WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Kedatangan Mira dan Bima
Malam tiba, Pak Kendra dan Sauza sudah selesai makan malam. Makan malam kali ini sungguh istimewa, semua dilayani pelayan rumah Pak Kendra yang begitu ramah memperlakukan Sauza. Para pelayan rumah ini sepertinya merasa senang dengan kehadiran Sauza. Mereka tersenyum ramah serta hormat saat melayani Sauza.
"Nyonya, silahkan duduk kembali. Semua pekerjaan di dapur dan seluruh rumah ini sudah menjadi tugas kami. Nyonya tidak perlu membersihkan meja itu, biarkan kami yang lakukan," cegah salah satu Pelayan di rumah Pak Kendra, saat Sauza berdiri dengan niat membereskan meja.
"Baiklah, Bi." Sauza membalas diiringi senyuman.
Setelah makan malam usai, kini hati Sauza dilanda deg-degan, dia bingung harus bagaimana jika nanti Pak Kendra meminta haknya malam ini juga.
"Bagaimana jika Pak Kendra meminta haknya malam ini padaku, aku harus bagaimana? Kalau aku menolak, aku sudah menjadi istrinya. Tapi kalau aku menuruti permintaannya, aku justru belum siap. Ya Allah, beri aku petunjuk harus bagaimana?" renungnya bingung saat dirinya melangkah menaiki tangga untuk memasuki kamar.
Tiba di dalam kamar, Sauza melakukan ritual biasa yang sering ia lakukan, yakni membersihkan diri ke kamar mandi, menggosok gigi dan mencuci muka. Sauza sengaja membuat lama di dalam kamar mandi, dia berharap Pak Kendra tidak memintanya malam ini.
Akhirnya Sauza keluar dari kamar mandi, karena sudah terlalu lama di kamar mandi. Saat memasuki kamar, di sana sudah ada Pak Kendra berbaring di atas ranjang. Sauza merasa malu untuk menaiki ranjang yang sama. Jantungnya ketar-ketir dan mendadak dag-dig-dug.
"Naiklah, di sini di samping saya," ajak Pak Kendra sembari menepuk ranjang di sebelahnya, dengan kalimat yang masih terdengar formal. Sauza melangkah pelan menuju ranjang, lalu menaikinya, dan berbaring di samping Kak Kendra. Sauza memeluk salah satu guling di sana, yang membatasi dirinya dengan Pak Kendra. Pak Kendra tersenyum paham dengan apa yang dirasakan Sauza, diapun tidak memaksa Sauza untuk tidur dekat di sampingnya.
"Anak saya sebentar lagi datang, mereka terjebak macet di dekat jalan tol." Tiba-tiba Pak Kendra memberitahukan kabar tentang anaknya yang masih dalam perjalanan.
"Oh ya?"
"Kamu kalau ngantuk, langsung tidur saja dan tidak perlu menyambut mereka. Biarkan para ART yang layani mereka," ujar Pak Kendra lagi seraya menyelimuti Sauza dengan begitu perhatian.
Di dalam hati, Sauza tersenyum bahagia. Dia memang tidak berniat untuk menemui anak dan menantunya Pak Kendra. Biarlah dirinya dianggap sombong oleh dua orang pengkhianat itu.
Buru-buru Sauza memejamkan mata, karena ia memang sudah sangat ngantuk dan lelah. Sejenak kedatangan anak dan menantu Pak Kendra menunda malam pertama yang biasanya pengantin lakukan.
"Tidurlah Sayang, bisa tidur dan menatapmu saja, sudah merupakan kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Aku bahagia, akhirnya bisa sedekat ini denganmu, wanita kuat dan tegar," bisik Pak Kendra sembari tidak berhenti menatap wajah Sauza yang lelah dan terlelap.
Setengah jam kemudian, anak dan menantu yang dibicarakan Pak Kendra tadi, sudah sampai. Pak Kendra bangkit dari ranjangnya tanpa menunggu ART nya memberitahukan kedatangan mereka.
Pak Kendra segera menuruni tangga, di sana sudah ada Mira sang anak dan Bima sang menantu. Keduanya menghampiri Pak Kendra menyalami dan memeluknya.
"Kalian hanya berdua, di mana cucuku? Mengapa tidak kalian bawa. Kalian ini sudah punya anak tapi malah dititip pada seorang pengasuh?" protes Pak Kendra yang heran dengan sang cucu lagi-lagi tidak dibawa oleh Mira atau Bima.
"Papa tidak tahu kalau Raja sudah meninggal tiga bulan lalu, Pa? Dia tidak bisa diselamatkan karena ...." Tiba-tiba Bima menyela, akan tetapi langsung Mira potong.
"Papa, kenapa Papa tidak perintahkan ART Papa untuk membawa kami menuju meja makan dan membiarkan kami makan malam dulu? Kami ini lapar, Pa," potong Mira seperti sedang mengalihkan topik pembicaraan suaminya.
"Mira, sebentar. Raja, bayi kalian sudah meninggal tiga bulan yang lalu. Apa kalian serius? Bukankah dua minggu yang lalu saat kamu datang ke rumah ini, kamu bilang Raja sedang demam makanya kamu tidak membawanya?" heran Pak Kendra tidak percaya.
Bima menatap Mira heran, jadi dua minggu yang lalu Mira mendatangi kediaman papanya dan bilang kalau Raja tidak dibawa karena Raja sedang demam?
"Papa, Raja memang sedang demam, ...." Mira berusaha menjelaskan, akan tetapi Bima kali ini memotong pembicaraan Mira.
"Pa, Raja memang demam dan mencret-mencret saat sebelum dia meninggal. Semua itu gara-gara Mira yang lalai saat menyusui Raja, sehingga Raja kena tumpahan ASI di hidung dan telinganya. Dia asik main Hp saat memberikan ASI," beber Bima tidak bisa dicegah. Dia merasa emosi karena Mira masih menutupi meninggalnya Raja pada Pak Kendra.
"Mas, kamu ini." Mira protes seraya menyikut lengan Bima.
"Ya ampun, Mira. Jadi begitu kelakuan kamu? Kamu yang jadi penyebab meninggalnya bayimu sendiri, cucu kandungku?" Pak Kendra melotot dan tidak menduga Mira sekejam itu karena lalai menjaga bayinya sendiri.
Mira terpaku, ia tidak bisa berkata-kata melihat sang papa melotot penuh kemarahan.
"Kamu ini benar-benar berbeda dengan almarhumah mamamu. Dia perempuan bertanggung jawab, penyayang dan berhati lembut. Tapi, mengapa sifat baiknya sama sekali tidak menurun padamu, padahal sudah sedari balita kamu selalu diajari kelembutan dan kasih sayang," dumel Pak Kendra menumpahkan amarahnya terhadap Mira.
Bima diam saja melihat Mira dimarahi mertuanya. Bima tidak ingin membela, sebab selama ini Mira memang tidak pernah mau mendengar ucapannya.
"Maafkan aku, Pa. Saat itu aku masih belum siap menjadi seorang mama, karena itu pengalaman pertama aku juga, jadi wajar kalau aku kadang lalai." Mira memberi alasan dengan wajah memelas. Bima terhenyak mendengar alasan Mira yang mengada-ada.
"Omong kosong. Kalau kamu belum siap menjadi seorang mama, kenapa kamu harus hamil duluan? Giliran cucuku meninggal karena kelalaianmu, kamu beralasan belum siap jadi mama. Omong kosong."
"Kamu juga Bima, seharusnya kamu bisa saling bahu membahu merawat bayi kalian. Dasar kalian tidak pantas jadi orang tua. Kalian berdua hanya senang-senang saat enaknya saja," semprot Pak Kendra bergantian, tadi pada Mira lalu kini Bima.
Bima dan Mira hanya bisa menunduk, mereka memang mengakui salah karena telah lalai menjaga bayi mereka.
Kericuhan itu ternyata didengar Sauza yang tadi terbangun dan sengaja mengintip kehadiran Mira dan Bima dari lantai atas. Sauza cukup terhenyak mendengar berita bayi Bima dan Mira sudah meninggal akibat kelalaian Mira. Sauza mengelus dada, mendengar alasan bahwa Mira belum siap jadi mama sehingga melalaikan kewajibannya sebagai seorang ibu.
"Padahal aku sangat mengharapkan anak, tapi kamu justru bilang belum siap jadi mama. Lalu kenapa kamu hamil duluan kalau memang belum siap jadi mama?" bisik Sauza tidak habis pikir dengan pikiran Mira.
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.