Firnika, ataupun biasa di panggil Nika, dia dipaksakan harus menerima kenyataan, jika orang tuanya meninggal tepat, sehari sebelum lamarannya. Dan dihari itu juga, orang tua pasangannya membatalkan rencana tersebut.
Yuk ikuti kisah Firnika, dan ke tiga saudara-saudaranya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Safana Nikah
Hari ini, Safana di lamar oleh seorang lelaki yang merupakan anak dari teman bidan yang sebelumnya menitipkan baju di tempat Nika.
Dia adalah Hardi, kebetulan dia jatuh cinta saat pertama kali menatap wajah Safana. Padahal, saat itu Safana sedang sibuk melayani pembeli nasi di warung kecil-kecilan nya, akan tetapi, pesona dari Safana tidak mampu membuat Hardi berpaling ke arah lain.
Bahkan Hardi, sempat memesan nasi beberapa bungkus pada Safana. Hitung-hitung, agar dia bisa menatap Safana lebih lama.
Terhitung dua bulan, semenjak pertama kali dia jatuh cinta pada Safana. Tak terhitung pula, dia beberapa kali di tolak secara halus oleh Safana. Sampai akhirnya, dia memberanikan diri menyuruh Ibunya untuk melamar sang gadis pujaan.
Reni, Ibu dari Hardi. Sebelumnya dia memang sempat memata-matai Safana lewat bidan desa Nika, yaitu bidan Aini.
Dan menurut pengamatan Aini, Safana merupakan gadis yang ulet, rajin dan tentu saja memiliki hati yang baik. Contohnya, Aini pernah melihat Safana memberikan makanan gratis pada pengemis.
"Jadi, kalian akan menikah tiga bulan lagi. Dan untuk tempat tinggal, kalian lah yang memutuskannya." ujar Reni.
"Kalo untuk tempat tinggal, boleh gak kita tinggal di tempat lain. Bukan, bukan karena aku gak mau bersama keluargamu. Tapi, rasanya tidak baik, aku berada di tempat yang sama dengan ipar. Bagaimanapun mereka akan terasa asing bagiku." jelas Hardi panjang lebar. Dia gak mau jika Safana salah paham.
"A-aku, terserah kak Nika aja..." jawab Safa malu-malu.
"Kenapa harus aku?" kekeh Nika.
"Begini nak, setelah nikah nanti. Kamu akan menjadi tanggung jawab nak Hardi. Jadi, baiknya kamu ikuti permintaanya, karena menurut wak, penjelasan nak Hardi, sangat masuk akal." tutur Samsul memberi masukan.
"Baiklah ..." sahut Safana lirih. Rasanya dia gak rela meninggalkan ke tiga saudaranya. Namun, rasa untuk menikah pun, terdorong lebih kuat.
Abrar semakin galau kala melihat pesannya belum juga di balas oleh Kanaya padahal dia hanya bertanya tentang kabar mereka.
"Benarkah, dia telah melupakan aku?" gumam Abrar.
Karena tidak ingin semakin larut dalam kesedihannya, Abrar memilih bangkit dan bersiap untuk membuka kedainya. Karena dengan berada disana, dia sedikit melupakan tentang kesedihan yang sedang dirasakan.
Terhitung sudah tiga bulan, semenjak lamaran Safana. Hari ini adalah hari yang dinantikan oleh ke dua pihak keluarga. Dimana, Safana melangsungkan akad nikah.
Mereka melakukan akad di sebuah mesjid terdekat, karena ini permintaan dari pihak lelaki.
Setelah acara akad berlangsung, semua pihak keluarga lelaki mampir ke rumah mempelai wanita. Karena disana, sudah disediakan sedikit jamuan, sebagai acara syukuran.
"Malam ini, biarkan aku disini semalam lagi ..." pinta Safana saat dia sedang bersama Hardi di kamar depan.
"Tidak kah, kamu rindu padaku?" tanya Hardi menatap wajah Safana yang menunduk malu.
"A-aku ..." Safana tidak mampu mengeluarkan sepatah kata apapun lagi.
"Baiklah, tapi hanya semalam. Karena aku tidak sabar untuk malam-malam selanjutnya." kekeh Hardi. Dia sangat suka melihat wajah merah dari Safana.
Di luar, semua keluarga berbahagia, walaupun menikmati hidangan sederhana. Karena seminggu lagi, pihak lelaki pun, akan mengada pesta. Tentu saja, lebih meriah dibandingkan dengan tempat pihak perempuan.
Reni sendiri tidak mempermasalahkan tentang keluarga Safana. Bahkan dia bangga memiliki menantu yang bertanggung jawab seperti Safana dan juga Nika. Karena dia sendiri sadar, bagaimana susahnya dalam merawat orang-orang yang ditinggalkan. Seperti halnya, dia merawat Hardi dan juga kakaknya.
Ya, Hardi sudah ditinggalkan oleh Ayahnya semenjak dia dalam kandungan. Berbeda dengan Safa yang ditinggal meninggal. Ayah, Hardi malah pergi dengan perempuan lainnya, saat usia kandungan Reni berusia lima bulan.
Reni memang seorang bidan di rumah sakit kecamatan, sedangkan Hardi, dia membuka supermarket kecil-kecilan. Dan kakaknya, sedang berada di luar daerah bersama suaminya. Bahkan, dia gak bisa pulang, saat adiknya menikah. Dikarenakan suaminya yang lagi bekerja.
Tak lama kemudian, kedua pengantin keluar dari kamar. Berbeda dengan Safana yang malu-malu. Hardi malah biasa saja. Tidak terlihat rasa malu disana, tapi hanya ada kata bahagia. Bahkan matanya tidak bisa berbohong. Tentu saja, Reni sadar akan hal itu.
"Jadi kita akan tinggal bertiga kak?" tanya Amar, kala melihat Nika dan Kanaya mempersiapkan barang-barang Safana.
Perlun diketahui, Safana sudah dua hari tinggal serumah dengan Hardi.
"Hehe iya, kan lebih enak. Nanti satu orang, bisa dapat satu kamar." kekeh Kanaya.
"Tapi, aku gak berani tidur sendiri. Takut, Emak sama Ayah datang seperti semalam." ujar Amar.
"Eh ,,," kedua tangan Nika berhenti ketika melipat pakaian milik Safana.
"Iya, aku mimpi Emak dan Ayah mengelus kepala ku. Dan berpesan supaya aku jangan nakal. Padahal, aku udah jadi anak baik kan kak?" tanya Amar memastikan.
"Mungkin, mereka rindu sama Amar. Seperti kita juga rindu mereka. Makanya, jangan lupa untuk selalu doakan mereka ya." pinta Nika.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Keadaan Rina masih sama, dia masih terbaring lemah di kasurnya. Sudah berbagai terapi dia ikuti, namun hanya menghabiskan banyak uang, akan tetapi tak juga berujung perubahan.
Dia kembali teringat, bagaimana orang-orang mengatakan padanya jika itu adalah karma. Karma dia yang telah mendzolimi anak yatim piatu.
Ya, beberapa orang memang tidak segan-segan mengatakan pemikiran mereka pada Rina. Bahkan, secara terang-terangan.
Seperti kata Santi, saat kemarin datang, hanya untuk mengantarkan oleh-oleh dari anak menantunya yang baru pulang merantau.
"Rina, memangnya kamu belum minta maaf sama keluarga Nika? Mungkin, jika mereka mau memaafkan mu, semua penyakitmu akan sembuh. Masak hanya karena jatuh bisa separah ini, kalo gak ini karma. Karma atas segala kejahatan yang sempat kamu lakukan." jelas Santi melihat Rina yang terbaring lemah.
"Aku gak tahu, kemana mereka pergi." sahut Rina lirih.
"Suruh suamimu untuk mencari mereka. Masak kamu betah sih sakit gini." lanjut Santi.
"Ya, mau gimana lagi ..." sesal Rina.
"Makanya, lain kali. Sifat dan akalnya dijaga. Jangan pernah sesekali kamu menyakiti hati orang lain. Lebih-lebih anak yatim." seru Santi. Bahkan dia tidak sadar, jika perkataannya pun, menyakiti hati Rina.
tapi ini beneran udah selesai, kak... ?
padahal baru beberapa bab, kak...
saking bucinnya, Nisa sampe nda bisa bedain yang benar dan yang salah