Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Vita mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan itu. "Sayang?"
Shaka tertawa melihat wajah bingung Vita. Dia suka sekali menggoda Vita. "Terlihat sekali ya kalau gue ini playboy."
Vita hanya tersenyum kecil. Dia sendiri juga tidak tahu perasaannya pada Shaka. "Zeva sudah cerita yang sebenarnya sama aku kalau sebenarnya kamu gak playboy."
"Tuh anak gak bisa jaga rahasia, jadi gak keren kan gue," kata Shaka.
"Kak Shaka keren kok. Kak Shaka juga hebat. Aku saja yang hanya terpisah sama Papa, aku merasa hidupku sangat menderita. Padahal tidak ada yang melukaiku secara fisik. Jadi Kak Shaka harus bertahan dan Kak Shaka harus bisa melawan mereka. Kak Shaka gak sendirian. Kita akan membantu Kak Shaka."
"Anjir, jangan buat gue terharu lagi." Shaka tersenyum sambil menekan ujung matanya. "Hidup yang kita jalani memang gak mudah. Bukannya gue gak mau berjuang tapi gue gak punya power."
"Punya! Kak Shaka harus yakin bisa. Jangan biarkan mereka menguasai harta Kak Shaka. Orang tua Kak Shaka pasti punya pengacara dan pembagian ahli waris pasti ada. Selama ini mereka pegang kekayaan Kak Shaka karena Kak Shaka masih di bawah umur. Sekarang Kak Shaka sudah 17 tahun lebih, itu berarti sebentar lagi pengesahan harta untuk ahli waris utama akan dilakukan. Kak Shaka cari info tentang pengacara keluarga Kak Shaka, lalu hubungi dan minta secara langsung surat keterangan hak waris. Selama Kak Shaka belum bertemu dengan pengacara itu, Kak Shaka jangan mau tanda tangan apapun."
Shaka hanya bengong mendengar penjelasan Vita yang panjang lebar itu. "Lo pintar sekali. Gue gak kepikiran hal itu."
"Karena aku sering baca novel dan lihat drama kayak gitu."
"Gak nyangka baca novel dan lihat drama bisa jadi pintar. Tapi gue masih ingin memastikan, apa benar perusahaan itu sebelumnya memang dipegang sama ayah?"
"Kita ke rumah, tanya sama Papa," kata Vita.
"Tanya sama Papa kamu? Sekalian tanya, apa boleh aku menikahi anaknya?"
Vita memukul lengan Shaka. "Kak Shaka serius dulu."
"Gue juga serius!" Shaka menahan tangan Vita yang akan memukulnya lagi meskipun pukulan Vita tidak terasa baginya. Dia tersenyum menatap Vita. Buat apa dia menjauhi Vita hanya karena dia merasa tidak pantas untuk Vita. Ternyata dia juga bisa menjadi selevel dengan Vita.
"Mau apa lo dekat-dekat!" Arvin menarik Shaka agar menjauh karena dia melihat wajah Shaka yang kian mendekat.
Shaka menggeser duduknya. Hampir saja dia khilaf.
"Ini makanan dan minuman buat lo. Gue obati luka lo dulu," kata Arvin. Dia mengambil salep yang baru dia beli lalu mengolesnya di bahu Shaka yang terluka. "Kalau sampai dua hari masih sakit, lo harus ke dokter."
"Gue biasa luka kayak gini. Seminggu juga sembuh sendiri." Shaka membuka roti dari Arvin lalu memakannya.
"Seminggu? Lo bisa tahan dengan sakit kayak gini selama seminggu? Kalau gak ada yang mencintai lo, paling gak lo cintai diri lo sendiri."
"Siapa bilang gak ada yang cinta sama gue. Adik lo cinta sama gue." Shaka mengedipkan satu matanya pada Vita.
Vita menjadi salah tingkah. "Siapa juga yang cinta, jangan GR." Kemudian dia berdiri dan keluar dari basecamp itu.
"Makasih, lo sahabat gue yang paling peduli sama gue. Gue mau ke rumah Vita, mau tanya sesuatu sama bokap lo," kata Shaka.
"Ya udah, ayo! Mumpung Papa masih di rumah Mama."
Kemudian mereka berdua berdiri dan keluar dari basecamp itu.
...***...
Gita kini menatap layar laptopnya tapi dia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi karena terus ditatap oleh Arnav di dekatnya.
"Kamu tidak pulang?" tanya Gita. Dia terus saja gugup setiap berada di dekat Arnav.
Arnav menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Kamu terganggu? Lagian ini hari libur. Jangan bekerja terus."
"Aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku. Kan aku mau resign. Kalau aku mengerjakan di kamar, aku jadi mengantuk."
Arnav semakin mendekati Gita. Dia membaca apa yang sedang diketik Gita. "Mau mengubah ending cerita kamu?"
Gita membuang napas kasar. Ambyar sudah semua ide tulisannya. "Jangan ganggu, aku gak suka ada yang baca sebelum aku menyelesaikannya."
Arnav semakin tertawa. Kemudian dia menutup laptop Gita. "Padahal inspirasi kamu adalah aku."
Gita memutar bola matanya dan melipat kedua tangannya. "Pulang gih!"
"Kalau aku pulang memang kamu tidak kangen? Kita sudah 17 tahun loh tidak bertemu." Arnav memegang kedua bahu Gita agar Gita mau menatapnya. "Kamu sering nge-gym?"
"Gak ada waktu buat nge-gym. Bukan gak ada waktu, uangnya terbatas." Gita mengalihkan pandangannya dari Arnav. Dia mencoba menerka apa yang dimaksud Arnav dengan pertanyaan itu. Kemudian dia melebarkan kedua matanya dan memukul lengan Arnav. "Kamu lihat?"
"Lihat apa?" Arnav semakin menatap Gita dengan senyum menggodanya.
"Kamu tidak boleh melewati batas. Kita tidak ada hubungan apa-apa," kata Gita. Dia sedikit menjauh dari Arnav karena Arnav terus menghapus jarak di antara mereka.
"Oke, kalau begitu maukah kamu menikah denganku lagi?"
💕💕💕
Komen ya... 😁