"I love you, om!!
maaf Tari pergi tanpa pamit, karena ternyata selama ini perasaan Tari, bukanlah rasa sayang seorang ponakan pada pamannya, melainkan rasa sayang seorang wanita pada lawan jenisnya, maaf sekali lagi, Tari pergi tanpa pamit, dan semoga kita bertemu setelah Om menikah."
Itu adalah isi surat dari Mentari Putri untuk pamannya yang bernama Andre tian.
Putri pergi tanpa pamit, karena sungguh jika dia harus pamit secara langsung, rasanya tidak mungkin, Tari tidak akan kuat, sungguh.
Sementara itu yang membaca surat langsung meremas surat tersebut dengan sangat kuat, sampai urat ditangannya terlihat mengeras,-
Dan semoga karya saya kali ini, bisa dinikmati banyak pembaca Aamiin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ade Diah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepercaya itu
"Tari" ucap Tian menatap Mentari yang masih menundukan kepalanya.
"Hem" Jawab Mentari tapi ya begitu, kekeh dengan pilihannya tidak akan menatap wajah tian entah sampai kapan.
"Hei, kamu itu sebenarnya kenapa? sejak dari restoran kenapa kamu seperti itu?" Ucap Tian yang langsung menanyakan hal yang membuatnya kepikiran sejak tadi.
"Itu apa?" ucap Mentari yang berlagak tidak tahu, terlebih memang Tian tidak menyebutkan secara langsung apa yang ingin dia tanyakan, karena berpikir pasti Mentari tahu apa yang dia maksud.
"Itu kenapa saat kita bicara kamu tidak mau melihat wajah Om," ucap Tian dan kini Bayu yang tadi tidak mengerti obrolan Tian juga Mentari kini jadi paham.
"Itu perasaan Om saja." ucap Mentari mengelak padahal jelas-jelas dia memang sengaja untuk tidak melihat wajah sang Om. Bahkan sekarang pun memang terlihat jelas seperti itu, karena dia menjawab pertanyaan dari Tian sambil menunduk menatap makanan yang ada dipiringnya atau kadang so sibuk dengan ponselnya padahal tidak ada hal yang penting diponselnya.
"Cek, perasaan gimana, ini kamu dari tadi juga abang perhatikan memang benar-benar tidak melihat kearah Om Tian." ucap Bayu membenarkan dugaan Tian.
"Jadi, kenapa?" desak Tian yang benar-benar menginginkan jawaban dari Mentari.
"Tunggu, apa kamu kesal karena Om Tian menyuruh kamu memperbaiki ponselnya??" tanya Bayu yang berpikir mungkin Mentari tidak mau menatap Tian karena kesal disuruh memperbaiki ponsel Tian, karena dia berpikir jatuhnya mereka ke danau disebabkan Tian sendiri.
Mentari yang didesak tentu saja tidak akan mengaku, sampai mati pun sepertinya enggan, dan karena tidak mungkin mengaku jadilah dia terpaksa menatap wajah Tian lebih tepatnya pada mata Tian. Perlu diingat hanya matanya saja! dan setelah itu Mentari berkata dengan santai "Aku tidak sedang kesal pada Om, aku juga tidak sedang menghindari tatapan Om."
Sedang Tian yang kini matanya bersitatap dengan mata Mentari malah terpaku pada mata itu, dan saat sadar apa yang sedang dia rasakan, kini malah dia yang langsung membuang muka.
Mentari tentu saja melihat keanehan itu, dan hal itu membuat dahinya mengkerut. "Ada apa? kenapa?" itulah isi benak Mentari saat ini, dan karena hal itu, untuk sementara dia melupakan masalah bibir tian, Ya sementara hanya saat itu saja, karena saat sang Om melihat kembali kearahnya Mentari yang tidak sengaja melihat bibir Tian yang terlihat mengkilat karena minyak dari makanan, membuat rasa itu datang lagi.
"Ya ampun!!!" benak Mentari dan setelah mengalihkan tatapannya pada makanan dia langsung menghabiskan makanannya dengan cepat, tidak perduli dengan tatapan dua laki-laki yang ada didekatnya.
"Aku sudah selesai." ucap Mentari sambil berdiri dengan membawa alat makan, yang akan dia cuci terlebih dulu sebelum dia masuk kamar.
Dan setelah Mentari pergi, kedua laki-laki itu saling tatap dan setelahnya saling mengangkat bahu masing-masing, tanda tidak mengerti ada apa dengan Mentari.
Hening tak ada lagi yang bersuara dan baru setelah mereka selesai makan, saat Tian terlihat akan berdiri Bayu memanggil Tian. "Om,"
"Ya" ucap Tian dan dia kembali menjatuhkan bokongnya lagi, yang tadi baru terangkat sedikit.
"Aku titip Mentari, aku harap Om menjaga dia dengan baik selama disini,"
"Tentu saja aku akan menjaganya dengan baik, apa kau lupa jika aku sampai disumpah dibawah Al-quran, sebelum Tari datang kemari" jawab Tian mengingatkan tentang dia yang pernah disumpah oleh Juna dihadapan Bayu sebelum Mentari pindah kerumahnya.
"Ya aku ingat, tapi..." Ucapan Bayu terhenti karena dia ragu untuk mengungkapkan kekhawatirannya.
"Apa aku yang membuatmu khawatir?." Tanya Tian yang sepertinya mengerti apa yang dipikirkan Bayu dan Bayu mengangguk, membenarkan pertanyaan Tian.
"Apa karena sikap ku barusan pada Tari?" lagi dan lagi Bayu mengangguk, pertanda pertanyaan tian benar, jika dia ragu setelah melihat Sikap tian yang seperti memiliki rasa pada Mentari sebagai seorang wanita, bukan keponakan.
"Baiklah dengar!, jika kau meragukan aku karena sikapku barusan, maka titipkan Tari pada sang maha pencipta, DIA yang akan menjaga Tari kita, baik dari aku atau yang lain," ucap Tian yang jujur dia juga ragu pada dirinya, apakah dia bisa menjaga kewarasannya jika terus satu rumah dengan Tari seperti ini.
Dulu saat diberi tahu Mentari akan tinggal dirumahnya, dia tidak keberatan, karena yang dia tahu Mentari itu adalah gadis kecil yang lucu, namun saat dia benar-benar datang dengan tubuh yang sudah dewasa, saat itulah dia keberatan, takut jika imannya yang hanya setipis kulit bawang itu akan goyah.
Hal itu juga sudah pernah dia bahas dengan kedua orangtua Mentari, tapi mereka kekeh mempercayakan Mentari padanya, Ya sepercaya itu mereka pada seorang Andre Tian.
jadi cowok munafik banget, sudah jelas tau kalo mentari mencintai nya dan dia pun mencintai nya kenapa gak mutusin indah saja
Sabar terus mau selebar apa tubuhku ini kalau harus sabar terus hik hik hik/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
plissssssss./Pray//Pray//Pray//Pray//Pray//Pray//Pray//Pray/
ku mohon.....
Jadi plis kasih bintangnya dong biar penulis amatir ini semangat nulisnya /Pray//Pray//Pray//Pray//Pray/
satu lagi jang lupa tinggalkan jejak dengan cara vote, dan like. makasih dan sehat selalu.