Aisha Naziya Almahyra telah menjalin hubungan selama tiga tahun dengan kekasihnya yang bernama Ikhbar Shaqr Akhdan. Hubungan mereka sudah sangat jauh.
Hingga suatu hari kedua orang tua mereka mengetahuinya, dan memisahkan mereka dengan memasukan keduanya ke pesantren.
Tiga tahun kemudian, Aisha yang ingin mengikuti pengajian terkejut saat mengetahui yang menjadi ustadnya adalah Ikhbar. Hatinya senang karena dipertemukan lagi dalam keadaan telah hijrah.
Namun, kenyataan pahit harus Aisha terima saat usai pengajian seorang wanita dengan bayi berusia satu tahun menghampiri Ikhbar dan memanggil Abi.
Aisha akhirnya kembali ke rumah, tanpa sempat bertemu Ikhbar. Hingga suatu hari dia dijodohkan dengan seorang anak ustad yang bernama Ghibran Naufal Rizal. Apakah Aisha akan menerima perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Masa lalu
Ghibran dan Aisha duduk di atas tempat tidur dengan bersandar kepala ranjang. Jika bagi orang-orang malam pertama setelah menikah itu akan diisi dengan hal romantis, berbeda dengan mereka. Ghibran hanya ingin menghibur sang istri, malam pertama itu bisa dilakukan kapan pun.
"Aisha, aku saat ini telah resmi menjadi suami kamu. Apa pun itu masalah kamu, akan menjadi masalahku juga."
Ghibran menjeda ucapannya. Memandangi wajah sang istri dengan tersenyum. Dia makin terkesima melihat wajah cantik sang istri ketika membuka hijabnya. Beruntung dia menjadi satu-satunya pria yang bisa melihatnya.
"Apa aku boleh tahu, ada hubungan apa kamu dengan Ikhbar dan Annisa?" tanya Ghibran dengan suara lembut. Dia berucap dengan hati-hati, takut sang istri tersinggung.
Aisha terdiam. Saat ini dia telah menikah dan Ghibran juga pernah mengatakan jika dia telah mengetahui masa lalu dirinya. Jadi tidak ada salahnya jika dia mengatakan semuanya.
"Mas, Ikhbar itu adalah masa laluku. Dia yang pernah mengambil kesucianku," jawab Aisha pelan. Dia malu jika mengingat masa lalunya dengan pria itu.
Dulu dia tidak pernah berpikir akibat dari perbuatan mereka. Karena rasa cinta yang berlebihan, dia merendahkan harga diri. Menyerahkan kehormatannya. Dia dengan gampangnya melakukan maksiat.
Ghibran yang mendengar jawaban dari sang istri menjadi sangat terkejut. Walau dia tahu masa lalu Aisha, tapi dia tidak menyangka jika yang menjadi pria masa lalu istrinya adalah adik iparnya sendiri.
'Masa lalu sering menjadi pemenang', Ghibran pernah dengar kata-kata itu. Dia menjadi takut jika itu terjadi. Namun, dia tidak akan mengatakan ketakutannya akan hal itu pada Aisha. Dia akan membuktikan jika tidak selamanya masa lalu itu pemenangnya.
"Maaf, Mas. Dari awal aku sudah katakan, jika aku wanita kotor. Jika Mas menyesal menikah denganku, kita bisa pisah sebelum melangkah lebih jauh," ucap Aisha dengan suara gemetar menahan tangis.
Ghibran menarik pelan kepala Aisha. Menyandarkan di bahu kirinya. Dia mengecup puncak kepala sang istri dengan lembutnya.
"Jangan pernah katakan pisah. Itu tidak baik, Aisha. Aku sudah pernah katakan, jika aku menerima kamu apa adanya. Tidak ada yang perlu kamu simpan lagi. Jika aku diam, bukan berarti aku tidak menerimanya, aku hanya tidak menyangka jika pria itu Ikhbar," jawab Ghibran.
Kali ini Aisha yang terkejut. Jadi Ghibran mengenal Ikhbar. Wanita itu mengira kedatangan mereka hanya untuk mengucapkan dukacita.
"Mas mengenal Ikhbar?" tanya Aisha terkejut.
"Dia adik iparku. Annisa itu anaknya tanteku. Sepupu denganku, Aisha," jawab Ghibran.
Aisha menarik napas dalam. Cobaan apa lagi ini. Baru saja dia merasakan kebahagiaan dinikahi pria sebaik Ghibran dan harus dihempaskan dengan kenyataannya jika pria itu adalah saudara ipar suaminya. Bagaimana dia akan menghadapi ini nantinya.
"Aisha, kamu jangan pikirkan itu. Aku yakin Ikhbar tidak akan pernah mengatakan semua itu. Sekarang lebih baik kita tidur," ajak Ghibran.
Ghibran memeluk pinggang Aisha agar lebih merapat dengannya. Wanita itu merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat. Lebih dari tiga tahun dia tidak pernah sedekat ini dengan pria mana pun.
"Mas, kamu tak minta hak kamu sebagai suami?" tanya Aisha pelan. Sebenarnya dia malu untuk bertanya, tapi dipengajian yang dia ikuti, akan lebih baik jika sang istri yang bertanya dan meminta terlebih dahulu.
"Siapa saja seorang istri yang masuk bersama suaminya dalam satu selimut dan memulai duluan mer*ngs*ng suaminya, maka: Alloh akan mengampuni untukmu dari dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. Allah akan mencatat untuknya pahala seorang yang memerdekakan seratus budak." Itu yang pernah Aisha dengar dari pengajian.
"Sayang, jika ditanya, apakah aku ingin hakku, tentu saja. Tapi aku bukan lelaki egois. Aku tahu saat ini kamu sedang berduka. Itu bisa aku minta kapan pun. Sekarang kita tidur saja. Kamu pasti telah capek," ucap Ghibran.
Dia membawa kepala Aisha ke dalam dekapan dadanya. Mengecup dengan penuh kelembutan. Setengah jam keduanya terlelap. Tengah malam Ghibran bangun. Melihat istrinya yang tidur pulas, dia tidak tega untuk membangunkan. Pria itu melakukan solat tengah malam seorang diri.
"Ya Allah. Aku menerima istriku dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Untuk itu tetapkan hatiku. Jangan goyah hanya karena aku mengetahui pria masa lalunya. Aku ingin hidup bersama hingga kami menua. Jangan buat aku jadi curiga dan meragukan cinta istriku. Buatlah hati kami selalu menyatu dan saling mencintai."
**
Pagi hari setelah solat subuh di mesjid, Ghibran dan Aisha pergi ke pemakaman ibunya. Aisha bersimpuh di samping kuburan yang masih basah itu.
"Ibu, aku datang lagi. Sekarang aku telah memiliki seorang suami yang menerima aku apa adanya. Seorang pria baik yang Allah kirimkan untuk menjagaku. Ibu yang tenang ya di sana. Nantikan aku di surga," gumam Aisha dalam hatinya.
"Tuhan, sampaikan pada ibuku jika aku baik-baik saja di sini. Aku tidak bilang aku sehat, tapi aku anak yang kuat. Katakan pada ibuku, aku sedang berjuang di sini. Masih bisakah aku menerima doa darinya. Aku sangat membutuhkan itu, katakan juga padanya aku tidak menyesali hidupku. Takdir yang sedang aku jalani. Perpisahan kita yang begitu cepat adalah yang terbaik dari Nya. Aku juga tidak sanggup membiarkan sakit yang terlalu lama. Walaupun awalnya aku sulit menerima kepergian ibu, tapi sekarang aku ikhlas. Aku baik-baik saja di sini. Cinta yang tidak pernah pudar dan rindu yang selalu ada," ucap Aisha selanjutnya.
Ghibran juga ikut berlutut di samping kuburan ibunya Aisha. Dia membacakan doa untuk sang mertua. Setelah itu baru bicara.
"Ibu, aku akan menjaga putrimu. Doakan aku dan putrimu bisa mengarungi kehidupan ini. Semoga apa pun cobaan yang akan menimpa rumah tangga kami nantinya bisa kami hadapi berdua. Semoga aku dan Aisha bisa bersama hingga kami menua dan hanya maut yang memisahkan," ucap Ghibran dalam hatinya.
Ghibran dan Aisha meninggalkan kuburan setelah berdoa. Dalam perjalanan ponselnya berdering. Dia melihat ada pesan masuk dari sepupunya Annisa yang mengajak bertemu.
...----------------...