. Marini pun membuntuti suaminya itu sampai di ruang tamu. Dia hanya ingin memastikan jika Yusuf benar-benar pergi dari rumah ini.
"Ya Allah." Marini bergumam lirih setelah bersandar di daun pintu. Dia melempar sabit yang ada di tangannya hingga masuk ke dalam kolong meja yang ada di ruang tamu.
...🌹TBC🌹...
Hayuk komen atuh guys. Orang seperti Yusuf pantasnya diapain nih?
Andra di posisikan orang yg akan meninggslkan Amel sukarela
Semoga keluarga Ansra mau menerima Amel setulus hati
Untung Andra sudah antisipasi dari awal..
dulu aku pernah bermimpi tinggi dpt laki2 tajir.yg hdp serba kecukupan.eee gk tau nya hayalan...😁😁