Demi pengobatan sang ibu, Bella rela menjadi simpanan Steven, CEO PT. Graha Sanatama. Namun, jodoh dan maut di tangan Tuhan. Sang ibu tetap tak dapat diselamatkan.
Setelah ibunya meninggal, Bella melepaskan diri dari Steven. Namun, takdir kembali mempertemukan mereka ketika Bella diperkenalkan kepada keluarga Axel, kekasih barunya. Tanpa di sangka ternyata pria itu adalah adiknya Steven.
Steven cemburu melihat kemesraan Axel dan Bella. Dia nekat merebut kembali Bella dari adiknya itu.
Apakah takdir tetap mempersatukan Bella dan Steven, sedangkan ada hati lain di antara mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tujuh Belas
Bella yang merasa tubuhnya lemah, akhirnya minta izin pulang. Sesuai janji, Axel lalu mengizinkan. Dia minta supir keluarga mengantar. Awalnya Bella ingin pulang dengan taksi, tapi pria itu tak mengizinkan.
Saat acara makan bersama, Steven mencari keberadaan Bella. Tak melihat kehadiran wanita itu, akhirnya dia bertanya dengan Axel.
"Kemana pasanganmu, Axel?" tanya Steven.
"Oh, iya. Mana Bella nya, Nak?" tanya Mama Marni. Wanita itu juga baru menyadari jika pasangan putranya tak ada tampak lagi kehadirannya.
"Udah pulang, Ma. Kepala Bella pusing, dia minta pulang. Tadi Bella menyampaikan maaf untuk mama dan Kak Nicky karena tak bisa sampai akhir acara berada di sini," jawab Axel.
Dalam hatinya Steven berkata jika Bella pulang karena takut dengannya. Dia tersenyum dan bersyukur karena wanitanya tak mau menghadiri pesta hingga akhir.
"Kamu kelihatan serius dengan Bella. Selama ini kamu tak pernah mengenalkan siapa pacarmu, hanya kali ini saja," ujar Nicky.
Axel hanya menjawab dengan senyuman. Dalam hatinya juga berkata, jika dia memang serius tapi Bella yang tak mencintainya. Mana bisa cinta berjalan serius jika bertepuk sebelah tangan.
Steven mengepalkan tangannya mendengar ucapan istrinya. Dia tak terima jika wanitanya dimiliki orang lain.
"Kalau Bella sudah sehat, kamu bawa makan malam saja. Mama sudah menunggu-nunggu kamu membawanya ke rumah," balas Mama Marni.
Seperti yang Nicky katakan, Axel tak pernah mengenalkan teman wanitanya pada kedua orang tuanya. Baru kali ini dia membawa kekasihnya.
"Nanti aku coba ajak, Ma," jawab Axel.
Mereka sekeluarga kembali melanjutkan makannya. Tamu undangan makin ramai. Steven ingin pergi dari pesta, tapi mama Marni yang melihat gelagat sang putra lalu menahannya.
"Besok malam saja aku bertemu dengan Bella. Dia pasti sengaja pulang bukan karena sakit. Pasti dia tau aku marah karena melihatnya tak memakai gaun yang aku beli," ucap Steven dalam hatinya.
Di tempat kost, Bella mondar mandir di dalam kamarnya. Memegang perutnya yang rata. Dia sudah bertekad ingin menggugurkan saja kandungannya. Bella mencari tahu di mana dokter kandungan terdekat. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk melenyapkan bayi dalam rahimnya.
***
Jam sepuluh pagi, Bella keluar dari kost. Dia harus segera bertindak sebelum Steven tahu, pikir wanita itu.
Bella masuk ke dalam taksi yang di pesan dan meminta mengantarkan ke klinik yang di tuju. Satu jam perjalanan dia sampai ke tempat yang di maksud.
Bella langsung mendaftar. Kebetulan dia pasien pertama. Bella langsung masuk setelah namanya di panggil.
Setelah melewati proses pemeriksaan awal, Bella dihadapkan pada seorang dokter yang ramah dan bersahabat. Dokter itu tampak peka dan pandai mendengarkan keluh kesah pasien-pasiennya. Setelah mendengar kisah Bella, Dokter Sarah – begitu namanya – sempat diam sejenak seolah mempertimbangkan apa yang harus ia katakan.
"Bella, saya bisa merasakan betapa sulitnya situasi yang kamu hadapi. Tapi sebagai seorang dokter, saya tidak bisa memberikan izin tanpa alasan medis yang memadai. Kandunganmu tampak sehat dan tidak ada masalah secara medis. Bagaimanapun, biasanya ada alasan yang lebih mendalam untuk mempertimbangkan a-bor-si. Apakah kamu ingin berbicara tentang hal itu lebih jauh?
Bella terperangah mendengar penolakan Dokter Sarah. Ia merasa terjebak dalam situasi yang semakin sulit. Namun, mendengar tawaran dokter untuk mendengarkan lebih lanjut memberikan sedikit harapan bagi Bella.
"Dokter, saya benar-benar tidak siap untuk menghadapi situasi ini. Saya khawatir apa yang akan terjadi pada hubungan saya dengan kekasih saya, jika dia mengetahui tentang kehamilan ini. Saya ingin melindunginya, Dok. Apakah Anda tidak bisa memberi saya izin? Kekasih saya ternyata telah memiliki istri. Saya tak mau mengganggu rumah tangganya," ucap Bella dengan terisak. Dia berharap dokter Sarah mau membantunya.
"Bella, Saya mengerti kekhawatiranmu. Tapi kamu harus memahami konsekuensi dan risiko a-bor-si yang tidak dilakukan dengan cara yang aman. Lagipula, penting bagi kamu untuk memiliki dukungan dan berdiskusi dengan kekasihmu dalam menghadapi situasi ini. Dia mungkin punya solusi lain tanpa harus menyakiti istrinya," balas Dokter Sarah dengan lembut.
"Tapi saya belum siap hamil, Dokter," ucap Bella lagi.
"Bella, melakukan itu sangat berisiko. Bisa-bisa nyawa kamu taruhannya. Selain itu profesi saya yang akan menjadi taruhannya. Banyak di luar sana wanita yang menginginkan kehadiran bayi mungil, kenapa kamu justru mau membuangnya. Saya minta kamu pikirkan sekali lagi keputusan kamu ini. Untuk saya pribadi, saya tak akan pernah mau melakukan itu," ujar Dokter Sarah.
Bella tak tahu harus bicara apa. Dia telah memberikan banyak alasan, tapi tetap saja Dokter Sarah tak mengizinkan. Dia justru memberikan vitamin untuk bayi dalam kandungan Bella.
Dengan berjalan pelan, Bella keluar dari ruangan dokter. Dia tak tahu harus bagaimana. Jika melakukan dengan ilegal dia takut nyawanya yang akan jadi taruhan.
Bella terus berjalan dengan memegang hasil USG bayi dalam kandungannya. Bayi itu telah berusia lima minggu. Menurut dokter itu dihitung dari hari terakhir dia datang bulan.
Dengan menunduk dia berjalan menuju keluar. Tak ingin mengambil vitamin yang diresepkan dokter.
"Kamu sakit apa, Bella. Kenapa harus ke klinik ibu dan anak?" tanya seseorang.
Suara sapaan itu membuat Bella terkejut. Dia menengadahkan kepalanya dan tambah terkejut saat mengetahui siapa pemilik suara itu.
"Kak Axel ...," ucap Bella terkejut hingga USG dan buku keterangan ibu dan anak ditangannya jatuh.
Saat Bella ingin memungutnya, Axel sudah terlebih dahulu mengambilnya. Dia terkejut melihat nama Bella yang tercantum di buku itu.
"Apa ini Bella? Kamu hamil?" tanya Axel dengan nada yang sangat terkejut.
Bella makin menunduk tak berani menatap wajah pria itu. Hanya air mata yang mengalir di pipinya. Axel lalu memeluk wanita itu. Tangis Bella makin pecah dalam pelukannya.
"Kita bicara di kafe saja," ajak Axel. Dia memeluk bahu wanita itu menuntunnya masuk ke mobil. Bella masih terisak, dia tak tahu harus berkata jujur siapa pria yang menghamilinya atau tetap menyembunyikan.