Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17 Kepindahan
"Selamat pagi Nenek," sapa Rania sambil memeluknya dari belakang.
Ima menyapanya balik lalu menarik tangannya untuk berdiri di sebelahnya. Ia sedang membantu mbok Minah menyiapkan sarapan, tadi juga sempat sapu-sapu padahal sudah dilarang. Namanya juga tidak enakan.
"Kamu kelihatan berseri-seri pagi ini," ucap Neneknya.
"Masa? Aku setiap hari juga begini ah."
Ima lalu baru menyadari sesuatu, "Rajin banget pagi-pagi sudah keramas, hm Nenek jadi curiga."
"Ih Nenek apaan sih?"
Melihat cucunya yang malu-malu seperti itu, membuat Ima tertawa kecil karena yakin jika dugaannya benar. Ya tidak salah juga, toh mereka sudah menikah dan melakukan hubungan badan itu malah akan menjadi pahala.
"Usia kandungan kamu kan masih kecil, jadi jangan terlalu sering ya."
"Enggak kok," bantah Rania pelan.
"Tapi Candra juga pasti gak akan biarin kamu sampai kelelahan, dia pasti akan menjaga bayinya juga."
Kalau di ingat semalam memang Canda sangat hati-hati, bahkan terus bertanya apakah perutnya sakit atau tidak. Memang perhatian sekali pria itu. Mereka pun hanya satu ronde saja, karena Rania sudah kelelahan. Maklum saja ini pertama kali mereka melakukannya dengan sama-sama mau.
"Terus suami kamu itu masih tidur?" tanya Neneknya.
"Dia lagi mandi tadi, paling sebentar lagi juga kesini."
"Ya sudah, masakannya juga sudah jadi."
"Aku bantu pindahin."
Benar saja tidak lama Candra datang, pria itu pun ikut keramas, membuat Rania semakin digoda Neneknya saja. Sebenarnya malu, tapi bukankah ini hal wajar? Kenapa juga sih harus bertepatan dengan saat Neneknya menginap?
"Nenek mau pulang jam berapa?" tanya Candra.
"Sepertinya selesai sarapan aja."
"Kenapa buru-buru sekali? Kan bisa temani Rania dulu di sini, dia juga selalu di Villa."
"Nenek mau bantu masak, ada tetangga yang anaknya beberapa hari lagi mau menikah."
"Oh gitu ya. Ya sudah, nanti biar aku anterin pulang ya."
"Apa nak Candra juga mau sekalian berangkat kerja?"
"Iya, hari ini terakhir saya cek ke sana karena besok kan sudah ke Jakarta."
Nenek Ima lalu menatap Rania, "Nenek gak perlu cemas Rania pergi jauh karena dia sama kamu. Nenek yakin, hidup Rania akan lebih baik. Nenek percayakan semuanya pada kamu ya nak Candra?"
Candra mengangguk pelan dengan ekspresi wajah sulit di artikan nya. Terlihat sorot matanya tiba-tiba menjadi sendu, sampai menghentikan makannya seperti sedang memikirkan sesuatu yang rumit. Rania yang duduk di sebelahnya jadi bingung.
"Rania, Nenek pulang dulu ya," pamit Neneknya.
"Iya, sampai ketemu lagi Nek."
"Besok kayanya Nenek gak bisa anterin kamu, jadi perpisahannya hari ini saja." Neneknya pun memeluknya, "Kamu baik-baik ya di sana, menurut sama suami biar bisa hidup bahagia."
"Iya Nek, Nenek juga jaga diri baik-baik ya di sini. Jangan terlalu capek dan kelelahan, makan juga jangan tinggalkan."
"Iya Rania, kamu juga."
Rania melambaikan tangan ke mobil yang membawa Candra dan Neneknya itu pergi. Ia pun masuk ke kamar untuk berkemas, jangan sampai ada barang yang tertinggal, karena tidak tahu kapan akan ke desa ini lagi. Tetapi Rania berharap Candra sering kesini, agar Ia pun bisa sekalian menjenguk Neneknya.
Waktu berjalan dengan cepat, besok pun tiba. Di pukul empat pagi nya mereka sudah bangun, rencananya akan berangkat pagi-pagi agar tidak terlalu macet. Rania dan Candra sempat pamitan pada penjaga Villa dan pembantunya, menitipkan juga bangunan itu kepada mereka.
"Kamu nangis?" tanya Candra yang sedang menyetir.
"Sedikit, aku cuma sedih bakalan pisah jauh sama Nenek," jawab Rania.
"Kalian kan bisa teleponan."
"Iya sih, tapi tetap saja saling berjauhan."
Sebelah tangan Candra terulur mengusap kepala Rania, "Sudah jangan sedih, nanti juga pasti ketemu lagi. Siap-siap ya, kamu akan menjalani hari baru di Jakarta."
"Iya Mas, apa perjalanannya masih jauh?"
"Sangat jauh, sekitar dua jam lagi, itu pun kalau tidak macet. Kamu kalau ngantuk tidur aja gak papa."
"Terus kamu?"
"Aku gak boleh tidur dong, kan lagi nyetir."
"Kalau gitu aku tidur bentar aja ya."
"Iya."
Entah berapa lama Rania tidur, tapi baru bangun saat Ia memasuki sebuah gerbang tinggi. Tidak jauh di depannya lalu terlihat rumah mewah bertingkat, dengan halamannya yang luas. Rania langsung terjaga sambil memperhatikan sekitar.
"Bangunnya tepat waktu ya," ucap Candra sambil mematikan mesin mobilnya.
"Mas ini dimana?"
"Kita sudah sampai, yuk turun."
Saat Rania turun dari mobil, pandangannya semakin jelas melihat sekitar yang sangat indah. Apakah ini rumah Candra? Besar sekali, seperti bukan rumah. Bibir Rania bahkan sampai terbuka kecil sanking kagumnya.
"Mas ini rumah kamu?" tanya Rania.
"Iya, gimana?"
"Ya ampun bagus banget, rumahnya kaya kerajaan-kerajaan gitu."
Astaga istrinya itu sangat polos, membuat Candra terkekeh kecil merasa gemas. Ia pun membawa sebelah tangannya menariknya untuk masuk. Saat pintu utama terbuka, kedua mata Rania semakin berbinar melihat dekorasi dalam yang tidak kalah mewah.
"Mas, kaki aku sampai gemetar," ucap Rania.
Candra menundukan kepala untuk melihat, "Astaga Rania, kamu kenapa?"
"Aku.. Aku cuma gak nyangka aja akan tinggal di rumah besar dan bagus begini, kaya mimpi."
"Ya dan mimpi kamu ini jadi kenyataan, mulai hari ini kamu akan tinggal di sini."
Sebenarnya Rania tidak usah kaget melihat rumah Candra di Jakarta, toh Villa di desa saja sudah bagus. Pria itu juga kan seorang pengusaha dan pebisnis, uangnya banyak sampai membeli apapun pasti tercapai.
"Aku anter ke kamar kamu dulu ya," ajak Candra.
Rania hanya menurut saja saat tangannya ditarik, Ia dari tadi terlalu asik memperhatikan setiap sudut rumah itu. Di sana juga bahkan ada lorong dengan setiap ruangan berpintu di sisinya, entah apa isinya.
Candra lalu masuk ke salah satu pintu, dan ternyata sebuah kamar. Ukurannya cukup luas, dengan dekorasi yang tidak biasa. Ini pasti bukan kamar utama, tapi kenapa sudah mewah? Rania lalu duduk di sisi ranjang, bisa merasakan kelembutan kasurnya yang sangat.
"Kamu akan tidur dulu di sini," ucap Candra, "Suka gak kamarnya?"
"Suka kok, bagus banget. Tapi Mas memangnya tidur dimana?"
"Em aku di atas, tapi nanti kesini kok."
"Kenapa kita tidur pisah?"
Candra hanya tersenyum, "Aku capek banget, mau istirahat sebentar ya. Gak papa aku tinggal?"
"Iya gak papa."
"Kamu bisa main di belakang, ada taman bunga dan kolam renang."
"Wah beneran Mas? Boleh?"
"Iya boleh, aku tinggal dulu ya."
"Iya, tidur yang nyenyak. "
Sebenarnya Rania tidak mengerti kenapa Ia dan Candra tidur berpisah, bukankah mereka sudah baikkan ya? Semalam saja sudah berhubungan intim. Tetapi Rania tidak terlalu memikirkannya juga, untuk sekarang ingin melihat-lihat dulu rumah mewah ini.