Nai, seorang wanita yang menjadi janda diusia yang masih muda dan memiliki dua orang anak yang berusia enam tahun dan tiga tahun.
Suami tercinta meninggalkannya demi wanita lain. Tudingan dan hinaan dari para tetangga acap kali ia dengar karena kemiskinan yang ia alami.
Akankah Naii dapat bangkit dari segala keterpurukannya?
Ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lima
"Berapa harganya, Mas?" tanya Naii pada pedagang nasi tersebut.
"Kalau untuk mbak, lima ribu saja, deh," ucapnya dengan senyum merekah.
Naii tersentak kaget, tetapi gak ingin berlama, lalu membayarnya. Lagi pula ia tidak ada menawar apalagi mengemis meminta untuk diturunkan harganya.
Wanita itu segera membayarnya, dan bergegas meninggalkan warung.
Ia berjalan dengan mempercepat langkahnya. Betisnya masih keram, ia merasakan sangat sakit, tetapi, ia harus segera tiba dirumah Mbak Fhitry, sebab kedua anaknya sedang menantinya.
Sementara itu, Aliyah tiba-tiba menggigil kedinginan. "Kamu kenapa, Dik?" tanya Ahnaf pada sang adik.
"Liyah lapal, Kak," bisiknya dengan lirih serta khas cedalnya.
Ahnaf meraih kepala sang adik, lalu merengkuh dalam pelukannya. "Sabar, Ya.. Sebentar lagi ibu pasti pulang bawa makanan," bujuk sang kakak, menenangkan hati adiknya.
Tak berselang lama, terdengar suara mbak Fhitry memanggil nama ibunya. "Naii, Naii, buka pintunya,"
"Iya,Tan," sahut Ahnaf, lalu melepaskan dekapannya pada sang adik, dan bergegas menuju pintu gudang.
"Ada apa, Tan?" tanya Ahnaf lirih.
"Ibumu kemana?" ucapnya, sembari melongok ke dalam dan tak menemukan Naii disana.
"Ibu sudah pergi dari subuh tadi, mencari rongsokan," jawab Ahnaf jujur.
Mbak fhitry merasakan hatinya begitu prihatin mendengar ucapn sang bocah. "Ini, sarapan nasi goreng. Tante ada masak lebih, nanti kalau sudah selesai piringnya letak didapur, ya," ucapnya, sembari menyerahkan sepiring nasi goreng kepada Ahnaf.
Mata Aliyah berbinar, ia tampak begitu ingin segera menyantabnya, dan merasakan perutnya yang keroncongan untuk diisi dengan segera.
"Ya, sudah. Tante tinggal dulu, sebab Tante mau belanja" ucap Mbak Fhitry, lalu beranjak pergi.
"Makasih, Ya Tante," ucap Ahnaf cepat.
"Sama-sama," jawab Fhitry, sembari melangkah pergi.
Setelah kepergian Mbak Fhitry, keduanya membawa sepiring nasi goreng tersebut ke dalam.
"Kak, mau," ucap Aliyah tak sabar.
"Iya," jawab Ahnaf, lalu duduk.dilantai,"Sini kakak suapin" ucapnya dengan lembut.
Bocah perempuan itu dengan sigap duduk dilantai dan menanti suapan sang kakak.
Sementara itu, Naii terus melangkah menyusuri jalanan untuk segera tiba dikediamannya.
Kakinya semakin keram, namun ia berusaha untuk tak mengindahkannya. Dikejauhan tampak kang Jaka sedang menjajakan dagangannya menggunakan gerobak sayur. Naii berniat singgah untuk membeli sebungkus tahu dan juga minyak goreng serta sekilo beras diwarung sembako untuk makan mereka cukup untuk dua hari.
Tetapi ia melihat Maya, Rani, Susi dan yang lainnya sedang berbelanja ditempat Kang Jaka juga. Ia merasa ragu, tetapi mencoba untuk menutup telinganya saja.
Setelah ia semakin mendekat dengan Kang Sayur, tampak mata mereka meliriknya dengan pandangan tak suka.
"Ya, Ampun, pakai singgah segala. Emang mau belanja apaan, apling juga tahu sebungkus," cibir Maya yang terkenal mulut pedasnya.
Naii tidak mengerti mengapa Maya begitu sangat julid padanya. Sedangkan dirinya tak pernah mengusik kehidupan wanita itu.
Naii hanya mencoba diam. "Kang, tahunya sebungkus," ucap Naii. Lalu mengambil sebungkus tahu dan meyodorkannya kepada Kang Jaka, "Berapa harganya, Kang?" tanya Naii lagi.
"Biasa Mbak, masih tiga ribu," jawab Kang Jaka, lalu membungkus tahu milik Naii.
Wanita itu segera menyodorkan uang lima ribu, dan menunggu kembaliannya.
"Yaelah, belanja cuma 3 ribu doank, rugi plastik kang Jaka saja," cibir Sari yangbtak kalah julidnya.
Saat bersamaan, Hardi datang menggunakan motor baru yang entah milik siapa. Melihat Naii berada di Kang Jaka sedang berbelanja, ia menghampirinya.
"Eh, Naii. Aku ingin menceraikanmu, aku mau menikah lagi," ucapnya dengan rasa tak bersalah dan tak memiliki etika. Dimana ia mengucapkannya didepan para wanita yang suka menggunjingnya.
Semua yang ada ditempat itu terperangah dan menutup mulutnya, lalu tertawa mengejek pada nasib buruk yang menimpa Naii.
"Ya, sudah, Bang. Aku juga sudah lama menunggu kata ini dari abang. Tapi sayangnya mengapa harus ditempat umum kamu mengatkannya. Tidak adakah tempat yang membuatku lebih dihargai," ucapnya dengan nafas yang memburu dan mencoba menahan emosinya yang sudah lama ia tahan.
Kang Jaka memberikan kembaliannya dengan segera, tanpa banyak kata.
"Oh, baguslah. Tetapi kamu yang mengurus surat perceraiannya, sebab aku tidak punya uang, secepatnya. Aku mau menikahi si selly, dia jauh lebih cantik dari kamu," ucap Hardi sembari menghidupkan mesin motornya dan berlalu pergi begitu saja, tanpa rasa iba sedikitpun.
"Hahahha... Kasihan sekali dirimu, Naii. Makanya jadi orang itu dandan. Jangan kumal begini, suami mana yang mau liat kamu seperti gembel penampilannya. Lihat kita, selalu tampil cetar dan glowing," ledek Rani yang sama julidnya.
Naii memilih segera berlalu dari tempat menjijikkan itu.
"Hei, Janda!" teriak, Susi dengan keras, yang mana ditujukan pada Naii.
Seketika Ia menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada mereka yang selalu menghinanya. "Jangan panggil aku janda, aku memiliki nama. Namaku Naii!" jawabnya dengan nada penuh penekanan.
Serempak ketiganya tertawa terpingkal melihat Naii yang mencoba membela dirinya, bahkan terkesan meminta untuk dihargai.
Naii menarik nafasnya dengan berat, lalu melangkah pergi meninggalkan mereka.
Sepanjang jalan menuju gudang milik mbak Fhitry, ia terus menumpahkan air matanya. Rasanya begitu sakit saat orang-orang merendahkannya. Ternyata benar, tolak ukur seseorang itu dihargai adalah karena banyak tidaknya uang yang dimiliki.
"Tega sekali kamu, Bang, melakukan ini padaku. Aku tidak menyesal kamu ceraikan. Tetapi setidaknya ada tempat yang lebih sopan untuk kamu mengucapkannya, tidak harua ditempat umum," Naii menyeka air matanya, hatinya begitu sakit saat ini.
"Bukankah dulu kamu memintaku untuk menerima cintamu? Bahkan aku meyakinkan kedua orangtuaku yang tidak menerimamu menjadi menantunya. Tetapi kini kamu mencampakkanku seolah barang bekas yang tak layak pakai," Naii bergumam dalam hatinya.
"Sudah Naii, kamu bunuh diri saja, bawa beserta anak-anakmu," bisikan syeetan mulai terngiang-ngiang ditelinganya, " Iya. Lagi pula untuk apa kamu hidup jika hanya mengalami nasib buruk terus-menerus, dengan bunuh diri, hilang masalahmu," syeetan yang merupakan jin qorin itu terus gencar membisikkan rayuan mautnya.
"Jangan bodoh kamu, Naii. Allah tidak menyukai hamba-Nya yang berputus asa. Yakinlah, semua akan ada hikmah-Nya. Bunuh diri bukan menyelesaikan masalah, tetapi kamu akan menjadi hamba yang dilaknat dan dimintai pertanggung jawaban karena sudah menjadi pembunuh terhadap anak-anakmu," kini bisikan hati nurani yang berasal dari Rabb-Nya mencoba mengingatkan dan menyadarkannya
Naii tersentak kaget dengan segala apa yang kini tengah mengusik alam fikirannya.
Astaghfirullah halladzhim... Allahumma yasir, wala tuasir rabbi tammim bil khair," ucapnya berulang kali, meminta kemudahan dari segala kesulitan yang kini sedang ia hadapi.
Ia menyeka kembali air matanya. Lalu singgah diwarung sembako, membeli sekilo beras dan minyak goreng sedapatnya untuk dapat menggoreng tahu sebagai lauk pauknya.