Menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia adalah idaman semua pasangan suami istri. Hal itu juga yang sangat diimpikan oleh Syarifa Hanna.
Menikah dengan pria yang juga mencintainya, Wildan Gustian. Awalnya, pernikahan keduanya berjalan sangat harmonis.
Namun, suatu hari tiba-tiba saja dia mendapat kabar bahwa sang suami yang telah mendampinginya selama dua tahun, kini menikah dengan wanita lain.
Semua harapan dan mimpi indah yang ingin dia rajut, hancur saat itu juga. Mampukah, Hanna menjalani kehidupan barunya dengan berbagi suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Velza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Kebohongan Novita
Novita tampak gusar di kamarnya, dia ragu untuk mengatakan yang sebenarnya pada Wildan. Yang dia takutkan hanyalah, ketika Wildan mengetahui ada masalah dengan rahimnya, justru membuat pria yang bergelar suaminya itu semakin memantabkan tekad untuk kembali pada Hanna.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Novita sambil memandangi hasil pemeriksaan tadi.
Suara pintu terbuka membuat Novita langsung menyembunyikan hasil pemeriksaan tadi di bawah bantal. Ternyata Wildan yang baru selesai mandi dan hendak mengambil baju ganti.
"M-Mas, mau makan malam pakai apa nanti?"
"Terserah kamu. Yang penting ada makanan untuk dimakan," jawab Wildan seraya mengenakan kaos.
Novita hendak mengatakan sesuatu, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Namun, tanpa diduga justru Wildan yang memulai pembicaraan.
"Nov, sudah hampir 4 bulan kita menikah. Apa kamu belum ada tanda-tanda hamil?"
Jantung Novita rasanya berhenti berdetak, wajahnya nampak pucat pasi dan tangan yang saling bertautan karena gusar.
"Em, i-itu, Mas." Novita tak bisa melanjutkan ucapannya, sedangkan Wildan mengerutkan keningnya melihat gelagat aneh sang istri.
"Kamu kenapa gugup gitu?"
"Hah? E-enggak, kok. Itu tadi aku ke rumah sakit buat periksa ke dokter kandungan, dokter bilang nggak ada masalah dengan rahimku. Tadi juga dikasih obat penyubur kandungan buat diminum setiap hari."
Novita terpaksa berbohong karena belum siap menerima kenyataan dengan reaksi sang suami nantinya.
"Aku harap nggak akan lama, Nov. Aku ingin kamu secepatnya hamil sebelum pernikahan kita memasuki usia 1 tahun. Siapa tahu dengan kehamilanmu nanti, mama dan papa mau menerima kita kembali ke rumah karena kita bisa memberikan mereka penerus keluarga," ungkap Wildan.
Novita hanya menelan ludah dengan susah payah, dia tak tahu harus berbuat apa.
"Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kalau Mas Wildan akan menagih ucapannya nanti?" batin Novita.
"Satu lagi, Nov. Kalau dalam waktu itu kamu benar-benar tak kunjung hamil, aku akan memutuskan rujuk dengan Hanna. Karena hanya dengan cara itu, aku bisa kembali mendapatkan fasilitasku," sambung Wildan.
"T-tapi, Mas. Kamu nggak bisa gitu, dong. Apa kamu nggak mikirin perasaanku kalau sampai kamu rujuk dengan Mbak Hanna?"
"Keputusanku sudah bulat, Nov, dan aku tidak menerima penolakan. Kalau memang kamu keberatan, lebih baik kamu mundur saja," ucap Wildan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
"Kamu keterlaluan, Mas. Bisa-bisanya kamu berpikiran akan kembali rujuk dengan Mbak Hanna saat aku tak kunjung hamil. Harusnya kamu dukung aku biar secepatnya hamil, bukan malah menghancurkan harapan kita begitu saja," sentak Novita.
"Terserah kamu mau anggap apa, keputusanku tetaplah sama," tegas Wildan lalu pergi meninggalkan Novita yang tergugu di kamar.
"Sampai kapan pun aku nggak akan rela kamu kembali pada Mbak Hanna, Mas. Apa pun akan aku lakukan untuk menggagalkan rencanamu itu," gumam Novita dengan napas yang memburu.
**
Di lain tempat, Hanna masih memikirkan tentang kiriman buket dan juga makanan tadi. Dia sangat penasaran dengan orang yang mengiriminya paket. Dia menduga orang itu pasti sudah mengenalnya dengan baik sebab makanan yang dia terima adalah makanan kesukaannya.
"Astaga, aku bisa gila karena penasaran,"gumam Hanna.
Dia mengambil buket bunga tadi dan kembali melihatnya dengan teliti berharap menemukan petunjuk, tetapi nihil. Dia tak menemukan apa pun yang bisa menjawab rasa penasarannya.
Bosan dengan rasa penasarannya yang kian membuncah, Hanna memutuskan ke dapur untuk membuat makan malam dan segelas susu hangat. Membuka lemari pendingin, mengambil dua buah sosis dan sebutir telur, Hanna ingin membuat nasi goreng untuk makan malam karena kebetulan cuaca malam ini agak dingin.
Setelah sepuluh menit berkutat di dapur, Hanna langsung menikmati hasil masakannya sambil menonton drama kesukaannya. Meski dia hanya seorang diri, tetapi tak ada rasa kesepian yang dia rasakan.
Hanna benar-benar sudah bangkit dari kehidupan lamanya, dia kini begitu menikmati kehidupannya yang sekarang. Hidup seorang diri tanpa ada lagi masalah yang membebani hati. Ada kalanya dia menginginkan kehadiran seorang anak yang bisa menjadi pelipur lara.
"Mungkin memang inilah jawaban dari Tuhan, kenapa sampai dua tahun aku tak kunjung hamil. Tuhan ingin menunjukkan jika sosok pendamping hidupku bukanlah yang terbaik," batin Hanna, sambil menatap layar televisi yang memerlihatkan sepasang orang tua yang hidup bahagia setelah kehadiran seorang buah hati di keluarga kecil mereka.