NovelToon NovelToon
Annaisha

Annaisha

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:886
Nilai: 5
Nama Author: -Nul

Annaisha: Rumah Penuh Hangat" adalah sebuah kisah menyentuh tentang cinta dan kekuatan keluarga. Putra dan Syifa adalah pasangan yang penuh kasih sayang, berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anak mereka, Anna dan Kevin. Anna, yang mengidap autisme, menjadi pusat perhatian dan kasih sayang dalam keluarga ini.

Melalui momen-momen sederhana namun penuh makna, novel ini menggambarkan perjuangan dan kebahagiaan dalam merawat anak berkebutuhan khusus. Dengan cinta yang tak kenal lelah, keluarga ini menghadapi tantangan sehari-hari dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan keluarga dan betapa kuatnya cinta dalam mengatasi segala rintangan. Bersiaplah untuk terhanyut dalam kisah yang mengharukan dan penuh kehangatan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon -Nul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Sejuta Kata yang Tidak Terucap

Putra akhirnya bisa sedikit bernafas lega setelah keluar dari rumah sakit. Ia sudah muak dengan bau obat-obatan yang menemaninya selama beberapa hari ini. Dipandanginya seisi rumah yang kini nampak terasa lebih sepi setelah kepergian Anna.

Barang-barang anak perempuan itu masih tersusun rapi, membawa rindu yang kini selalu tertanam di hati Putra. "Kevin kemana?" tanya Putra yang baru menyadari Kevin tidak ada di rumah itu.

"Tadi aku titipin ke Bu Laras, sekarang anaknya belum mau pulang," balas Syifa sembari mendorong kursi roda milik Putra. Wanita itu kini mengeluarkan beberapa barang belanjaan yang ia dapat saat dalam perjalanan pulang. Sudah beberapa hari rumah selalu sepi, dan kebutuhan rumah tangga mereka pun sudah banyak yang kosong.

Syifa selalu tidak sempat untuk berbelanja, karena sibuk mengurus suami ataupun anak-anaknya. "Kamu mau langsung makan, Mas? Biar aku siapin makanan yang kita beli tadi," tanya Syifa menawari.

"Nanti aja Syifa, aku belum lapar," tolak Putra dengan lesu.

"Tapi kamu harus minum obat," ucap Syifa kembali mengingatkan. Semenjak hari penuh duka kala itu, nafsu makan Putra sangat tidak baik. Lelaki itu bahkan sering melewatkan sesi makannya, padahal ia masih harus mengonsumsi obat dengan rutin. Terapi pertamanya berjalan dengan normal, namun ia masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa berjalan normal kembali.

Putra menghela nafas pasrah, tak ada gunanya jika berdebat dengan sang istri perihal waktu makan obatnya. Menyadari Lin yang tidak terlihat di rumah, lantas lelaki itu bertanya pada istrinya. "Kamu tahu Lin ada dimana?" tanya lelaki itu penasaran.

Ia masih membutuhkan banyak penjelasan dari Lin, karena semenjak kejadian di rumah sakit hari itu, ia belum bertemu dengannya lagi. Putra juga harus meluruskan masalah ini, supaya tidak terjadi kesalah pahaman, dan mereka berdua bisa membenci lebih jauh lagi. Putra hanya tak mau keluarga mereka kembali pecah, karena Putra hanya memiliki wanita-wanita hebat itu.

"Sejak kemarin dia nggak ada di rumah. Aku juga udah tanya sama Kevin, tapi dia nggak tahu dimana keberadaan adik kamu," jawab Syifa sembari mendekat ke arah suaminya.

Menyendokkan sesuap nasi, lelaki itu menerimanya walaupun tanpa minat. Kepalanya terasa sangat penuh dengan masalah-masalah yang berdatangan seolah tanpa henti.

Belum selesai dengan lamunannya, suara ketukan pintu dari luar membuat atensi sepasang suami istri itu teralih. Putra memandang pada Syifa sejenak sebelum akhirnya sang istri beranjak untuk membukakan pintu.

"Siapa Syif?" Putra bertanya namun tak ada jawaban yang ia peroleh. Namun tak lama, suara teriakan Syifa terdengar di telinga lelaki itu. Bergegas menghampiri istrinya, Putra malah dikejutkan dengan polisi yang tiba-tiba datang ke rumahnya, dan tangan Syifa yang sudah terborgol rapi.

Wanita itu berusaha melepaskan diri, dan menatap Putra dengan penuh memohon. Ia juga terkejut dengan polisi yang menangkapnya dengan tuduhan pembunuhan dan kekerasan pada anak. "Mas, aku nggak salah! Kenapa mereka tiba-tiba menangkap aku!" gertak Syifa dari cekalan dua polisi itu.

Putra mendekat, berusaha menenangkan istrinya walau ia duduk tak berdaya di atas kursi roda. "Pak, ada apa ini? Kenapa istri saya tiba-tiba ditangkap?" tanya Putra dengan raut bingung. "Dan apa anda membawa surat perintah penangkapan pada istri saya?"

Putra dibuat bungkam dengan sebuah map coklat berisi surat perintah. Polisi itu menyodorkannya kepada Putra, sehingga lelaki itu bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa istrinya memang bersalah. "Kami menangkap Bu Syifa dengan tuduhan pembunuhan dan kekerasan pada anak. Serta Bu Syifa menggunakan obat-obatan psikotropika tanpa resep dokter, dan itu yang menjadi penyebab kelumpuhan anda," jelas sang polisi kepada Putra.

Jelas, lelaki itu terkejut bukan main. Pasalnya ia tidak menyangka bahwa Syifa benar-benar melakukan hal itu. Berkali-kali ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang Lin tuduhan tidak benar, namun kedatangan polisi ke rumahnya seolah menjadi bukti benar bahwa istrinya itu telah berbuat sesuatu yang salah.

"Mas, jangan percaya mereka! Aku nggak mungkin menyakiti kamu ataupun anak-anak! Aku seorang ibu, Mas. Kamu tega menuduh aku seperti itu?" tuntut Syifa dengan penuh emosi yang meledak.

Belum sempat Putra kembali berucap, kedatangan Lin berhasil membuat Syifa bungkam. Wajah wanita itu terlihat begitu pucat begitu Lin menatapnya dengan penuh benci. "Iya kamu memang seorang ibu, Mbak. Tapi kamu juga yang membuat nyawa anakmu melayang. Bahkan kamu nggak pantas untuk disebut manusia, Mbak," tuntut Lin sembari menunjuk wajah wanita itu.

"Syifa, bilang sama aku kalau semua itu nggak benar." Putra memohon dengan lirih. Ia bahkan sudah tak bisa marah dengan Syifa yang sebelumnya sangat ia percaya. Bahkan, apakah benar wanita itu yang membuatnya lumpuh?

Satu bulir air mata turun membasahi pipi Putra. Namun Syifa masih tidak bergeming, dan bungkam dengan semua yang Lin tuduhkan padanya.

Sontak kedatangan polisi dan keributan di rumah itu menjadi tontonan para tetangga. Desas desus tak mengenakkan perihal Syifa yang membunuh anaknya sendiri tersebar dengan cepat. Hingga mau tak mau para aparat mengamankan sekitar lokasi rumah Putra. Kevin pun ikut keluar, mendapati rumahnya yang ramai membuat anak lelaki itu kebingungan. Namun Bu Laras mengalihkan perhatiannya dengan mengajak pergi anak itu.

"Mas.." Syifa memanggil dengan lirih, berharap lelaki itu bisa sedikit menaruh kepercayaan padanya. Namun Putra seolah tak punya harapan lagi, bukannya ia benci, namun Putra hanya kecewa. "Kamu benar-benar nggak punya hati, Syifa," decih Putra dengan tangan mengepal menahan emosi.

Membiarkan istrinya dibawa oleh aparat kepolisian, Lin segera mendekat tubuh Putra yang terasa melemas bak jelly. Tangisnya tak lagi bisa ia bendung, cekalan tangannya di lengan Lin juga kian mengerat.

Para polisi masuk ke dalam rumah untuk mencari obat-obatan yang disembunyikan oleh Syifa. Dan mencari bukti rekaman CCTV dari rumah sebelah, yang untungnya menjangkau kolam renang milik Putra.

Ditatapnya wajah sang kakak yang penuh dengan sarat kekecewaan. Seolah tak memberi jeda untuk bernafas, Putra harus merasakan pahitnya kehilangan berulang kali dalam hidupnya. "Lin, maafkan Mas tidak mempercayai kamu," gumam Putra penuh rasa bersalah.

Hatinya terasa begitu sesak mengetahui ia gagal menjadi seorang ayah dan suami yang baik. Bahkan depresi yang Syifa alami, Putra pun selalu menyalahkan dirinya sendiri.

"Mas ini bukan salah kamu. Stop merasa bahwa semua hal yang terjadi sama keluarga kita, itu karena kesalahan Mas," ucap Lin berusaha memberi pengertian.

Namun seolah Putra tidak mempedulikannya. "Seandainya aku lebih paham tentang kondisi Syifa sebelumnya, pasti hal seperti ini nggak akan pernah terjadi."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!