Bianca Adlova yang ingin hidup tenang tanpa ada kemunafikan.
Dia gadis cantik paripurna dengan harta yang berlimpah,namun hal itu tidak menjamin kebahagiaannya. Dia berpura-pura menjadi gadis cupu hanya ingin mendapatkan teman sejati. Tapi siapa sangka ternyata teman sejatinya itu adalah tunangannya sendiri yang dirinya tidak tau wajahnya.
Lalu bagaimana Bianca akan terus menyembunyikan identitas aslinya dari teman sekolahnya? Apakah dia akan kehilangan lagi seseorang yang berharga dalam hidupnya? ikuti kisahnya disini.
Selamat membaca🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alkeysaizz 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman..
Pagi itu, langit terlihat cerah, matahari bersinar menembus celah tirai yang belum terbuka. Mata Bianca mengerjap, merasakan sesuatu yang hangat mulai menerpa matanya.
Gadis itu meregangkan seluruh ototnya yang kaku dan terasa beku, lalu mulai turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi. Hari ini hari minggu, jadi seharian ini, dia bisa bersantai ria di rumah.
"Nona.. " Panggil Rubi di luar pintu kamarnya, kemudian ia mengetuk pintu hingga beberapa kali.
"Ada apa sih! pagi-pagi gini udah ribut aja! " dengus Bianca dengan kesal. Dia pun langsung berjalan ke arah pintu dan langsung membukanya.
"Ada apa sih, Bi? masih pagi juga! " Sambil terus menguap Bianca berbicara kepada kepala pelayannya.
"Di panggil sama Tuan dan Nyonya di ruang keluarga. "
Wajah Bianca berubah murung, begitu lesu setelah mendengar itu. Rubi langsung pergi tak ingin sampai mendengar ocehan nona nya lagi.
"Bianca... sekarang terima saja nasib lo.. "
Ia pun mulai melangkahkan kaki keluar, lalu menapaki tiap marmer dengan begitu berat, kemudian ia pun menuruni tangga dan menatap ke arah kedua orang tuanya yang sudah menunggu nya sedari tadi di ruang keluarga.
Sesampainya di sana, Bianca langsung duduk di kursi menghadap ke arah kedua orang tua nya.
"Sekarang! Apa lagi alasan kamu?! " Rafael bertanya dengan melayangkan tatapan sengit ke arah putrinya.
"Apa Pah? Bianca nyerah dan akan menerima semua kemarahan papah. " jawab Bianca begitu pasrah.
"Baiklah jika kamu menyadari semua itu. Papah akan hukum kamu mulai sekarang! " Bianca langsung menatap Papahnya, memberanikan diri untuk bertanya.
"Maksud papah..? " Rafael tersenyum dan mengangguk pada Rubi untuk membawa semua dompet dan kartu kredit milik putrinya. Rubi meletakkan semuanya di atas meja dengan hati-hati membuat Bianca langsung bereaksi.
"Mulai sekarang, kamu akan pergi ke sekolah berjalan kaki! tidak ada fasilitas lain termasuk si kujang! Dan satu lagi! Semua kartu yang kamu miliki papah Blokir! "
"Papah...! " Rafael menahan ucapan Bianca dengan mengangkat tangannya.
"Cukup! Papah sudah tidak ingin lagi berdebat dengan kamu! Itu adalah konsekuensi yang harus kamu terima karena sudah mempermalukan Papah tadi malam! " Rafael pun bangkit dari duduknya dan menatap ke arah Laura.
"Tak ada satu orang pun yang boleh menolong Bianca! jika aku sampai mengetahui kalian diam-diam membantunya, aku pastikan kalian menanggung akibatnya! "
Rafael langsung pergi membuat Bianca menghela nafas berat. Tatapannya kosong, bingung dengan kehidupan dirinya selanjutnya.
"Mamah sudah ingatkan sama kamu sejak dulu sayang. Sekarang kamu lihat sendiri kan' bagaimana kemarahan papah. Maaf kali ini Mamah tidak bisa bantu kamu. Papah benar-benar merasa terpukul dan malu tadi malam di depan Om Vian dan juga putranya."
Hembusan nafas Bianca semakin berat. Dia menatap ke arah mamahnya yang berlalu menyusul suaminya. Rencananya berantakan karena semua kartu kredit miliknya di rampas.
"Sekarang gue harus gimana? apa yang harus gue lakuin? " lirih Bianca yang masih bersandar duduk di kursi. Matanya mengedar namun sepertinya semua pelayan sudah berlari pergi termasuk Rubi.
Langkah gontainya terlihat penuh beban. Pikiran Bianca pun melayang tak karuan, mencari ide agar keluar dari situasi ini dan meredam kemarahan papahnya.
Bruk!
Bianca menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, menatap langit plafon kamarnya yang berwarna putih. Tubuhnya langsung bangkit seketika saat mengingat sesuatu. Senyum di wajahnya pun terukir lalu berdiri dan bersiap.
"Masih ada seribu cara untuk menghasilkan uang, Bianca! lo kerja atau tetap terkurung dalam lingkar hukuman papah! " tegasnya pada diri sendiri.
Bianca segera berlari keluar dari kamarnya, Rafael dan Laura melihat itu, lalu menghentikan langkah sang putri.
"Mau kemana kamu?! " Bianca langsung menghentikan langkahnya dan menatap ke arah kedua orang tuanya.
"Mulai sekarang, Bianca akan cari kerja! Bianca gak akan terisolasi oleh hukuman papah! Bianca bisa! tanpa harus mengandalkan uang dari papah! "
Seketika Rafael langsung berdiri dengan wajah penuh kemarahan, membalas tatapan permusuhan dari putrinya, Bianca. Gadis itu pun pergi keluar tanpa menghiraukan amarah yang terlihat di wajah Papahnya. Dengan penampilan cupunya ia terus berjalan melewati jalanan yang biasa ia lalui saat dalam keadaan terdesak.
"Pokoknya, gue gak boleh nyerah gitu aja sama papah! gue gak mau di jodohin sama anaknya om Vian! gue punya pilihan sendiri! gue juga pengen menyukai seseorang berdasarkan hati dan bukan karena pilihannya papah!! " Bianca terus mengumpat di sepanjang jalan, melewati tiap kendaraan yang berlalu lalang. Pikirannya saat ini tertuju pada si bapak penjual bunga, yang sempat mengatakan akan membantu Bianca jika dalam kesulitan.
Langkahnya semakin ia percepat, meski lelah namun ia tetap semangat untuk melangkah. Sesekali ia berhenti, merasa lelah dengan jarak yang cukup jauh.
"Busyet dah! capek banget gue! " keluhnya yang perlahan duduk di kursi dekat trotoar. Senyumnya kembali merekah saat menatap toko bunga itu yang berada di seberang jalan.
Namun saat bersamaan pula lewat sebuah mobil mewah di depannya, melewati kubangan air begitu cepat sehingga cipratan air kotornya terkena ke pakaian Bianca.
"Gak punya mata ya lo!! " serunya penuh emosi. Mobil pun berhenti lalu memundurkannya ke posisi Bianca.
Kaca hitam yang begitu mengkilap mulai terbuka dan menampakkan wajah di balik mobil mewah tersebut.
"Ya ampun cupu! sorry! gue sengaja tadi! hh.. " katanya sambil tertawa.
Tanpa berfikir panjang, Bianca langsung mengambil air dari kubangan tersebut dan menyiramkan nya ke sosok yang ada di dalam mobil tersebut.
"Aaaa!! " teriaknya,tak mengira dengan apa yang akan di lakukan Bianca.
"Elo ya..!! "
"Gue ingetin sama elo ya, Aluna! jangan ganggu gue lagi! atau gue akan bikin lo lebih dari ini!! " potong Bianca sebelum Aluna menyelesaikan kalimatnya. Ia lalu pergi setelah mengatakan semua itu pada Aluna yang menatap benci ke arah Bianca.
"Elo lihat aja cupu! siapa yang akan lebih sengsara! karena gue pastikan, elo yang harus terpuruk dan terinjak terus di bawah kaki gue! dasar cupu miskin!!" Aluna pun kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Berusaha meredam semua emosinya saat menatap pakaiannya yang begitu kotor oleh lumpur.
"Cupu sialan!! " geramnya memukul setir yang ia genggam, lalu pergi ke tempat biasa ia menghabiskan waktu bersama teman-teman nya.
"Aluna tak punya otak! jadi kotor kan baju gue! ish.. " umpat Bianca kesal sambil terus berjalan masuk ke dalam toko tersebut.
"Lho.. nak Bianca! Syukurlah kamu datang ke toko bapak! "
Bianca mengernyitkan dahi tak mengerti lalu duduk di kursi sesaat setelah si bapak menyeret tubuhnya kesana.
"Kenapa pak? bapak Bimo nyariin saya? " tanya Bianca langsung pada bapak si pemilik toko yang bernama Bimo.
Ia lalu meletakkan sebuah amplop berwarna coklat di atas meja dan menyerahkannya pada Bianca.
"Apa ini pak? " tanyanya lagi semakin tak mengerti.
"Maafkan bapak sebelumnya. Tapi bapak benar-benar berterima kasih, karena itu bapak dan keluarga sudah sepakat, jika hasil bulanan dari toko bunga ini akan di berikan ke nak Bianca sebagian."
"Apa?! " Seru Bianca menatap pak Bimo tak percaya. Bagaimana mungkin dia berfikiran ke arah sana, sedangkan toko bunga ini miliknya sendiri.
"Enggak pak! saya tidak bisa menerima semua itu dari bapak! saya bantu bapak ikhlas ko! gak ada niat apapun! " tolak Bianca keras.
"Bapak tau nak, kamu ikhlas, tapi bapak juga ikhlas ngasih itu ke kamu!"
"Tapi pak, itu bukan hak saya, lagi pula kan bapak harusnya lebih mengedepankan keluarga bapak! jadi uangnya bapak simpan aja ya.." sambil mendorong kembali amplop berwarna coklat itu ke arah pak Bimo.
Terlihat raut wajah pak Bimo berubah muram, seperti ada beban yang mengganggu pikirannya.
"Bapak kenapa sedih lagi? saya gak apa-apa ko' "lanjut Bianca berusaha membuat perasaan si bapak lebih baik.
"Bapak hanya bingung saja, bagaimana caranya mengatakan semua ini pada keluarga bapak, mereka juga pasti tidak akan menerima uang ini begitu saja." Bianca terdiam saat mendengar pengakuan pak Bimo.
Sungguh keluarga yang berhati besar, bisa-bisanya mereka membagi ke untungan di saat mereka juga membutuhkan.
"Bagaimana kalau begini saja pak! saya akan terima uang ini, tapi bapak harus izinin saya bekerja di toko bapak, gimana?"
"Tapi nak,"
"Udah,bapak jangan pikirin apa-apa lagi, dengan begitu kan kita sama-sama untung,beban pikiran bapak hilang dan saya bisa bekerja di toko bapak. " Pak Bimo kembali menatap ke arah Bianca lalu mengangguk setelah berfikir cukup lama.
"Baiklah, jika itu kemauan kamu. Bapak ikut saja."
"Yeay! Jadi saya bisa bekerja sekarang dong pak!" pak Bimo pun mengangguk sambil tersenyum melihat kebahagiaan Bianca yang berjingkrak ria karena ia di pekerjakan disana.
"Oh iya, kenapa dengan pakaian nak Bianca?" kata pak Bimo setelah lama memperhatikan penampilannya yang begitu kotor saat masuk ke toko.
"Biasalah pak! orang gak ada kerjaan yang mengendarai kendaraannya di jalan yang penuh kubangan air, jadi cipratan air kotornya gak sengaja kena saya. "
Pak Bimo hanya manggut-manggut lalu bergegas masuk ke dalam ruangan lain dan segera keluar kembali.
"Ini, pakai ini saja! memang tak sebagus pakaian yang biasa nak Bianca pakai, tapi setidaknya jadi pengganti sambil menunggu pakaian nak Bianca yang itu di cuci dan di keringkan! "
Bianca pun langsung menyambarnya dan tersenyum. "Makasih ya pak! dua kali hari ini bapak menyelamatkan saya! " katanya sambil berlari ke toilet untuk segera mengganti pakaiannya yang kotor.
Tak lama kemudian, para pengunjung sudah mulai berdatangan,Bianca dan pak Bimo segera menyambut mereka begitu antusias. Mereka membeli setiap bunga yang di rekomendasi kan oleh Bianca. Bahkan tak hanya itu, mereka begitu senang bicara dengan gadis yang terlihat cupu namun begitu punya wawasan yang luas tentang berbagai hal.
Pak Bimo nampak senang, bahkan merasa jika pelanggannya hari ini semakin banyak berdatangan setelah ada beberapa orang merekomendasikan tokonya ke teman-teman mereka. Bagi pak Bimo, Bianca merupakan anak membawa berkah bagi dirinya dan keluarga. Tapi tidak dengan seseorang yang selalu mengawasinya setiap saat tanpa sepengetahuan Bianca.
"Gue benci senyum elo, Bianca! dan akan gue pastikan! senyum lo itu kembali hilang! " Desisnya tajam lalu pergi dari sana.
hapoy Reading semuanya 🥰🥰🤗