NovelToon NovelToon
Keturunan Terakhir

Keturunan Terakhir

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Spiritual / Cintamanis / Persahabatan / Kutukan / Romansa
Popularitas:57.4k
Nilai: 5
Nama Author: ERiyy Alma

Keturunan Terakhir, mengisahkan perjalanan ke lima remaja dalam mengabdi di suatu yayasan yang menyimpan misteri. Tazkia, si gadis dengan kemampuan istimewanya, kali ini ia berjuang melawan takdirnya sendiri, menjadi keturunan terakhir yang akan jadi penentu untuk anak turunnya. Dia harus mendapatkan cinta sejati. Namun, disisi lain ia tak ingin mengorbankan persahabatannya. Lantas bagaimana Kia menyikapi antara cinta dan sahabat?

Kisah ini adalah kisah lanjutan dari novel sebelumnya, berjudul TEROR BAYI BAJANG. Jika kalian bingung bacanya, disarankan baca novel pertamanya dulu ya. Happy reading yeorobun. 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Puluh Dua

Syukur tak terkira dalam hati Kia dan yang lain, perjalanan menuju rumah pak Umar berjalan lancar tanpa hambatan. Kini mereka berkumpul bersama masyarakat di rumah tetua desa itu. Duduk bersama di kursi yang telah disiapkan di halaman rumah. 

Acara haul pertama putri dan juga menantu pak Umar digelar secara besar-besaran. Tak heran karena pemilik acara memang salah satu orang terpandang di desa Gondowangi.

Menurut kabar beredar, orang tua Adinda meninggal dalam kecelakaan bus saat sedang pergi ziarah wali songo. Hanya Adinda yang selamat dari kecelakaan maut itu, jadilah sekarang gadis cilik itu dirawat oleh kakek dan neneknya. 

Devina baru saja tiba bersama ustadzah Aisyah, ustadz Subkhi dan juga seorang sopir. Gadis cantik itu segera bergabung bersama teman-temannya. “Bagaimana tadi perjalanan kalian? lancar-lancar kan?”

“Alhamdulillah Kak, meski dalam hati udah shik shak shok,” jawab Shella antusias. 

“Apaan tuh?” tanya Devi heran. Namun, Kia malah tertawa mendengar kebingungannya. 

“Itu lagu arab yang sedang viral di aplikasi Toktok itu loh Kak Dev. Biasa lah si Shella selalu menggunakannya sebagai ungkapan hatinya yang lagi nano nano.” 

Devina hanya ber-oh ria, lantas ketiganya tertawa bersama. “Oh iya Kak, rumah gedong di sebelah itu rumah siapa ya? aku juga shik shak shok liatnya, pasti pemiliknya bukan orang main-main kan?” tanya Shella lagi. 

“Itu rumah Pak Darma, kalian pasti baru tau kan? ya disinilah rumah Pak Darma, tetanggaan sama Pak kades.” 

“Jadi, ini rumah si anak manja itu?” 

“Siapa yang kamu maksud anak manja?” tanya seorang lelaki dari belakang mereka.

“Astaga Rendra, Ki… baru sekarang aku shik shak shok beneran,” gumam Shella lirih. Disaat yang sama ustadzah Aisyah memanggil Devi, gadis itu pun terpaksa berpamitan dan meninggalkan keduanya sendirian. 

“Maaf ya Ki aku pergi dulu, kamu minta maaf aja sama dia biar cepet kelar. Fighting!” gumamnya sebelum benar-benar berlalu. 

Seperti biasa, senyum smirk dari bibir lelaki itu tampak menyebalkan di mata Kia, Shella berpura-pura sibuk dengan ponsel membiarkan Kia sendiri menghadapi lelaki itu. Kia sadar itu memang salahnya membuat julukan baru untuk Rendra. 

Ia hanya berpikir, sikap Rendra di kampus dilakukan sebab lelaki itu ingin mencari perhatian, ingin dimanja saja. 

“Menurutmu siapa?” jawab Kia setelah beberapa saat hanya diam menunggu Rendra duduk di kursi.

“Aku.” 

“Ya udah, kalau memang merasa,” jawab Kia santai. 

“Sebenarnya tidak, tapi kamu menunjuk rumahku. Ah, sudahlah lupakan saja karena hatiku sedang baik malam ini.” 

Kia menghela nafas, mengeluarkan ponsel dari saku baju. Ia berencana mengabaikan lelaki di sampingnya seperti Shella. Namun, tak disangka Rendra merebut ponselnya. 

“Hei, apa yang kamu lakukan? kembalikan nggak!” Kia mulai geram, tapi ia tak bisa berbuat banyak sebab pembawa acara mulai naik ke atas podium. Acara akan segera dimulai. 

“Ssst, jangan berisik. Lihat tuh!” Rendra menunjuk ke depan. 

“Apa yang kamu lakukan?” 

“Simpan nomorku.” Rendra mengembalikan ponsel pada Kia. Tersenyum menyimak jalannya acara. 

“Hah? buat apa aku punya nomormu.” 

“Siapa tau, tak ada yang bisa menebak masa depan, benarkan Tazki,” ucapnya. Mengedipkan sebelah mata membuat Kia salah tingkah. 

“Tazki Tazki, panggil aku Kia!” 

“No, mulai sekarang itu panggilan kesayanganku untukmu.” 

“Astaga, si manja ternyata ganteng juga ya Ki,” bisik Shella. Kia merasa mata gadis itu sudah mulai rabun. 

“Kamu butuh periksa mata lagi Shel, mungkin kacamatamu udah nggak cocok.” 

Shella tertawa lirih. Beruntungnya Pak Umar memanggil Rendra, kepala desa Gondowangi itu tengah berbincang dengan Pak Darma. Kia masih ingat wajah pak Darma meski hanya sekali jumpa, lelaki bertubuh tinggi tegap itu memiliki aura aneh yang tak bisa Kia tebak. 

Rangkaian demi rangkaian acara berlalu begitu cepat, hingga tak terasa ustadz Subkhi telah selesai memimpin bacaan doa. Para tamu undangan mulai berpamitan, Ibu Munah istri dari pak Umar tampak sibuk memberikan bingkisan untuk tetamunya yang berpamitan pulang, dengan dibantu ustadzah Aisyah, Devi, Shella dan Kia. 

Ustadz Subkhi mengajak sang istri untuk pulang lebih dulu, sebab ada tamu menunggu di rumah. “Devi, kamu pulang bareng teman-teman kamu saja ya, bantu Ibu Munah dulu,” titah ustadzah Aisyah. 

“Iya Ustadzah.” 

Ustadzah Aisyah pun berpamitan, beliau pulang lebih dulu dengan diantar pak Umar dan Pak Darma di ujung jalan. Kia bisa melihat Rendra yang terus menatapnya, ia kesal sendiri dan memilih menghadap ke arah berlawanan. 

Setelah memastikan para tamu telah pulang, Devi mengajak teman-temannya untuk berpamitan. “Maaf Bu, kami mau pamit dulu.” 

“Oalah sudah mau pulang, kenapa tak menginap saja. Besok baru kembali,” kata Bu Munah sambil menggendong Adinda yang terlelap. Pak Umar segera membawa cucu kecilnya ke kamar, membiarkan sang istri menemani tamu mereka. 

“Ah, besok kami ada kuliah pagi, Bu. Insya Allah lain waktu kami akan main-main kesini, iya kan Shel, Ki.” 

“Iya Bu,” jawab Kia. Ibu Munah mengerti, meminta ketiga gadis itu menunggu sebentar di ruang tamu. Tak lama kemudian beliau kembali dengan enam buah paperbag berukuran sedang. 

“Ini, ambillah dan bagi teman-temanmu. Yang warna hijau berikan pada mereka.” Menunjuk pada Husin, Evan dan Ijan yang menunggu di depan rumah. Tiga gadis itu mengucapkan banyak terima kasih dan segera berpamitan sebab malam semakin larut. 

.

“Husin, bisa lebih cepat lagi nggak sih? ngebut ajalah kita,” pinta Ijan manakala mobil mereka mulai masuk hutan. Mereka tak menyangka hutan sepanjang itu hampir tak ada penerangan sama sekali. 

Cahaya dari mobil Chery jadul yang mereka tumpangi tak mampu menembus gelap, membuat laju mobil menjadi lambat. Suasana semakin tegang saat tiba-tiba terdengar suara petir bersahutan, lantas disusul rintik hujan yang semakin menyulitkan laju kendaraan yang mereka tumpangi. 

“Astaga, kenapa harus hujan. Sebenarnya kamu bisa bawa mobil nggak sih Husin? kalau nggak bisa mending berikan pada Evan.” 

“Diamlah, kamu malah membuatku tak bisa berkonsentrasi Ijan,” hardik Husin kesal. Mobil berjalan merayap saat hujan turun semakin deras. Namun, seakan tak cukup membuat penumpang panik mobil tua itu tiba-tiba berhenti. 

Berkali-kali Husin mencoba menghidupkan mesin tapi tetap nihil, bahkan saat Evan mencoba juga tetap sama. Mereka mulai panik, terjebak dalam mobil di tengah hujan di dalam hutan lebat, hanya bercahayakan senter ponsel. Lolongan serigala samar-samar terdengar dari kejauhan, Shella memeluk erat tubuh Devi yang tengah berusaha menelepon siapapun yang dikenalnya. 

“Bagaimana Kak Dev, ada yang tersambung nggak?” tanya Kia, ia berusaha tetap tenang meskipun itu jelas tak mudah. Tempat mereka sekarang penuh dengan makhluk astral, Kia bisa melihatnya hanya saja ia memilih diam. 

“Nggak ada yang bisa dihubungi, bahkan ustadz dan ustadzah Aisyah tidak menjawab panggilanku. Hey, apa kalian tadi nggak minta nomor pak Umar? kulihat kalian berbincang cukup lama.” 

“Tidak Kak,” jawab Ijan mewakili dua temannya. Evan mengajak Husin untuk memeriksa mesin, ia meraih payung yang memang tersedia di jok belakang. 

“Kalian berani? aku nggak ikut ya.” Ijan membiarkan dua temannya menembus hujan, sayangnya mereka kembali dengan muka tegang. Evan yang kebetulan mengerti tentang mesin mengatakan bahwa tak ada hal aneh yang terjadi pada mesin itu. Semua baik-baik saja, tapi kenapa bahkan mesin mobil tak mau menyala. 

“Terpaksa kita harus menunggu disini, sampai ada pertolongan.” 

“Siapa yang akan datang ke hutan tengah malam begini Van,” tanya Ijan kesal. 

“Diamlah, ini jalan utama menuju kota. Yakinlah sebentar lagi pasti akan ada yang menolong kita,” jawab Husin. 

“Ta-tapi, i-i-itu apa teman-teman?” Ijan menunjuk ke arah depan, dari kaca mobil terlihat gugusan asap membumbung tinggi, semakin lama semakin besar setinggi pohon jati. “De-de-demiiiit!!!” 

1
Biah Kartika
di ambil sama Devi mgkin itu kalungnya
Biah Kartika
wah wah Dev apa ini hm..
Biah Kartika
Luar biasa
Biah Kartika
bapak Rendra yang jadi dalangnya, mgkin..
Biah Kartika
apa anak laki-laki yang kia maksud di masa kecilnya dulu husein ya
Biah Kartika
kesempatan buat mereka masuk rumah pak min
Biah Kartika
ijan ya sell 🤭😂
Biah Kartika
oh mgkin ada yang menggunakan pesugihan dan kematian pak min di manfaatkan
erny
biar Rendra sama devina
Khaliilah Fazia Eksyar
semoga aja kelanjutan cerita fisa yang indigo, beserta kisah cintanya yaaa, mbak author yang cantikk💕💗🥰😚
Khaliilah Fazia Eksyar
😂😂😂
Khaliilah Fazia Eksyar
gak level buat kia
Khaliilah Fazia Eksyar
waduh rebutan nihh
Khaliilah Fazia Eksyar
Husin 😖😖💕
Khaliilah Fazia Eksyar
lucu lucu terharuu😂🤩
Khaliilah Fazia Eksyar
Rendra halunya ketinggian
Khaliilah Fazia Eksyar
huhuhuhu😖😖😖 bapernyaa🤩💕
Khaliilah Fazia Eksyar
lucunya kia sama husin/Drool/
Khaliilah Fazia Eksyar
bikin baperr, thorr sering sering bikin kaya gini yaa.
janji deh baca teruss💗😁😁
Khaliilah Fazia Eksyar
bismillah mulai baca lagi /Smile/
semoga endnya Husin nikah Ama kia💗💕
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!