"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17 - Labil
"I love you, Paman."
Teg!
Saga terkejut mendengar pernyataan Lea. Hatinya berdesir oleh kata-kata gadis kecil yang kini telah beranjak dewasa.
Untuk sesaat, Saga merasa bingung dan hanya berdiam diri. Ia tidak tahu harus merespons bagaimana. Lalu, ia menatap wajah Lea yang pucat dan penuh air mata.
"Lea," ucap Saga dengan berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Kamu baru saja melalui banyak hal. Lebih baik sekarang kita pulang."
Lea pun mengangguk dan hendak berdiri, namun tubuhnya terasa lemah hingga ia pun jatuh terkulai. Tidak bisa membiarkan Lea dalam keadaan seperti itu, Saga pun akhirnya menggendongnya dan membawanya menuju mobil.
Saat Lea di pangkuan Saga, ia menatap wajah pria matang tersebut dengan tatapan yang sulit diartikan. Lalu ia menenggelamkan wajahnya ke dada Saga dan merasakan detak jantungnya.
Entah kenapa, saat ini Lea merasa nyaman dalam posisi itu. Namun, Saga, dengan tatapannya yang lurus ke depan, ada sesuatu yang dipikirkannya tentang Lea, terlebih setelah ungkapan Lea tadi.
"Apa yang sedang aku pikirkan? Itu hanya ungkapan Lea padaku yang sudah di anggapnya sebagai paman, bukan ungkapan kepada kekasihnya."
Setelah sampai di mobil, Saga memasukkan Lea ke dalam mobil dengan hati-hati dan menyalakan mesin. Suasana dalam mobil sangat hening. Hanya suara mesin yang terdengar dalam suasana canggung itu.
"Lea, bagaimana perasaanmu sekarang?," tanya Saga, mencoba mengalihkan pikirannya dari pernyataan Lea sebelumnya.
"Aku merasa sedikit lebih baik, Paman. Terima kasih," jawab Lea seraya menatap Saga sejenak.
"Paman senang mendengarnya. Tapi, kamu harus istirahat. Kita akan sampai di rumah sebentar lagi," balas Saga dengan tersenyum tipis.
Lea mengangguk, lalu kembali menundukkan wajahnya karena merasa malu dengan pernyataannya sebelumnya. Namun, di dalam hatinya, ia merasa lega telah mengungkapkan perasaannya.
"Kenapa Paman tidak mengatakan apapun?," pikirnya. "Apakah Paman tidak memiliki perasaan yang sama padaku?."
Sesampainya di rumah, Saga memapah Lea yang masih lemah menuju pintu rumah dengan langkah perlahan. Namun, saat mereka hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba Lea jatuh pingsan dan seluruh tubuhnya menjadi panas.
"Lea!," seru Saga panik.
Dengan cepat, ia menggendong Lea dan membawanya ke kamar. Setelah meletakkan Lea di tempat tidur, Saga segera mengambil air hangat dan kain untuk mengompres demam Lea.
Saat sedang mengompres Lea, Saga melirik ke seragam Lea yang basah karena keringat dan kotor. Saga berpikir baju Lea itu harus segera diganti agar sakitnya tidak bertambah parah.
"Bagaimana ini, bajunya harus segera diganti," gumam Saga, ragu-ragu.
Beberapa Jam Kemudian...
Waktu berlalu, dan akhirnya Lea mulai sadar dari pingsannya. Ia mendapati jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Dengan lemah, Lea mencoba bangkit karena merasa haus. Ketika tangannya hendak meraih gelas di samping tempat tidur, ia melihat bahwa seragam sekolahnya sudah diganti dengan piyama yang bersih.
"Bukankah tadi aku belum ganti baju? Apa Paman Saga yang menggantikan nya? Oh tidak! Bagaimana mungkin? Kalau begitu, Paman Saga melihat tubuhku. Oh Tuhan, bagaimana ini aku kan malu...," gumam Lea dengan salah tingkah.
Kini, Lea masih merenung tentang perubahan baju yang membuatnya malu. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dan Saga masuk dengan raut wajah yang lega karena melihat Lea sudah sadar.
"Lea, kamu sudah bangun?," tanya Saga.
Lea mengangguk pelan. Meskipun malu, ia memberanikan diri untuk bertanya. "Paman, apakah Paman yang mengganti baju Lea?," tanyanya dengan senyum ragu.
Saga terdiam sejenak, namun, sebelum ia sempat menjawab, Nadia muncul dari balik pintu dengan langkah ringan.
"Tentu saja tidak, Lea," seru Nadia seraya duduk di samping Saga. "Tadi bibi yang mengganti bajumu," tambahnya dengan senyum ramah yang ditujukan kepada Saga.
Seketika, senyum di wajah Lea menghilang. Hatinya terasa sesak melihat kedekatan Saga dengan Nadia. Rasa cemburu yang sebelumnya tidak pernah ia sadari kini mulai menjalari hatinya.
"Lea, bibi sudah buatkan bubur untukmu," kata Nadia seraya menyodorkan semangkuk bubur hangat. "Makanlah agar cepat pulih."
Namun, Lea hanya menatap bubur itu tanpa minat. "Lea mau istirahat," jawabnya dingin. Ia membalikkan tubuhnya membelakangi Saga dan Nadia, menandakan bahwa ia tidak ingin bicara lebih lanjut.
Saga dan Nadia saling bertukar pandang dan merasa ada yang tidak beres. Saga merasakan ada yang mengganjal, tapi ia tidak tahu pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Lea.
Kemudian, Saga dan Nadia pindah ke ruang tamu, meninggalkan Lea yang masih berbaring di kamarnya.
"Nadia, terima kasih sudah datang dan membantu," kata Saga dengan tulus.
"Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai teman, Saga. Aku hanya ingin membantu," balas Nadia seraya tersenyum.
"Aku rasa, ada yang mengganggu Lea di sekolah, tapi dia belum mau bicara," ucapnya Saga khawatir.
"Mungkin dia hanya butuh waktu. Biarkan dia istirahat dan tenang. Pasti besok Lea mau bicara. Aku yakin Lea akan baik-baik saja," balas Nadia sambil meraih tangan Saga untuk menenangkan.
"Kamu benar, Nadia. Mungkin aku terlalu khawatir."
Lea mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu kamarnya. Entah kenapa, kini cairan bening dari matanya itu mengalir di pipinya.
Ia merasa terasing, seolah ada dinding tak terlihat yang memisahkannya dari Saga dan Nadia membawanya semakin jauh.
"Kenapa Paman terlihat sangat dekat dengan bibi Nadia? Apakah Paman suka pada bibi Nadia?."