Seorang abdi negara yang berusia matang, di pertemukan dengan gadis muda yang tingkahnya mirip petasan.
~
"Okee, kalau gitu kita fix tidak ada apa-apa yaa?"
"Iya, saya fix benar-benar pacar kamu!" jelasnya lagi sambil menirukan gaya bicara gadis di depannya.
"Apa?"
"Ihh, Bapak jangan ngawur yaa!"
"Saya tidak ngawur, sudah kamu sebaiknya cepat istirahat."
"Tidak mau! Saya mau Pak Braja tarik kata-kata barusan."
"Pantang bagi saya menarik ucapan yang sudah saya katakan."
"Uhhh! Ranti over kesal, ia mendelik sambil memukul-mukul dada bidang pria tersebut. "Kalau begitu rasakan bagaimana punya pacar yang rewel dan juga merepotkan, satu lagi jangan sampai siapapun tau perihal ini, kalau tidak saya sunatt ulang burung bapak," ancamnya dengan raut ketus yang sayangnya nampak berkebalikan dan begitu konyol.
Mendengus geli, Braja mengangguk mengiyakan ucapan gadisnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitta pinnochio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Si tidak bisa diam
Menghela nafas, Ranti bosan jika sudah berdiam diri begini. Menatap kosong jalanan di depan, ia berdecak sambil memikirkan kira-kira kesibukan apalagi yang dapat ia kerjakan? nyapu, ngepel sudah, cuci-cuci juga sudah sekarang apa lagi yaa?
Biasanya kalau sedang bosan begini ia kan ngrecokin mbok Darmi, tapi mengingat wanita renta itu tadi yang mewanti-wanti agar tidak mengganggunya karena tengah sibuk mengolah gaplek, sejenis makanan dari singkong yang di jemur lalu di goreng, mirip-mirip kecimpring.
Ranti jadi tidak berani mau usil, biar sudah tua begitu, Mbok Darmi kalau marah nyeremin. Mirip-mirip pelakon mak lampir di drama kolosal jaman duluu, hihihi ...!
Perihal gaplek pun juga begitu, kendati sudah lama tinggal di kota, tapi si Mbok tak jarang juga masih membuat makanan khas desa. Bu Indira sempat bilang kalau makanan dari desa ku itu rasanya lumayan, maka dari itu si Mbok bikin terus.
Andai saja sekarang ada Mbak Caca, pasti mereka sudah bermager ria di depan laptop nonton drakor. Sebenernya sihh biarpun mbak Caca tidak ada, beliau menginjinkanku pakai barangnya. Tapi aku lebih memilih tidak, karena masih tau batasan bagaimana seharusnya bersikap.
Tapi beda lagi kalau sama Pak Braja si spesies judes bin kaku satu itu. Entah kenapa aku tak bisa bersikap jaim. Cenderung apa adanya dan selalu ngeyel jika bersamanya. Tapi masa bodo sihh, tohh Pak Braja juga santai saja tuhh.
"Ck, begini amat nasib jomblo kalau weekend," gumam Ranti menopang dagu. Mata menatap jauhh entah kemana? Berangan-angan memikirkan sesuatu yang tidak jelas endingnya.
Tubuh Ranti menegak, ketika ia tiba-tiba mendapat ide untuk membunuh waktu senggangnya. "Aha!"
Cepat-cepat ia masuk kedalam rumah. Kaos oblong serta celana leging masih melekat saat ia mengambil satu rompi yang tergantung bebas di belakang pintu. Entah itu rompi apa yang ia gapai, sebab bentuknya sedikit berbeda dari yang biasa ia lihat. Ranti berlari ke dapur, dan beberapa saat ia kembali dengan topi besar dan alat pancing.
Mengambil sebungkus roti, Ranti juga membawa sebuah ember sebelum ia berlari ke sisi rumah untuk mengambil sepada yang biasa di pakai Mbak Caca saat bersepedahan.
Sepeda mahal yang nampak begitu oke, mulus kinclong, berseri mirip pemiliknya hihihi! Ia hanya perlu menaikinya dengan santai di sepanjang jalan perumahan, mengingat dia berada di kawasan elit, tentu kenyamanan setiap penghuninya selalu di unggulkan.
Sudah siap akan menggoes sepeda, tiba-tiba Mbok Darmi berseru kencang di belakang sana.
"Ranti, kamu mau kemana?"
"Mau mancing bentaran Mbok!" ia lantas langsung ngacir pergi, melajukan sepedanya.
Bersepeda di jalanan perumahan ternyata begitu asikk, terasa lebih asik lagi kalau ia sedang berboncengan. Duduk di bagian belakang sambil berpegangan tubuh bidang dengan punggung pelukable, wahh pasti aduhai rasanya! Hihihi ... Ranti sampai terkikik geli cengengesan sendiri.
Ia terus menggoes sepeda, mendorongnya ketika hampir sampai dan memarkirkannya di balik semak tinggi tepat di bawah pohon palem.
Lokasinya memancing saat ini adalah, sebuah hilir sungai buatan atau kalau di lihat-lihat lebih mirip danau buatan kecil. Ia sering melihat danau beginian di pilem yang biasa sliweran di stasiun tipi.
Mencari tempat yang pas, Ranti berjongkok dengan posisi yang sekiranya nyaman.
Ia optimis jika kali ini ia akan mendapat banyak ikan dan ia bawa pulang.
Ayolah, Ranti pasti bisa dengan mudah menangkap mereka, dia kan cantik dan menarik. Semua orang tentu suka kan dengan gadis cantik nan menarik? Tak terkecuali dengan ikan sekalipun, pasti mereka enggan berkedip jika sudah mendapat lirikan manis dari dirinya.
Hihihi, percaya diri sedikit tidak apa-apa bukan? Hitung-hitung menghibur diri sendiri meskipun saat ia mematut diri di depan cermin, keluhan tentang wajah pas-pasan kerap terjadi. Tapi akui dirinya menang karena berkulit putih.
Celingukan tidak ada orang, sesekali ranti menjiwit roti untuk ia makan sendiri. Belum ada tanda-tanda kail pancingnya bergerak dalam air. Bermenit-menit ia menunggu sampai rasa kantuk tiba menyapa.
Menguap sambil menopang dagu, ia masih bersabar dan percaya jika akan mendapat ikan meskipun tidak dengan jumlah yang banyak.
Ranti jongkok hampir stengah jam sampai kaki nya kebas. Tapi ia tak menyerah hingga samar-samar suara orang yang sedang berbincang mendekat.
Segerombolan orang yang Ranti taksir adalah beberapa pria, karena mendengar dari suata mereka yang terdengar ngbass dan juga gahar. Mereka melintas tanpa menyadari kehadirannya di tepi danau.
Baguslah, Ranti berharap tidak ada satupun yang mengganggunya. Tapi saat ia menoleh ke belakang sambil menyuapkan roti dengan berlebihan, Ranti terperanjat tiba-tiba mata bersitatap dengan salah satu dari mereka.
Opa-opa ganteng, bermata sipit dan tinggi badan menjulang, persis layaknya aktor korea.
Pandangan mereka hanya berlaku sesaat, karena pria itu setelahnya kembali fokus dengan obrolan bersama rekannya.
Fyuhhh...
Masa bodo lah, Ranti kembali mengunyah roti meski sebelumnya ia sempat di landa malu karena nampak memakan roti dengan berlebihan, mulutnya terasa sesak dan mecucu tak elok di pandang.
Hampir satu jam Ranti duduk, dan yang ia dapat hanya satu biji ikan keciil yang ukurannya hanya sebesar jari kelingking. Lantas, ia membuangnya karena tidak tega.
"Hihh, sana ahh. Kamu bukan kriteria ku, item jelek kaya mang pai di desa wetan," gerutunya random
Ranti membereskan peralatannya dan menghabiskan sepotong roti yang tinggal sedikit. Bungkusnya ia bawa pulang karena tidak mau membuang sampah sembarang terlebih itu di kawasan elit.
Bisa di denda nanti kalau dia ketahuan membuang sampah di sembarang tempat.
Mendorong sepeda ke tepi jalan, Ranti celingukan melihat beberapa orang yang mulai sliweran, memakai baju olahraga dan juga sepatu. Ia tebak, pasti orang-orang baru saja selsai joging.
Menaiki sepedanya, ia lantas menggoes dengan santai.
"Ikan-ikan disini matanya siwer, tidak suka yang cantik dan menarik seperti akuhh!" kesalnya seraya melengos pergi.
...----------------🍁🍁🍁----------------...
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
memang seharusnya kalau masih memiliki kisah yang belum usai itu alangkah baiknya tidak memulai hubungan yang baru dulu. tapi jikapun terlanjur selesai kan dulu kisah yang lama karena hidup melangkah kedepan bukan kebelakang.
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
duhh deg deg an nihh dengan panggilan mas Dhika
SEMANGAT Thor 🤗
hemmm.. ternyata masih memiliki rasa yang sama dan masih bertahan direlung hati. tapi sayangnya salah satu sudah memiliki kisah yang baru. 🤔
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
kalo Ranti ingat siapa wanita ayu itu bisa ilang semangatnya.. padahal dari rumah semangat 45 membara. deg deg an dehh rasanya.
SEMANGAT Thor 🤗
padahal Ranti udah semangat banget mau bertemu ayank.. semoga tidak dapat kejutan dehh
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗