Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
Sirta merasakan suaminya begitu berbeda. Biasanya jam kerja sekali pun Vi mau-mau saja diajak bercumbu hingga bercinta di kantor. Tapi siang ini Sirta merasa Vi bukanlah Vi yang biasanya, apalagi marahnya sampai pergi dua malam ke Vila sendirian.
“Mas ini kenapa, sih? Biasanya juga nggak begini? Biasanya sedang sibuk sekali pun mas selalu mengutamakan aku, dan kita langsung ke kamar untuk bersenang-senang?” protes Sirta melihat perbedaan pada suaminya.
Sungguh ini bukan kemauan Vi. Namun Vi juga harus memberikan pelajaran pada Sirta, agar dia tahu kalau saat ini dirinya sedang kecewa dan marah padanya, lantaran selalu menolak untuk memiliki anak.
“Aku ini benar-benar masih banyak pekerjaan, Ta. Mau meeting juga nanti,” ucap Vi.
“Oke, silakan mas kerja dulu, aku mau ketemu Nadia dan Wina dulu, Mas. Jam istirahat aku kembali ke sini, kita makan siang bersama ya, Mas?” ucap Sirta.
“Aku tadi sudah bilang sama kamu, satu jam lagi aku ada meeting, lalu setelah itu aku langsung menemui klien lagi. Jadi, kamu makan dengan teman-teman berhargamu itu saja, Ta!” ucap Vi santai tapi begitu menusuk telinga Sirta.
“Kok mas bilangnya gitu, sih?” Sirta sedikit tidak terima dengan ucapan Vi yang kesannya sangat menyindir dirinya.
“Bukankah memang begitu? Dan sudah biasanya begitu, kan? Kamu lebih mementingkan teman-teman kamu itu daripada aku? Apa aku ini salah bicara?” ucap Vi.
Sirta langsung turun dari pangkuan Vi, lalu berdiri di depan Vi dengan tatapan yang sulit diartikan. “Mas ini maunya apa sih sebetulnya? Gitu banget kalau ngomong!” ucap Sirta dengan emosi.
“Sudah jelas-jelas kamu tahu apa mauku, kok kamu tanya lagi, Ta? Kamu saja yang tidak memedulikan aku, tidak peduli dengan kemauanku, tidak peduli dengan kebahagiaanku untuk rumah tangga kita?”
“Apa kebahagiaan rumah tangga diukur dengan adanya anak, Mas? Aku rasa tidak? Banyak pasangan yang tidak punya anak happy-happy saja? Dia hidup dengan senang dan bahagia dengan pasangannya, tanpa memikirkan anak?”
“Bagiku, iya! Bagiku kebahagiaan dalam rumah tangga dengan hadirnya buah hati di tengah-tengahnya!” jawab Vi mantap. “Orang yang bahagia tidak anak, itu karena mereka sudah berusaha ingin punya anak, tapi Tuhan belum kasih, atau salah satu di antara mereka ada yang tidak normal, sakit mungkin? Kalau kita? Kita normal semua, Sirta. Aku dan kamu normal, juga sehat! Lalu salah aku ingin anak? Aku ingin keturunan?” jelas Vi dengan tegas.
“Aku tidak bisa mas!”
Vi terdiam dengan menatap Sirta begitu tajam. Rasanya percuma sekali berdebat setiap saat dengan Sirta dalam satu masalah saja. Tatapan Vi berubah menjadi sendu.
“Aku sangat butuh keturunan, Ta. Aku butuh penambah semangat selain istri dan keluarga. Aku ingin rumah kita terdengar suara tangis bayi.” Vi diam sejenak, lalu menghela napasnya yang tiba-tiba begitu menyesakkan dada.
“Aku meminta anak karena aku tahu kamu sehat, kamu subur untuk mengandung anak kita. Aku pun sehat, tidak ada masalah. Mungkin aku tidak akan meminta sampai seperti ini kalau kamu ada masalah dengan rahimmu, mandul misalnya, atau keadaan kamu akan berbahaya jika kamu mengandung dan melahirkan anak kita. Jika seperti itu, aku akan memilih diam dan bahagia bersamamu sampai kita tua, Ta. Tapi, alasan kamu tidak mau hamil sungguh tidak masuk akal di kepalaku, Ta!” Vi kembali menatap tajam Sirta dengan mengatakan hal itu.
“Aku belum siap hamil, Mas. Aku tidak ingin .....”
“Stop! Aku cukup tahu kalau kamu sungguh menggilai bentuk tubuhmu itu, Sirta!
Sirta menghela napasnya dengan berat. Merasa jengah dengan pembicaraan dan permintaan suaminya itu, yang itu-itu saja bahasannya.
“Aku tidak mau hamil, Mas!” tegas Sirta dengan tatapan tajam pada Vi.
“Dengan kamu seperti itu, itu artinya kamu tidak takut kehilangan aku, Ta!” Ucapan Vi sontak membuat istrinya menatap tajam.
“Maksudmu apa, Mas?”
“Kalau memang itu pilihan kamu, kamu tidak mau punya anak, jangan salahkan aku jika aku menikah lagi! Jangan salahkan aku jika aku memiliki anak dari perempuan lain, meski aku tidak cinta dengan perempuan yang akan mengandung anakku, aku ingin anak, Sirta! Hanya itu yang aku mau!”
“Aku tidak akan mengizinkannya, Mas! Kalau pun kamu diam-diam menikahi perempuan lain, aku pastikan aku akan menemukan perempuan itu, dan jangan salahkan aku, jika aku melakukan hal diluar batas! Aku tidak mau kehilangan kamu, Mas! Aku mencintaimu!”
“Cinta? Kamu bilang kamu mencintaiku? Kamu cinta sama aku, tapi sedikit pun kamu tidak mau berkorban untukku, Ta! Kalau kamu cinta, buktikan padaku! Berikan aku buah cinta di antara kita, Ta!”
“Enggak, aku gak bisa, Mas!”
“Ya sudah, terima konsekuensinya!”
“Jangan gila kamu, Mas!”
Sirta pergi dengan kesal penuh amarah. Ia membanting pintu ruangan Vi. Bisa-bisanya Vi berkata seperti itu. Namun, Sirta tidak percaya begitu saja. Sirta tahu betapa Vi mencintai dirinya, tidak mungki Vi akan menikahi perempuan lain karena anak saja. Vi mencintainya, Sirta yakin ucapan Vi tadi adalah sebuah gertakan untuknya, yang tetap tidak ingin memberikan anak untuk Vi.
“Aku sudah gila, Ta. Aku sudah menikah lagi, maafkan aku. Aku ingin punya keturuna. Ardini lah yang bisa memberikan aku keturunan, meski kami melakukannya tanpa sengaja. Tapi aku sangat berterima kasih padanya, karena dia sudah mau menjaga benih yang aku berikan, meski lewat sebuah kesalahan besar di malam itu,” batin Vi.
^^^
Ardini sedang berada di ruang tengah, ia bosan sekali sehari-hari hanya di rumah saja. Paling kegiatannya hanya itu-itu saja. Ardini kangen jualan kue, tapi bagaimana bisa dia jualan kue lagi, masak saja sebetulnya tidak diperbolehkan oleh, Vi? Ardini asyik menonton acara televisi yang menayangkan acara kuis yang sedang populer. Sedangkan Bi Siti, dia sudah berada di kamarnya, karena sudah mengantuk. Samar Ardini mendengar pintu depan diketuk seseroang.
“Tuan? Kok ke sini lagi?” tanya Ardini setelah melihat siapa yang datang ke rumahnya.
“Kenapa kalau aku ke sini lagi? Suami pulang kok begitu menyambutnya?” protes Vi.
“Maaf, Tuan. Saya pikir Tuan malam ini pulang ke rumah Mbak Sirta lagi, kan kemarin dua malam sudah menginap di sini? Jadi aku tahunya malam ini bermalam di rumah Mbak Sirta lagi?” ucap Ardini.
Jawaban Ardini barusan membuatnya tersadar, kalau dirinya memiliki dua istri. Bisa-bisanya Vi merasakan bosan berada di rumahnya bersama Sirta, karena Sirta begitu acuh dan mementingkan ponselnya jika Vi di rumah.
“Aku ingin kamu bersiap. Mulai sekarang aku akan sering ke sini, Adin.”
“Bersiap bagaimana, Tuan?”
“Ya bersiap menjadi istriku, melakukan tugasmu sebagai istriku. Bukankah kamu sudah pernah melakukannya dengan aku, sampai kamu hamil?” Ucap Vi dengan melangkahkan kakinya mendekati Ardini, sontak Ardini memundurkan badannya, ia sedikit takut dengan ekspresi Vi yang seperti itu.
“Awww ....!!!”