Karya ini murni karangan author sendiri ya guys 😘 maaf bila ada kesamaan nama tokoh, atau banyak typo 🙏
Karya ini lanjutan dari novel "Ku Penuhi Janjiku"
Kisah percintaan Bara dan Gala yang cukup rumit, rasa enggan mengenal yang namanya 'CINTA' membuat Bara memutuskan untuk menyendiri dan fokus bekerja.
akankah Bara menemukan cinta yang bisa menggetarkan hatinya?
Apakah Gala dapat menemukan kembali belahan jiwanya yang mampu menyembuhkan lukanya?
Yuk, simak terus ceritanya sampai habis ya😘
HAPPY READING 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan Alea
Gala mulai mengerjapkan matanya, saat ia berhasil membuka kedua matanya dengan lebar, Gala merasakan nyeri di tubuhnya. Ia berusaha bangkit dari tidurnya, merubah posisinya menjadi duduk.
Klekk..
Hamzah masuk ke dalam kamar Gala, dia menenteng paperbag kecil berlogo apel dan menyimpannya di atas nakas. Gala melirik sekilas paper bag tersebut, kemudian ia menatap Hamzah.
"Loe beneran beli hp baru buat gue?" Tanya Gala.
"Sesuai perintah majikan gue, lagian lu jadi orang batu banget di bilangin. Loe gak pernah apa liat kasih sayang yang kembaran loe kasih? Dia bakal ngerasain sakit yang sama kayak yang loe rasain, sedangkan loe? Loe lebih milih berlarut-larut dalam kesedihan, loe terus mikirin wanita yang belum tentu mikirin perasaan loe." Jawab Hamzah panjang lebar.
Setelah berbicara dengan begitu panjangnya, Hamzah kembali keluar dan menutup pintu kamar Gala. Sementara Gala, dia meringis merasakan nyeri di bagian sudut bibirnya, tetapi ia merasakan ada sesuatu yang menempel di kening dan juga pipinya. Sebuah plester sudah terpasang disana, entah siapa yang sudah memasangkannya, Gala sangat berterimakasih.
*
*
Malam Hari.
Bara duduk di depan halaman rumah Hamzah, posisinya rumah Hamzah memiliki halaman yang luas dan hamparan rumput hijau di sertai pepohonan yang tinggi menjulang. Bara duduk di sebuah bangku di bawah pohon mangga, ia menikmati hembusan angin malam yang berhembus menerpa kulit putihnya. Seorang gadis cantik yang tak lain adalah Alea, berjalan menghampiri Bara sesuai permintaan Bara yang di setujui olehnya untuk menemani Bara malam ini.
"Udah lama kak?" Tanya Alea.
"Enggak kok, baru aja." Jawab Bara tersenyum. Bara menggeserkan tubuhnya ke samping, ia menepuk
tempat di sebelahnya mempersilahkan Alea duduk.
Hening.
Keduanya menatap langit yang menggelap, tetapi tak ada bintang yang muncul karena tertutup awan gelap nan mendung. Bahkan, mungkin hujan akan turun malam ini. Alea menoleh, dia menatap wajah Bara yang terlihat sendu, bahkan ada raut wajah kekecewaan disana.
"Kalo kakak mau cerita, Al siap jadi pendengar." Ucap Alea memecah keheningan.
Bara menundukkan wajahnya, sedetik kemudian ia menyunggingkan senyumnya menatap kearah Alea. Wajah polos Alea membuat hatinya begitu tentram dan nyaman, jantungnya berdegup dengan kencang untuk ke sekian kalinya setiap berdekatan dengan Alea. Bara berusaha menetralkan wajahnya aga Alea tidak curiga.
"Aku hanya sedang bingung saja, aku sudah menyakiti adikku menggunakan tanganku sendiri." Ucap Bara.
"Kalian bertengkar?" Tanya Alea sambil memiringkan wajahnya menatap Bara.
Bara menganggukkan kepalanya pelan. "Seumur hidupku, aku tidak pernah baku hantam dengan Gala. Tetapi, hari ini aku sudah melukainya sampai membuat wajahnya terluka. Sampai aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa aku salah dengan menjauhkan Gala dari hal yang membuatnya sakit? Dari kecil, Gala adalah tipikal pria yang periang, pecicilan dan juga berhati lembut. Sejak ia mengenal yang namanya cinta membuatnya berubah, cinta pertamanya mengkhianati dirinya dan lebih memilih menikah dengan pria lain sampai sekarang dia sedang hamil besar." Jelas Bara.
"Aku sangat membenci pengkhianatan. Kalian itu saudara kembar, jika ada yang terluka salah satu diantara kalian akan merasakan hal yang sama. Menurutku, kak Bara sudah melakukan hal yang benar." Ucap Alea.
Keduanya berbincang-bincang saling berbagi cerita, sampai tak terasa malam pun semakin larut. Dari kejauhan, Hamzah memanggil keduanya untuk masuk ke dalam rumah karena petir sudah mulai terdengar.
JEDEEERRR..
Tubuh Alea tersentak kala mendengar suara petir, Bara memegang bahu Alea yang terlihat seperti ketakutan. Sebuah bayangan masa lalu melintas di benak Alea, tubuhnya bergetar di iringi isakan kecil dari mulutnya.
"Hei, cantik. Kenapa? Apa kau takut mendengar suara petir?" Tanya Bara cemas.
Hamzah berlari menghampiri keduanya, dia langsung memeluk tubuh Alea dan membawanya masuk ke dalam rumah. Bara terdiam melihat tingkah aneh Alea dan juga Hamzah.
"Ada apa dengan Alea? Kenapa dia ketakutan?" Gumam Bara.
Bara segera menyusul sebelum hujan turun. Di dalam rumah, terlihat Hamzah yang terus mendekap tubuh Alea. Gala mengernyitkan dahinya bingung, tak lama kemudian Bara datang dengan nafas terengah karena berlari.
"Kenapa Alea, bro? Tadi dia baik-baik aja gak ketakutan kayak gini?"Tanya Bara.
"Enggak papa kok, dia takut dengan petir." Jawab Hamzah.
Hamzah menyingkirkan tangan Alea yang di gunakan untuk menutupi telinganya, dilihatnya sang adik sudah terlelap. Hamzah menggendong tubuh Alea menuju kamarnya, ia merebahkan tubuh Alea diatas kasur dan tak lupa menyelimutinya.
Cup..
Hamzah mengecup kening adiknya dengan lembut, ada rasa tak tega jika harus meninggalkan Alea kembali. Tetapi, demi melanjutkan masa depan dirinya dan juga adiknya membuat Hamzah harus mengambil resiko. Selama ayahnya menikah lagi, tak pernah sekalipun Hamzah menerina uang dari Abian. Dia tidak sudi menerima uang dari seorang pembunuh, bahkan ia rela harus banting tulang kesana kemari bekerja demi membiayai sekolahnya dan juga adiknya.
Bara melihat Hamzah keluar pun segera menghampirinya, tak bisa di pungkiri kalau dirinya mencemaskan kondisi Alea.
"Zah, apa yang sebenernya terjadi? Alea baik-baik aja kan? Gue khawatir sama dia, Zah." Todong Bara.
"Makasih loe udah khawatir sama adek gue, dia sebenernya gapapa kok. Cuman, ada masa yang pernah kita berdua lewatin dimana dulu gue satu rumah sama istri baru bokap, kita berusaha menerima kehadiran orang baru yang saat itu kita belum tahu yang sebenarnya. Saat itu gue sekolah lagi ujian, bokap juga lagi kerja. Hanya ada Alea dan juga nenek sihir itu di rumah, dia gak suka sama kehadiran kita berdua, Alea yang saat itu masih kecil ngerengek pengen beli mainan dan nenek sihir itu ngelarang sampe bentak adek, gak lama adek di kurung di gudang dan posisinya saat itu hujan gede dan petir. pas gue balik dari sekolah nyari adek ke semua sudut rumah, emak tiri gue lagi keluar. Samar-samar gue denger tangisan dari arah gudang, pas gue dobrak ternyata adek gue lagi duduk sambil nutup telinganya ketakutan. Loe bayangin aja, gudang kotor dan pengap dengan kondisi perut lapar adek gue di kurung di situ. Sejak kejadian itu gue lebih milih bawa adek gue, bokap nyari kita dan gue cekcok sampe akhirnya gue bisa hidup berdua tanpa ada yang berani nyakitin lagi Alea." Jelas Hamzah.
Separah itukah sikap ayah kandung Hamzah? Bara sampai melongo mendengar penuturan temannya itu, membayangkannya saja membuat dada Bara berdenyut nyeri. Di balik wajah polos Alea dan wajah tegar Hamzah, ternyata terselip beberapa cerita yang cukup menyakitkan, terlebih lagi rasa sakitnya berasal dari orang yang seharusnya menjadi tameng di kehidupan keduanya.