🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mati Satu
🌹VOTE🌹
AUTHOR POV
"Van, loe oke?"
Vanesa lebih banyak diam saat Delisa bertanya, dia bahkan tidak menyentuh jus yang ada di depannya. Terbayang bagaiman Alan sangat ketakutan saat membawa Inanti pergi.
"Van, bisa loe cerita apa yang terjadi?"
"Gue cuma jailin dia."
"Gila loe, kalau loe masuk penjara, kelar loe gabung sama Bapak loe yang maling uang orang."
"Bisa mingkem gak sih loe?" Matanya menatap tajam Delisa yang ada di sampingnya. Vanesa menjambak rambutnya sendiri. "Gila *****, apa loe pikir Alan cinta sama gue?"
"Van, loe harus ceritain kejadian tadi. Gimana kalau Alan nuntut loe?"
"Gak mungkin," ucapnya sambil terkekeh. "Alan cinta sama sayang ke gue."
Delisa terkekeh, dia meminum bagiannya. "Loe bilang apa? Cinta? Sayang? Kayaknya kaga lagi kalau gue bilang loe cuma manfaatin hartanya Alan doang, loe butuh dia buat nutupin bangke bokap loe kan?"
Vanesa kembali menatap tajam, memang itulah alasan kepulangannya dari luar negeri. "Jadi tadi tuh gue injek itu gamisnya si Inan supaya jatuh. Ya kalau nanti dia kenapa-napa juga bagus kan, Alan bisa lepas dari dia."
"Gila loe, stress dasar. Demi apa ini? Supaya image loe baik-baik aja kan di luar sana? Manfaatin hartanya Alan?"
"Perlu loe inget, Alan cinta sama gue, dia bakalan lakuin apapun," ucap Vanesa berbangga diri. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pusinh dengan semua yang dialaminya. "*****, gimana gue bakalan ngelarin S-1 sama S-2 gue kalau begini terus?"
"Udah sih, loe pergi aja lagi ke Italia lagi, kelarin sekolah loe di sana? Ngapain ke sini lagi?"
"Bacot loe, Del." Vanesa mengeluarkan batangan rokok dari tasnya.
"Sejak kapan loe ngerokok?"
"Sejak bokap edan dan masuk penjara."
"Gagah loe," ucap Delisa tertawa, tidak menyangka temannya ini akan sampai pada hal ini. "Gila ya, gue kira dulu loe kalem."
"Liat aja muka si Inanti, kalem tapi bunting sekali tusuk."
"Secara gak sadar loe akui itu anaknya Alan."
Vanesa kembali terdiam, dia menyedot rokoknya semakin dalam. Vanesa hilang kendali, dia tidak tahu malu merokok di tempat umum. Caffe yang menjadi langganannya, yang merasa mengenalnya melihat ke arah mereka.
"Van! Udah jangan ngerokok, mereka liatin."
"Gue ga ridho asli, kenapa ya Alan kayak yang sayang banget sama si Inan?"
"Apa? Sayang? Makin ngawur loe ngomong."
Vanesa kacau, dia meneguk minuman miliknya dan menghabiskan milik Delisa juga untuknya. "Gue butuh uang, rumah gue beberapa bulan lagi bakalan di sita, *****. Gue bakal sekalian aja bunuh Inanti kalau perlu."
"Loe bilang apa?"
Seketika Delisa dan Vanesa menengok pada pria yang tiba-tiba ikut bergabung bicara. Delisa bertanya, "Siapa loe?"
Judi yang cuman lewat sekarang fokus pada Vanesa, dia merebut gelas dari tangan Vanesa. "Loe apain Inanti?"
"Siapa sih loe, *******?"
"Van, tenang! Baru rokok aja loe mabok."
"Loe apain Inanti, Vanessa?!"
"Gue bikin dia jatoh dari tangga nyampe dia pingsan. Mau apa loe?" Dia mengadah menatap Judi yang tidak dia kenal. "Mau ngadu loe ke polisi? Sana! Lagian loe siapanya? Selingkuhannya? Hahahaha."
Tangan Judi mengepal mendapati Vanesa yang terkekeh meremehkan. Tanpa banyak bicara, dia melangkah pergi dari sana. Judi menuju rumah sakit yang dekat dengan kampus.
🌹🌹🌹
Alan tidak bisa menghentikan kegelisahannya, dia bahkan tidak sadar dirinya terus saja melangkah di depan pintu dimana Inanti sedang melakukan operasi. Jatuhnya Inanti membuat banyak benturan, janin harus segera dikeluarkan. Hal yang paling menyakitkan bagi Alan, ketika dokter mengatakan bahwa kemungkinan Inanti dan anaknya hidup hanyalah 50%
"Ya Tuhan, tolong selamatkan mereka," pinta Alan yang memakai jaket abu-abu.
Dia tidak bisa berhenti berdoa, Alan baru bisa diam saat mendapati telpon. Itu dari ibunya.
"Mama?"
'Alan? Mama denger Inanti jatuh, tadi Mama ketemu sama Andria, bener?'
Mengingat kejadian itu membuat kening Alan terasa sakit.
'Alan?'
"Iya, Ma. Inan jatuh."
'Ya Allah, terus sekarang gimana?'
Alan diam, dia tidak tahu harus menjawab apa. Seolah tahu apa yang terjadi dengan putranya, Madelle menghela napas. 'Di rumah sakit mana?'
"Di Rumah Sakit Kasih Bunda, Ma."
'Mama ke sana sekarang sama Papa.'
"Bentar, Ma." Alan menelan ludahnya kasar. Sedikit ragu untuk mengatakan, "Beli pakaian bayi atau apa ya, tapi dua-dua. Yang satunya pink, yang satunya biru."
'Anak kamu…… kembar, Bang?'
"Iya, Ma."
'Yaudah, nanti Mama ke sana. Assalamualaikum.'
"Waalaikumsalam."
Dan manik Alan langsung terfokus pada dokter yang keluar dari ruang operasi. "Dokter?"
"Bisa kita bicara di ruangan saya, Pak?"
Dan telinga Alan sudah siap digunakan. Matanya menatap tajam saat dokter pria tua di depannya bicara. Semua penjelasan yang keluar dari mulutnya akhirnya membuat Alan sesak, saat kalimat terakhir keluar, "Maaf, Pa. Kami tidak bisa menyelamatkan ketiganya. bayi laki laki Bapak tidak bisa diselamatkan, tapi kabar baiknya bayi perempuan Bapak sehat tanpa kekurangan apapun."
"Dan….. istri saya?"
"Beliau belum sadarkan diri, tapi keadaannya baik-baik saja."
Alan membeku, apa yang harus dia katakan pada Inanti nanti?
🌹🌹🌹
tbc..