cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya karangan dari Author, apabila ada.kesamaan nama.dan tempat Author minta maaf. Alkisah ada seorang pemuda bernama naga lahir dari seorang ayah bernama Robert dan Ibu bernama Julia, Robert sendiri adalah seorang pengusaha suskses yang mempunyai berbagai bisnis yang berada di beberapa negara, baik Asia maupun Eropa. Dengan status sebagai anak orang kaya dan sekaligus pewaris tunggal Naga adalah anak yang sombong dan angkuh, jika Ia menginginkan sesuatu maka sesuatu itu harus bisa menjadi miliknya apapun cara nya. namun lama kelamaan kesombongan dan keangkuhan Naga mulai luntur karena satu sosok wanita yang mempunyai paras yang cantik bernama Jelita.Jelita sendiri adalah anak sulung dari 2 bersaudara pasangan dari seorang petani bernama pak Karyo dan bu ambar namun karena tekad dan keinginannya untuk membanggakan keluarga ini lah yang membuat Naga jatuh cinta kepada Jelita dan perlahan-lahan berubah menjadi orang yang jauh lebih baik lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aira Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAYANGAN KETAKUTAN YANG MENGINTAI
Jelita menatap amplop putih di tangannya. Kata "MENYERAH" tercetak tebal dengan huruf kapital, seolah berteriak kepadanya. Jantungnya berdebar tidak karuan, setiap detaknya terasa berat dan menyakitkan. Ia merasa seperti ada es yang merambat di tulang belakangnya, membuatnya menggigil ketakutan. Rasa takut dan bingung bercampur aduk menjadi satu, menciptakan pusaran emosi yang menyesakkan dadanya.
Dengan gerakan cepat dan naluriah, Jelita menyembunyikan amplop itu di saku roknya sebelum Bu Ambar sempat melihatnya. Ia tidak ingin membebani ibunya dengan masalah ini. Ia tahu ibunya sudah cukup lelah bekerja keras setiap hari untuk menghidupi mereka. Ia ingin melindungi ibunya dari rasa khawatir dan takut yang kini menghantuinya. Ia ingin menyelesaikan masalah ini sendiri, setidaknya untuk saat ini, sampai ia tahu apa yang harus dilakukan.
Sepanjang sisa hari itu, pikiran Jelita dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab. Siapa yang mengirim amplop itu? Apa maksud dari pesan singkat namun menakutkan itu? Apakah ini hanya ancaman kosong dari seseorang yang iri dengan keberhasilannya, atau ada sesuatu yang lebih buruk yang akan terjadi? Apakah ini terkait dengan beasiswanya, atau ada alasan lain yang lebih dalam dan tersembunyi?
Jelita mencoba mengingat-ingat apakah ada orang yang pernah menyakitinya atau keluarganya di masa lalu. Apakah ini berkaitan dengan dendam lama seperti yang diisyaratkan dalam bagian "Kepada Pembaca"? Mungkinkah ada seseorang yang menyimpan dendam terhadap keluarganya dan kini ingin membalasnya melalui dirinya? Atau apakah ini hanya ulah Naga Adiwangsa, si anak orang kaya yang sombong dan angkuh, yang ingin menghancurkan hidupnya karena merasa tersaingi?
Di dalam kelas, Jelita sama sekali tidak bisa memusatkan perhatian pada pelajaran. Kata "MENYERAH" terus berputar-putar di benaknya, mengganggu konsentrasinya. Ia terus melirik ke arah Naga, yang duduk di bangkunya dengan seringai licik yang tersembunyi di balik wajahnya yang tampan. Apakah dia yang mengirim amplop itu? Mungkinkah dia sekejam dan setega itu? Mungkinkah dia mampu melakukan hal-hal yang lebih buruk daripada sekadar mengirim pesan ancaman?
Saat jam istirahat tiba, dengan langkah gontai, Jelita pergi ke dekat taman sekolah untuk membantu ibunya berjualan nasi uduk. Namun, kali ini, ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Ia terus melihat ke sekeliling, merasa seperti ada yang mengawasinya. Setiap suara langkah kaki, setiap tatapan yang mengarah padanya, membuatnya merasa was-was dan tidak nyaman. Ia merasa seperti sedang menjadi target, seperti ada bayangan gelap yang mengintai di sekitarnya.
Bu Ambar, yang selalu peka terhadap perubahan suasana hati putrinya, segera menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Ia melihat tatapan kosong di mata Jelita, gerakan gelisahnya, dan keringat dingin yang membasahi dahinya. Ia juga merasakan aura ketakutan yang terpancar dari tubuh putrinya.
"Jelita, kamu kenapa, Nak? Kamu sakit?" tanya Bu Ambar dengan nada khawatir, sambil mengusap lembut rambut putrinya.
Jelita menggelengkan kepalanya, berusaha menyembunyikan kebenaran. "Nggak apa-apa, Bu. Cuma... cuma lagi banyak pikiran aja," jawab Jelita berbohong, suaranya terdengar bergetar.
Namun, Bu Ambar tidak percaya begitu saja. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya. Ia memutuskan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, meskipun Jelita berusaha menyembunyikannya. Insting seorang ibu mengatakan padanya bahwa ada bahaya yang mengintai putrinya, dan ia harus bertindak cepat untuk melindunginya.
Saat Jelita sedang melayani pembeli, Bu Ambar diam-diam memeriksa tas sekolah Jelita. Dengan hati-hati, ia membuka tas itu dan mencari petunjuk apa pun yang bisa menjelaskan mengapa putrinya begitu ketakutan. Ia tahu bahwa ini adalah tindakan yang melanggar privasi, tetapi ia merasa tidak punya pilihan lain. Ia harus tahu apa yang sedang terjadi pada putrinya.
Di bagian paling bawah tas itu, di antara buku-buku pelajaran dan alat tulis, Bu Ambar menemukan sebuah amplop putih. Jantungnya berdebar kencang saat melihat kata "MENYERAH" tercetak di atasnya. Ia merasa seperti ada pukulan keras yang menghantam dadanya.
Bu Ambar merasa darahnya mendidih. Ia tahu bahwa ini adalah ancaman. Seseorang ingin menyakiti putrinya, dan ia tidak akan membiarkannya. Ia akan melakukan apa saja untuk melindungi Jelita, bahkan jika itu berarti menghadapi bahaya sendirian.
Dengan amarah yang membara, Bu Ambar menghampiri Jelita dan menunjukkan amplop itu. Matanya berkilat marah, tetapi juga terpancar rasa khawatir yang mendalam.
"Siapa yang memberikan ini padamu, Jelita? Siapa yang berani mengancammu?" tanya Bu Ambar dengan suara bergetar, berusaha menahan emosinya.
Jelita terkejut melihat ibunya memegang amplop itu. Ia tahu bahwa ia tidak bisa lagi menyembunyikan kebenaran. Ia harus menceritakan semuanya kepada ibunya, meskipun ia takut ibunya akan semakin khawatir.
Dengan air mata berlinang, Jelita menceritakan semua yang terjadi. Ia menceritakan tentang bisikan-bisikan yang menyakitkan, tatapan aneh yang menusuk, sikap teman-temannya yang berubah, dan fitnah keji yang disebarkan oleh Naga. Ia juga menceritakan tentang perasaannya yang campur aduk, antara takut, marah, dan bingung.
Bu Ambar mendengarkan cerita putrinya dengan penuh perhatian, hatinya hancur mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Jelita. Ia merasa seperti gagal menjadi seorang ibu karena tidak menyadari penderitaan yang dialami putrinya. Ia tidak menyangka bahwa Naga, anak dari keluarga yang berpengaruh, bisa berbuat sekejam itu.
Setelah Jelita selesai bercerita, Bu Ambar memeluk putrinya erat-erat, menyalurkan kekuatan dan dukungan melalui pelukannya. Ia ingin putrinya tahu bahwa ia tidak sendirian, bahwa ia selalu ada di sisinya, apa pun yang terjadi.
"Kamu nggak perlu takut, Nak. Ibu akan melindungimu. Kita akan menghadapi ini bersama-sama," kata Bu Ambar dengan nada tegas, berusaha meyakinkan putrinya dan dirinya sendiri.
Namun, di balik kata-kata yang menenangkan itu, Bu Ambar merasa sangat khawatir. Ia tahu bahwa Naga adalah orang yang berbahaya, dan ia memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukannya selanjutnya, dan ia takut ia tidak akan mampu melindungi Jelita dari bahaya yang mengintai.
Meskipun begitu, Bu Ambar bertekad untuk melakukan apa saja untuk melindungi putrinya. Ia akan mencari cara untuk menghentikan Naga dan mengungkap kejahatannya. Ia tidak akan membiarkan Naga menghancurkan hidup Jelita.
Saat mereka berpelukan, Jelita merasa sedikit lebih tenang. Ia tahu bahwa ibunya akan selalu melindunginya, dan itu memberinya kekuatan untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti. Ia juga tahu bahwa ia tidak bisa menyerah. Ia harus melawan rasa takutnya dan menghadapi Naga, meskipun itu berarti mempertaruhkan segalanya.
Malam itu, Jelita tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya terus dipenuhi dengan bayangan Naga dan kata "MENYERAH". Ia merasa seperti sedang berada di dalam labirin yang gelap dan menakutkan, tanpa tahu jalan keluar.
Namun, di tengah kegelapan itu, ada secercah harapan yang bersinar. Ia tahu bahwa ia memiliki ibunya, dan bersama-sama mereka akan menemukan jalan keluar dari labirin ini. Ia juga tahu bahwa ia memiliki teman-teman yang peduli padanya, meskipun mereka mungkin sedang menjauhinya saat ini. Ia percaya bahwa pada akhirnya, kebenaran akan terungkap dan keadilan akan ditegakkan.
Jelita berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menyerah. Ia akan terus berjuang untuk mimpinya, untuk keluarganya, dan untuk dirinya sendiri. Ia akan membuktikan kepada Naga bahwa ia tidak bisa dihancurkan.