Siang itu teringat jelas dalam benakku, dia sangat mempesona di mataku. pemuda itu sangat menarik selain tampan dia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Al Qassam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama
Malam ini adalah malam dimana mereka berbagi tempat, berbagi kasih, berbagi kesedihan dan berusaha saling melengkapi satu sama lain. Izdi dan Wardah dipertemukan dalam keadaan spontanitas. Pernikahan keduanya karena insiden, namun tetaplah sakral.
perbincangan keduanya setelah mendapatkan Video call dari fatimah.
" Sayang ... Masih sedih?" tanya izdi.
" Tidak mas bukan sedih menyesal," jawab wardah sekenanya.
" Karena?" tanya izdi penuh penekanan.
" Menikah denganmu," jawab wardah tanpa pikir panjang.
" Lihat aku sayang! Apa aku terlihat seperti mempermainkanmu? Aku benar- benar sedang belajar untuk mencintaimu membangun maghligai rumah tangga yang utuh. Harusah kita praktekkan kewajiban suami-istri diantara kita?" tanya beliau yang membuat bulu romaku meremang. Aku menggeleng pelan tanpa menjawab apapun, beliau nampak gusar.
" Apa yang harus kulakukan?" tanya izdi lagi.
" Duduk mas, diamlah sejenak aku sudah pusing seharian ini," jawab wardah dengan lesu.
" Hanya itu? Ada jaminan lain supaya kamu tidak mengungkit sebuah penyesalan?" tanya izdi memastikan.
" Apapun boleh mas lakukan jika aku mengungkitnya kembali," jawab wardah dengan yakin.
" Yakin?" tanya izdi penuh dengan penekanan.
" Tentu ... Mas. Aku bukan orang yang ingkar," jawab wardah dengan penuh keyakinan.
Beliau terus menatapku tanpa memberiku ruang gerak sedikitpun. Aku jadi salah tingkah saat ini. Beliau terus senyum sambil menatap.
" Apa? Kenapa menatapku seperti itu?" tanyaku pada mas izdi.
" Tidak ada hanya saja aku merasa sangat beruntung memilikimu, istri yang cantik sholihah baik," puji izdi.
" Sekalian mas rajin menabung. Hehehe," jawab wardah sambil bercanda.
" bisa bercanda juga kamu?" tanya mas dengam senyumnya yang menggoda
" kan mas yang ajari," jawab wardah dengan sekenanya biar suasana mencair.
Ponselku berbunyi kali ini mataku terbelalak kaget dan melempar ponselku. Yang menelpon adalah kakak. Aku mengkode beliau supaya silent please.
" Assalamualaikum ... Iya kak?" ucapan salampun kulantunkan.
" Waalaikumsalam ... Wardah aku mau tanya saja, kamu kenal perempuan itu?" jawab kakak dengan tergesa-gesa.
" perempuan mana kak? " tanya wardah pura-pura tidak paham dengan apa yang dikatakan kakaknya.
" Istri izdi?" jawab Fatimah singkat.
" Tahu kak tapi tidak bisa berkenalan," jawabku dengan ambigu.
" Masih saja kamu ini sama, kasih info tidak jelas." jawab kakak dengan rasa sebal karena aku tidak bisa memberikan info yang jelas.
" Kakak pulang biar jelas. " jawabku singkat tanpa basa basi.
" Kamu bisa tidak mencarikan info?" tanyanya sekali lagi.
" Kak pulanglah ... Nanti pasti bisa kenalan sendiri." jawabanku pun masih sama.
" Menyebalkan selalu begini kalau ngomong sama kamu." jawab kakak dengan marah dan menutupnya.
Kakak mematikan ponselnya, dan aku kembali bersedih atas permintaan darinya yang tidak bisa kupenuhi. Gus iz menatapku dengan lekat.
" Ada apalagi dia menelpon?" tanya mas iz setelah ponsel itu mati.
" Ingin tahu istrimu mas." jawabku apa adanya.
" Kenapa tidak dijawab? Apakah berat bagimu untuk mengakui aku sebagai suamimu?" tanya mas iz dengan nada yang tidak suka jika aku tidak mengakuinya.
" Mas bukan begitu ... Aku di sini yang beruntung mendapatkanmu," ucapku sambil menunduk. Air mata ini selalu tidak sopan keluar tanpa ijin membuatku melankolis di hadapan beliau kan malu. Gus iz memegang daguku.
" Kenapa menangis lagi? Aku tidak memukulmu sayang," ucapnya melunak.
" Jangan mengatakan itu lagi mas. Aku sungguh tidak berniat tidak mengakuimu, aku sangat mencintaimu sedari dulu tapi saat ini aku butuh ruang untuk menghadapi kakakku," jawabku meyakinkan beliau.
" Apakah kamu berniat menjauhiku?" jemariku yang lentik ini langsung menyentuh bibir mas iz sambil menggelengkan kepala.
" Tidak mas, " akupun memeluknya sebagai tanda bahwa aku benar-benar miliknya saat ini. Beliaupun memeluk dengan erat sambil mengecupku berkali - kali. Di dahi, pipi kanan kiri.
" Maafkan aku sayang ... Tidurlah kamu pasti lelah. oh, iya bulan madunya kita tunda ya besok aku ada operasi besar kehadiranku sangat dibutuhkan. Tidak apa- apa ya? Urgent sayang," ucap mas iz.
" Ndak apa-apa mas. Mereka saat ini lebih membutuhkanmu," ucapku sambil tersenyum. mas iz membalas senyumanku dngan senyuman pertama kali saat kami bertemu, pemuda baik tampan teduh jika dipandang agamis. aku suda mencintainya saat kami bertemu di jalan saat usiaku masih 15 tahun. Beliau sudah menjadi seorang dokter saat itu. Tapi patah hati kurasakan saat beliau melamar kakakku saat aku baru tiba di rumah. Tapi entah apa yang terjadi kun fayakun, jodoh adalah rahasia Allah. Kini beliau menjadi suami imamku semoga kelak menjadi ayah dari putra putriku.
" Tidurlah ... Assalamualaikum," ucapnya sambil mengecup keningku tanpa rasa sungkan lagi.
" Waalaikumsalam ..." ucapku.
melelehhh akunya
terhuraaaa
gampang banget Gus iz bilang iloveyou