Nada Azzahra, siswa baru di SMA Nusantara Mandiri, adalah gadis ceria yang mudah bergaul. Kepribadiannya yang ramah dan penuh semangat membuatnya cepat mendapatkan teman. Namun, kedatangannya di sekolah ini mempertemukannya dengan Bara Aryasatya, cowok tengil yang ternyata adalah "musuh bebuyutan"-nya semasa SMP.
Di masa SMP, Nada dan Bara bagaikan Tom & Jerry. Pertengkaran kecil hingga saling usil adalah bagian dari keseharian mereka. Kini, bertemu kembali di SMA, Bara tetap bersikap menyebalkan, hanya kepada Nada. Namun, yang tak pernah Nada sadari, di balik sikap tengilnya, Bara diam-diam menyimpan rasa cinta sejak lama.
Setiap hari ada saja momen lucu, penuh konflik, dan menguras emosi. Bara yang kikuk dalam mengungkapkan perasaannya terus membuat Nada salah sangka, mengira Bara membencinya.
Namun, seiring waktu, Nada mulai melihat sisi lain dari Bara. Apakah hubungan mereka akan tetap seperti Tom & Jerry, ataukah perasaan yang lama terpendam akan menyatukan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Murid Baru
Wali kelas berdiri di depan kelas dengan senyum ramah, diiringi ketukan pintu yang membuat semua siswa menoleh.
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan seorang teman baru. Silakan masuk,” ujar sang guru.
Seorang pria bertubuh tinggi dengan seragam rapi melangkah masuk. Rambut hitamnya teratur, wajahnya tampan dengan senyum yang memikat. Satu per satu siswa di kelas terdiam, melotot tak percaya.
“Kenalin, ini Aldo Setiawan,” kata wali kelas memperkenalkan sambil memberi isyarat agar Aldo maju ke depan.
Nada yang sedang sibuk merapikan buku dan alat tulis di mejanya belum memperhatikan situasi. Jessica dan Gisel yang duduk di depannya mulai saling berbisik heboh, sedangkan Bara yang duduk di sebelah Nada menatap Aldo dengan wajah datar, tapi pikirannya mulai dipenuhi tanda tanya dan rasa tidak nyaman.
Aldo tersenyum ke arah kelas. “Hai, semua. Nama gue Aldo Setiawan. Gue baru pindah ke sini. Senang bisa jadi bagian dari kalian.”
Nada yang mendengar nama itu langsung menghentikan kegiatannya. Kepalanya terangkat, matanya menatap ke depan dengan pandangan terkejut. Nama itu sangat familiar baginya, dan saat tatapan mereka bertemu, Nada langsung mengenalinya.
Aldo, teman SMP-nya yang dulu selalu dekat dengannya, kini berdiri di depan kelasnya. Pandangan Aldo yang sebelumnya ramah berubah cerah begitu melihat Nada di antara siswa lainnya. Ia langsung melambaikan tangan dan berteriak, “Naaadaaa?!”
Nada sedikit kaget dengan seruan itu, sementara teman-temannya, terutama Jessica dan Gisel, langsung bersorak kecil. “Wah, saingannya datang nih!” goda Jessica pelan.
Aldo melangkah ke arah Nada dengan penuh antusias, membuat semua perhatian di kelas tertuju pada mereka. Bara, yang duduk di sebelah Nada, semakin merasa tidak nyaman.
“Eh, ini beneran kamu. Enggak nyangka banget, kamu juga sekolah di sini, Nad! Udah lama banget enggak ketemu,” ucap Aldo sambil tersenyum lebar.
Nada hanya tersenyum canggung. “Iya, lama banget. Kamu kok pindah ke sini, Do?”
Aldo mengangguk. “Ada urusan keluarga, jadinya harus pindah. Eh, seru banget ya, kita sekelas lagi!”
Jessica dan Gisel saling melirik sambil menahan tawa kecil, merasa situasi ini terlalu menarik untuk dilewatkan. Di sisi lain, Bara yang mendengar percakapan itu semakin kesal.
“Ck,” gumam Bara pelan, matanya menatap Aldo dengan dingin.
Aldo pun diminta oleh wali kelas untuk duduk, dan tak lama ia memilih tempat di dekat Nada. Namun, bahkan setelah duduk, perhatiannya terus tertuju pada Nada, seolah dunia di sekitarnya tidak ada.
Bara mencengkeram pensil di tangannya, mencoba menahan perasaan yang mulai menguasai dirinya. "Ini anak niat banget deketin Nada," pikirnya.
Sementara itu, Nada merasa bingung dengan situasi yang tiba-tiba jadi canggung. Di satu sisi, ia senang bertemu teman lama, tapi di sisi lain, ia bisa merasakan tatapan tajam dari Bara yang duduk di sampingnya. Hari ini tampaknya akan menjadi hari yang panjang.
Hari itu kelas berlangsung seperti biasa. Wali kelas, Pak Adi sedang berdiri di depan, menjelaskan materi pelajaran yang baru saja dimulai. Suasana kelas cukup tenang hingga tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
Semua mata langsung tertuju ke arah pintu. Pak Adi menghentikan penjelasannya sejenak, berjalan ke pintu, dan membukanya. Di sana berdiri Kepala Sekolah bersama seorang siswa baru yang tampak rapi dalam seragamnya.
“Permisi, Pak Adi. Saya mengantar murid pindahan baru. Maaf dia terlambat masuk kelas, tadi kesasar di jalan menuju sekolah,” ujar Kepala Sekolah dengan nada serius.
“Oh, tidak apa-apa, Pak,” jawab Pak Adi sambil tersenyum.
Kepala Sekolah pun meninggalkan ruangan setelah menyerahkan siswa itu. Pak Adi berbalik menghadap kelas dan tersenyum. “Baiklah, anak-anak. Ternyata ada satu murid baru lagi. Ayo, silakan perkenalkan diri.”
Kelas langsung ramai, desas-desus dan bisikan terdengar dari segala penjuru. Para siswa, terutama para gadis, mulai memandang penasaran ke arah pintu.
Dan ketika murid baru itu melangkah masuk, keheningan langsung melanda. Cowok itu tampak tampan dengan wajah lembut dan fitur yang nyaris sempurna, bahkan sedikit terlihat cantik. Ia tersenyum ramah, memperlihatkan deretan gigi putih yang rapi.
“Hai, semua!” sapanya ceria sambil berdiri di depan kelas.
Mata para cewek langsung berbinar-binar, beberapa bahkan menahan napas. “Tampan banget!” terdengar bisikan kagum. Jessica dan Gisel saling mencubit lengan, berusaha menahan kegirangan.
Nada yang duduk di bangkunya memperhatikan cowok itu dengan saksama. Setelah beberapa detik, ia terkekeh pelan, berusaha menahan tawa. Bara, yang duduk di sampingnya, memandang heran. “Kenapa kamu ketawa?” bisiknya bingung.
“Ada deh,” jawab Nada singkat, masih terkekeh.
Pak Adi memberikan isyarat agar murid baru itu mulai memperkenalkan diri. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat semua orang terpaku.
“Hai, aku Aydan Faiz, panggil saja namaku, Ay,” ujarnya dengan suara yang... meleyot!
Nada langsung menutup mulutnya, mencoba menahan tawa yang meledak begitu saja. Bara melotot ke arahnya, semakin bingung kenapa Nada tampak begitu menikmati situasi ini.
“Aku pindahan dari sekolah lain, dan aku harap kita semua bisa jadi teman baik!” lanjut Aydan dengan gaya bicara yang lebih banyak goyangan daripada kata-kata.
Kelas gempar. Para siswa laki-laki berusaha keras menahan tawa, sementara beberapa perempuan yang awalnya terpikat langsung kehilangan minat. Bahkan Pak Adi tampak terkejut, tapi dengan cepat menguasai diri.
Aydan melirik ke arah Nada yang tertawa kecil. Ia memicingkan mata dan berkata dengan nada tajam, tapi masih meleyot, “Nadaaa! Aku tahu kamu ketawain aku, kan!”
Nada tersentak kaget. “Eh, enggak kok, enggak, Ay!” ujarnya panik, tapi senyum di wajahnya tidak bisa disembunyikan.
Aydan yang kesal langsung melangkah ke arah Nada. Dengan gaya dramatis, ia menarik tangan Nada sambil berkata, “Ih, kamu jahat banget! Pindah sekolah aja nggak bilang!”
Semua siswa di kelas, termasuk Bara, Dimas, Rio, Aldo, Jessica, dan Gisel, hanya bisa menganga melihat pemandangan itu. Bahkan Pak Adi terlihat tidak tahu harus berkata apa.
Nada yang ditarik-tarik tangannya hanya bisa berkata, “Ay, lepaskan! Ini sekolah, bukan rumah!”
“Tapi aku rindu! Kamu tau gak betapa sepinya hidupku tanpa kamu, Nadaaaa~” balas Aydan sambil mengerucutkan bibir.
Bara, yang sedari tadi duduk dengan ekspresi bingung bercampur kesal, akhirnya memalingkan wajah sambil bergumam pelan, “Apaan sih ini…”
Kelas pun penuh dengan tawa yang tertahan. Bahkan Jessica dan Gisel hampir jatuh dari kursi karena tidak bisa berhenti tertawa. Sementara itu, Aydan tetap berdiri di samping Nada dengan gaya meleyotnya, membuat seluruh kelas merasa hari ini baru saja berubah menjadi episode komedi yang tidak terduga.
Pak Adi, wali kelas mereka, yang masih tersenyum kikuk setelah melihat gaya Aydan yang unik, akhirnya memberi isyarat agar kelas tenang. “Baiklah, Aydan. Silakan cari tempat dudukmu.”
Aydan mengedarkan pandangannya, lalu melirik ke arah Bara yang duduk di sebelah Nada. Tatapan tajam Bara seperti pisau yang menusuk, membuat Aydan langsung merinding. Ia dengan cepat memalingkan wajah, memilih melirik Aldo yang duduk di seberang tempat Nada.
Namun Aldo hanya mengangkat bahu dan berkata dengan santai, “Aku juga murid baru, jadi aku nggak bisa pindah.”
Aydan menghela napas panjang, lalu mulai dramanya, “Ya ampun, dunia ini nggak ada yang pengertian sama aku!”
Ia akhirnya melangkah ke barisan belakang Aldo. Aydan memandang murid laki-laki yang duduk di sana dan berkata dengan nada centil serta meleyot nya, “Kakaaaa~ Aku boleh duduk di sini nggak? Kamu pindah yaa, pleaseee!”
Cowok itu langsung bergidik ngeri. Dengan wajah penuh ketakutan, ia buru-buru mengemasi barang-barangnya dan pindah ke tempat lain, tanpa banyak kata.
Nada, yang menyaksikan semuanya, tak bisa menahan tawanya. Ia tertawa terbahak-bahak hingga bahunya bergetar. Aydan yang merasa tersindir langsung memelototinya sambil berkata, “Nadaaa! Kenapa sih kamu selalu jahat sama aku?”
Nada hanya menggeleng sambil mencoba menahan tawa, tapi gagal. “Ay, kamu itu… Aduh, ya ampun!” katanya, hampir kehabisan napas.
Pak Adi hanya bisa menggeleng sambil menahan senyum kecil. “Aydan, silakan duduk. Jangan bikin keributan lagi.”
“Siap, Pak Guru tampan!” jawab Aydan dengan penuh gaya.
Kelas kembali tenang selama beberapa menit hingga bel istirahat berbunyi. Suara gemuruh siswa yang beranjak dari bangku terdengar di seluruh kelas. Namun, perhatian beberapa siswa masih tertuju pada Aydan yang kini duduk manis di belakang Aldo dengan senyuman penuh kemenangan.